Lieke Riadi Atasi Problem Sanitasi dengan Toilet Portabel fadjar October 24, 2011

Lieke Riadi Atasi Problem Sanitasi dengan Toilet Portabel

Malas kalau Jorok Bau

Saat berada di area terbuka, seperti taman kota, atau saat menonton konser, kita sering bingung mencari toilet. Kalaupun ada, sering kondisinya jorok dan tak nyaman. Lieke Riadi merasa terpanggil untuk mengatasi problem sanitasi tersebut. Dia menjadi konsultan untuk pengadaan toilet portabel.

JIKA ingin berbicara masalah lingkungan dan problem sanitasi secara gamblang, Prof Lieke Riadi Phd adalah orang yang tepat untuk membahasnya. Perempuan kelahiran Surabaya, 25 Februari 1962, tersebut memang concern terhadap lingkungan. Bermula sejak menempuh S-1 teknik kimia di Universitas Gadjah Mada (UGM)
Jogjakarta, lantas meneruskan hingga jenjang S-3 di University of Sydney dengan spesifikasi pada biochemical engineering, Lieke makin akrab dengan penelitian-penelitian di bidang ekologi.

‘Bidang tersebut masih di lingkup teknik kimia serta erat kaitannya dengan penyelamatan lingkungan,’ ucap Lieke. Isu global mengenai environment and sustainability menarik perhatiannya. Perempuan berambut pendek itu menuturkan bahwa pertumbuhan penduduk dunia yang sudah mencapai sekitar 7 miliar saat ini menimbulkan problem sanitasi yang harus segera ditangani.

‘Jumlah penduduk terus-menerus bertambah dengan segala aktivitasnya, maka kita harus memikirkan daya dukung lingkungan,’ kata Lieke. Dalam aspek industri, hasil pembuangannya berupa limbah yang efeknya bisa memengaruhi air, tanah, dan udara. Sedangkan dalam aspek pribadi, manusia menghasilkan limbah domestik.

Problem sanitasi tak hanya dialami di pedesaan atau lokasi terpencil. Di perkotaan pun, itu sering dijumpai. Mobilitas manusia yang semakin tinggi membuat mereka makin sering beraktivitas di luar rumah. ‘Jika di rumah mereka memiliki toilet untuk pembuangan, di luar adakah fasilitas yang memadai untuk itu?’ tanyanya.

Di area terbuka, seperti di taman atau jalan, kita sering menjumpai kondisi toilet umum yang jorok dan berbau sehingga kita malas menggunakannya. Melihat hal itu, Lieke terpikir untuk merancang toilet portabel yang bisa diaplikasikan di ruang-ruang publik dan mudah dipindahkan.

‘Di negara-negara lain, penggunaan toilet portabel sudah jamak dilakukan. Negara tetangga kita, Singapura, sangat bagus menerapkan hal itu,’ tutur perempuan yang pernah menjabat wakil rektor I Universitas Surabaya selama dua periode tersebut.

Toilet portabel itu berkonsep semidry sanitation dan ramah lingkungan. Bahan pembuatnya bisa didaur ulang, terdiri atas tank pembuangan, urinal untuk buang air kecil bagi laki-laki, serta tempat tisu. Toilet portabel itu memiliki kapasitas air sekitar 50 liter yang digunakan untuk flushing. ‘Dengan zat kimia tertentu, air tersebut didaur ulang untuk keperluan flushing saja. Jadi, kebutuhan airnya tidak terlalu banyak,’ papar Lieke.

Sejak dua tahun terakhir, toilet portabel itu diaplikasikan di beberapa titik di Surabaya. Di antaranya, di Taman Bungkul, Taman Prestasi di Ketabang Kali, dan Taman Mundu di depan Gelora 10 Nopember. ‘Harapan nya, toilet portabel ini makin banyak diaplikasikan. Sebab, manfaatnya besar untuk mengatasi problem sanitasi di perkotaan,’ urai dosen yang kini lebih banyak berkutat di Pusat Studi Lingkungan Ubaya tersebut.

Selain di taman kota, toilet ramah lingkungan itu bisa dimanfaatkan di tempat-tempat rekreasi lainnya serta ketika ada pertunjukan outdoor seperti konser. ‘Ketika ada penumpukan massa di satu titik seperti itu, kebutuhan untuk sanitasi juga tinggi. Maka itu, penggunaan toilet portabel sangat efektif dan efisien. Menguntungkan secara ekonomis karena bisa dipindah ke mana-mana. Selain itu, pengguna lebih nyaman karena toilet ini dirancang dengan memperhatikan kebersihan serta sistem sanitasi yang baik, ‘ terang perempuan yang November mendatang menjadi pembicara dalam World Science Forum di Hungaria itu. (nor/c10/dos)

Membangun Eco-Sociopreneurship

SEJAK menjadi mahasiswa, Lieke terbiasa dengan penelitian-penelitian. Terutama, ketika dia menjadi mahasiswa di University of Sydney. Saat melakukan proyek penelitian tertentu, Lieke bisa betah berkutat di laboratorium hingga berhari-hari. ‘Bisa sampai tiga atau empat hari nggak keluar lab. Setelah meneliti empat hari, selesai, lalu olah data, setelah itu balik lagi ke lab,’ ceritanya.

Dari banyaknya penelitian yang dilakukan, seorang researcher bisa makin mendalami bidang yang dipelajari. Kebiasaan tersebut dia tularkan kepada para mahasiswanya. Faktor yang menunjang keberhasilan penelitian adalah environment serta fasilitas.

Menurut Lieke, fasilitas di Indonesia sebenarnya tidak kalah oleh luar negeri. Hanya, environment-nya yang kurang mendukung. Iklim research masih belum tampak. ‘Untuk mahasiswa S-1, semangat untuk melakukan penelitian masih kurang. Namun, untuk jenjang berikutnya seperti S-2 dan S-3, iklim research itu sudah makin tinggi,’ tuturnya.

Lieke sejatinya tidak terlahir dari latar belakang pendidik ataupun peneliti. Orang tuanya adalah pebisnis. Enam saudaranya juga menekuni dunia bisnis
dan profesional. Hanya Lieke yang ‘tercebur’ ke dunia pendidikan. ‘Bisa dibilang, ini panggilan hati. Saya merasa menemukan keunikan saat berinteraksi
dengan mahasiswa, mengelola mahasiswa. Itulah yang membuat saya mencintai dunia ini,’ tutur perempuan 49 tahun yang dianugerahi guru besar pada 2008 tersebut.

Meski demikian, Lieke tak bisa sepenuhnya dipisahkan dari dunia bisnis. Dia menggabungkan lingkungan yang menjadi passion-nya serta bisnis. Itulah
yang disebut eco-sociopreneurship.

Eco berasal dari kata ecological atau interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya serta kewirausahaan. Lieke lantas memberikan contoh. ‘Misalnya, toilet portabel tadi, yang jeli bisa memanfaatkannya menjadi ladang bisnis. Itu juga memupuk kesadaran setiap orang untuk selalu memperhatikan masalah lingkungan dalam berbisnis,’ ujar penghobi baca itu. (nor/c10/dos)

Tentang Lieke…

Lieke hobi berolahraga secara rutin untuk menjaga kebugaran tubuh. Antara lain, joging, renang, dan yoga.

Lieke memiliki koleksi ratusan buku tentang science dan kehidupan di rumahnya. Selain concern terhadap lingkungan, Lieke sering menjadi pembicara tentang leadership. Dia pernah mendapat award dari UNU/LA (United Nations University Leadership Academy) atas kepemimpinannya dalam organisasi.

Tahun ini merupakan kali ketiga Lieke diundang menjadi pembicara dalam World Science Forum yang diadakan setiap dua tahun sekali.

Dikutip dari: Jawa Pos, 24 Oktober 2011