Runner – Up Kompetisi Musik Mandarin Tingkat Dunia dalam Genggaman Amelia Limarwati fadjar September 6, 2012

Runner – Up Kompetisi Musik Mandarin Tingkat Dunia dalam Genggaman Amelia Limarwati

Tak Hadiri Pernikahan Kakak karena Bertepatan dengan Grand Final

Amelia Limarwati sempat tidak diunggulkan dan gagal total pada ajang Nian Shui Li Fang Hai Wai Hua Yu Qing Shao Nian Zhong Wen Ge Qu Da Sai di Beijing, Tiongkok, tahun lalu. Tahun ini dia mampu menyabet gelar bergengsi di kompetisi musik mandarin tingkat dunia. Bagaimana kisahnya?

PANJI DWI ANGGARA

SENYUM selalu tersungging di wajah chubby Amelia Limarwati saat ditemui Jawa Pos di salah satu restoran di pusat kota belum lama ini. Tawa riang plus obrolan hangat mengalir dari bibirnya, menceritakan kisah sukses yang dia alami kepada para kerabatnya yang hadir malam itu.

Ditemani guru vokalnya, Albert Simardjo, dan ibunda tercinta, Agatha, malam itu Amel, begitu gadis 20 tahun itu biasa disapa, memang sedang melakukan syukuran. Dia baru saja berhasil menggondol prestasi di kompetisi musik mandarin tingkat dunia yang diselenggarakan di Beijing, Tiongkok. ‘Sebenarnya, sudah lama pengin ngajak ketemu sahabat dan saudara. Tapi, baru sempat sekarang,’ tegasnya.

Berlaga dalam ajang bernama 2012 Nian Shui Li Fang Hai Wai Hua Yu Qing Shao Nian Zhong Wen Ge Qu Da Sai, dalam bahasa Inggris dikenal Water Cube Cup 2012 Youth Chinese Overseas Singing Competition, Amel berhasil menyabet juara kedua.

Tentu prestasi tersebut sangat membanggakan. Sebab, dalam kompetisi yang sudah diselenggarakan dua kali itu, Amel menyisihkan puluhan kontestan lain dari berbagai negara.

Sebut saja peserta dari Asia yang meliputi Malaysia, Filipina, Jepang, Korea Selatan, serta Singapura. Dari negara lain ada Amerika Serikat, Denmark, Swedia, Inggris, Spanyol, Kanada, dan Portugal. ‘Total ada 24 negara yang ikut. Satu negara bisa diwakilkan satu atau dua orang,’ ujar dara yang memiliki nama mandarin Lin Mei En tersebut.

Lomba itu, menurut sang guru, Albert, merupakan perlombaan prestisius. Penyanyi-penyanyi dari seluruh dunia, yang mampu menyanyikan lagu dalam bahasa Tiongkok, berlaga.

Diadakan oleh Kementerian Pemuda dan Kebudayaan Tiongkok, ajang tersebut bertujuan untuk mempertemukan dan menjaring bakat-bakat terpendam dalam menyanyikan lagu-lagu khas Negeri Tirai Bambu itu. ‘Orang Tiongkoknya sendiri tidak diperbolehkan ikut. Hanya warga negara lain yang boleh. Ini menunjukkan bahwa Tiongkok memang sangat memperhatikan kelestarian budaya mereka yang ada di luar negeri,’ kata Albert.

Perjalanan Amel mengikuti ajang itu cukup berliku. Dua kali diadakan, dua kali pula Amel ikut serta. Bedanya, pada sesi perdana tahun lalu, Amel gagal total. Jangankan meraih juara, untuk masuk ke babak final yang mempertemukan enam penyanyi terbaik saja, Amel tidak mampu.

Namun, hal itu tidak membuatnya patah arang. Kegagalan tersebut justru memicunya untuk menjadi lebih baik. Itu memang dia buktikan pada keikutsertaannya yang kedua, mulai 20 Juli hingga 8 Agustus silam. ‘Tahun lalu, saya shock sekali bisa tidak lolos ke babak final. Padahal, saya merasa sudah latihan maksimal,’ terang putri pasangan Boentono dan Agatha tersebut.

Sempat mogok latihan selama sebulan lebih pasca kegagalan lomba tahun lalu, akhirnya di suatu malam, saat tengah sendiri, Amel merenung. ‘Buat apa saya down. Itu tidak akan mengubah sesuatu. Justru dengan kerja keras dan rajin latihan, saya bisa meraih mimpi dan masuk final tahun depan (tahun ini),’ cetus Amel sambil mengenang kisahnya setahun lalu.

Mulai dari sana, semangatnya perlahan-lahan tumbuh kembali. Sang guru bahkan dibuat kaget olehnya. Dulu, Amel yang bisa dibilang kurang disiplin dalam berlatih kini berubah menjadi anak manis yang sangat rajin berlatih. ‘Dulu itu seminggu sekali latihannya. Nah, kemarin-kemarin dia sampai datang ke tempat saya empat kali seminggu. Saya heran, kenapa nih anak?’ ujar Albert, lantas tertawa.

Meski dibuat bertanya-tanya dengan polah anak asuhnya tersebut, Albert mengatakan bahagia dan bangga. Untuk memompa semangat Amel, saat detik-detik menjelang keberangkatannya berlaga di Beijing, Albert malah ”mengancam” Amel. Dia menyatakan tidak akan turut serta mendampingi Amel, seperti yang dilakukan tahun lalu. ‘Saya katakan bahwa saya baru akan ke Beijing kalau dia berhasil masuk babak final. Kalau tidak, jangan harap saya mau menonton secara langsung,’ tutur pria yang juga pengurus grup vokal Xiang Liang Surabaya itu.

Ya, perlombaan yang diikuti Amel memang terdiri atas beberapa tahap. Yang pertama, seleksi tingkat nasional yang diadakan masing-masing negara undangan. Dari negara-negara tersebut akan dikirimkan satu atau dua wakil.

Setelah itu, para kontestan yang hadir tidak langsung mengikuti perlombaan. Melainkan mereka ikut pelatihan vokal dan karantina terlebih dahulu yang dipusatkan di salah satu hotel mewah di Tiongkok.

Saat memasuki masa lomba, baru terdapat empat masa penyisihan. Yakni, penyisihan pertama. Di antara total 44 peserta, jumlahnya diciutkan menjadi 20 orang. Nah, di antara 20 orang tersebut, dicari 10 orang terbaik. Sebanyak 10 peserta itu disaring lagi untuk kemudian didapatkan enam nama. ‘Nah, enam nama ini yang akan bertanding di babak final,’ jelas Amel.

Berbekal pengalaman tahun sebelumnya, Amel berhasil melewati rintangan-rintangan itu. ‘Yang saya pelajari adalah harus tampil lepas, tidak boleh grogi, dan yang pasti juga saat membawakan suatu karya harus mengerti maknanya. Jadi, tepat pembawaannya,’ katanya. ‘Kalau nggak tahu, kan repot. Lagu sedih malah dibawain dengan ketawa-ketiwi. Itu tidak tepat,’ imbuh anak kedua di antara tiga bersaudara tersebut.

Dalam penampilannya tahun ini, Amel membawakan empat lagu berkarakter sulit. Yakni, Chun Tian De Ba Lei, Pa Mi Er, Mei Li Jia Yuan, dan Ma Yi La Bian Zou Qu.

Menurut mahasiswa semester V Jurusan Desain dan Manajemen Produk Ubaya itu, yang paling sulit dinyanyikan adalah lagu Ma Yi La Bian Zou Qu. Sebab, nadanya naik turun. Jika tinggi, tinggi sekali. Sebaliknya, jika rendah, nadanya juga rendah sekali. ‘Ini seperti gambling. Kalau berhasil membawakan, tentu akan menjadi nilai positif. Tapi, kalau gagal, pasti nama saya sudah dicoret,’ kenangnya.

Lantas, kalau sedemikian besar risikonya, mengapa memilih lagu tersebut? Sebab, dia merasa mampu. ‘Untuk menyanyikan satu lagu itu saja, saya sampai mengkhususkan latihan selama lima bulan. Makanya, optimistis bisa,’ tuturnya.

Ternyata, pilihan Amel tidak salah. Berkat lagu yang dinyanyikan pada grand final itulah, dia berhasil menyabet runner-up. Selain latihan keras selama beberapa bulan terakhir, Amel mengimbanginya dengan kegiatan berolahraga dan menjaga asupan makanan. ‘Saya menghindari minyak-minyakan, sesuatu yang pedas, dan es karena takut merusak pita suara. Padahal, selama ini makanan itu yang paling saya suka,’ ujarnya.

Namun, di tengah kebahagiaannya meraih titel juara, Amel harus memendam perasaan duka. Sebab, dia tidak bisa menghadiri pernikahan sang kakak yang dilangsungkan di Taiwan.

‘Karena pada saat itu bertepatan dengan lolosnya aku ke babak grand final. Makanya, tidak boleh ke mana-mana sama panitia. Tapi, sebagai permohonan maaf, aku katakan ke kakak bahwa piala dan kemenangan ini ditujukan buat dia sebagai kado terindah,’ jelasnya.

Kini, setelah berhasil meraih mimpinya, Amel ingin semakin serius di dunia tarik suara. Sebab, tidak hanya menyenangkan, kegiatan menyanyi juga merupakan jalan keluar yang ampuh dari setiap permasalahan hidup. Untungnya, orang tuanya sangat mendukung pilihannya tersebut. ‘Musik dan bernyanyi itu teman sejati. Saya berjanji terus menyanyi hingga memang ditakdirkan tidak bisa lagi,’ katanya. (*/c6/nda)

Sumber: Jawa Pos, 6 September 2012