Peneliti Jepang 9 Bulan Blusukan Kampung Surabaya fadjar April 5, 2011

Peneliti Jepang 9 Bulan Blusukan Kampung Surabaya

03 April 2011, 12:36:34| Laporan Eddy Prastyo

suarasurabaya.net, Malam itu sekelompok pemuda berkumpul di Jl. Kampung Malang Kulon 1 nomor 3 Surabaya. Dalam sebuah rumah petak kontrakan seluas 5 x 25 meter itu, ruang tamunya dijadikan sebagai tempat meeting. Di temboknya ditempel sebuah peta Surabaya citra satelit yang cukup besar. Sementara dua buah meja panjang dijadikan satu, dia atasnya ada banyak notebook, LCD proyektor, dan beberapa cangkir kopi.

“Kami sedang menyiapkan eksebisi hasil penelitian tentang Kampung Surabaya bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kota Surabaya tahun ini,” kata KUMARA SADANA PUTRA satu diantara awak Orange House Studio (OHS). Selain KUMARA yang sehari-harinya mengajar di Universitas Surabaya, ada 2 anak muda lain yang terlibat dalam OHS, mereka adalah PANDU RUKMI UTOMO dan BINTANG PUTRA. Keduanya tercatat masih aktif kuliah di Desain Produksi ITS. Dalam proyek ini, mereka juga merekrut belasan anak muda, kebanyakan dari kampus-kampus di Surabaya, untuk melakukan studi tentang Kampung Surabaya.

Adalah KENTA KISHI peneliti sekaligus seniman asal Tokyo, Jepang yang menghimpun anak-anak muda ini sejak Agustus 2010 lalu untuk meneliti Kampung-Kampung di Surabaya.

Pria 42 tahun yang menyelesaikan gelar masternya di Cranbrook Academy of Art, USA ini sejak tahun 2007 memang menggeluti tentang urban research project lewat pendekatan Crisis Design Network. Sejak tahun lalu sampai sekarang, dia fokus pada studi tentang Kampung (Urban Village) di Surabaya dikaji dari pendekatan Seni, Sosial, Desain, dan Arsitektur dengan dukungan dari Nippon Foundation.

Kegiatannya sehari-hari bersama anak-anak Orange House Studio ini selain diskusi, juga blusukan kampung. Mereka meneliti bagaimana kampung-kampung di Surabaya bisa lahir, tumbuh, berkembang, dan bahkan tergerus oleh perkembangan kota. “Kami mencatat masalah yang dihadapi beberapa kampung Surabaya,” kata KENTA KISHI.

Dari beberapa kasus yang dipelajari, beberapa memiliki masalah yang sama, yakni mempertahankan eksistensi fisik kampung. Ini seperti yang terjadi pada Kampung Tambak Bayan di Kelurahan Alun-alun Contong. Saat suarasurabaya.net bersama KENTA KISHI dan awak Orange House Studio blusukan di kampung itu, tampak atmosfer kemarahan dan perlawanan begitu dominan di sana. Sejak beberapa tahun terakhir, warga Kampung Tambak Bayan memang berkonflik kepemilikan tanah dengan pemilik Hotel V3.

KENTA KISHI bersama PANDU dan KUMARA sempat mendatangi SUSENO Ketua RT setempat untuk menggali informasi tentang kampung tersebut. KENTA KISHI menyimak informasi yang disampaikan SUSENO lewat PANDU yang mentranslasikannya dalam Bahasa Inggris.

Dalam blusukan itu, KENTA KISHI juga melihat proses produksi warga Kampung Tambak Bayan yang sebagian berprofesi sebagai tukang kayu dan usaha katering. Desain bangunan lama peninggalan era Kolonial Belanda juga tak lepas dari pengamatan KENTA KISHI. Bahkan dia sempat tertarik ketika diberitahu SUSENO perihal penampakan ‘Hantu’ di gedung-gedung tua kawasan Kampung Tambak Bayan.

Jika di Tambak Bayan, warga kampung kalah secara hukum soal kepemilikan tanah, lain halnya di Kampung Lemah Putro yang ada di pinggir Jl. Panglima Sudirman. Beberapa waktu sebelumnya, KENTA KISHI mengaku pernah meneliti kampung ini. “Secara legal formal, warga berhasil memenangkan perselisihan kepemilikan tanah dengan hotel di sekitar kampung itu,” kata PANDU.

Meskipun bisa mempertahankan eksistensinay secara hukum, namun kondisi kampung itu kini makin terhimpit gedung-gedung tinggi di sekitarnya. Perilaku warganya pun cenderung sangat sensitif. Ini, kata KENTA KISHI, terbukti saat timnya melakukan survey di sana, mengukur dan memotret, malah dicurigai warga setempat. “Ya waktu itu memang kesalahan kita, lupa kulunuwun langsung ngukur dan jepret. Begitu tahu maksud kami, malah mereka welcome,” jelas PANDU.

Penelitian ini rencananya akan berakhir Mei 2011 mendatang. Berbeda dengan penelitian biasa yang berakhir di kertas, penelitian ini punya ending agak unik, yakni menyajikannya dalam bentuk eksebisi. Selama seminggu penuh, mulai awal Mei 2011 mendatang, mereka akan menggelar eksebisi berkonsep Camp on Kampung.

Tajuknya, Refugees of Future Cities. Ini sebuah satir atas keberadaan kampung Surabaya yang kian terpinggirkan. “Tempatnya akan berlangsung di kampung Surabaya, melibatkan orang kampung Surabaya. Terdiri dari pentas seni, diskusi, dan share pengetahuan melibatkan seniman internasional,” kata KENTA KISHI.

Menurut KENTA KISHI lagi, proyek Refugees of Future Cities di Surabaya juga akan ditampilkan di Jakarta dan kota-kota besar di Asia lainnya.(edy)

Foto : EDDY suarasurabaya.net

Sumber: https://kelanakota.suarasurabaya.net