Sosialisasi UU No 8 Tahun 2010 dan Draft RUU Perampasan Aset Tindak Pidana di FH Ubaya fadjar February 23, 2011

Sosialisasi UU No 8 Tahun 2010 dan Draft RUU Perampasan Aset Tindak Pidana di FH Ubaya

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai lembaga sentral yang menjadi inisiator dikeluarkannya UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana, memerlukan masukan dan pandangan akademisi terkait Rancangan UU (RUU) yang dibuatnya. Bertempat di Auditorium FH Ubaya, 19 Februari 2011 diadakan diskusi interaktif terbatas yang diikuti beberapa dosen hukum pidana dari beberapa Universitas yang berbeda, dan beberapa orang mahasiswa.

Bertujuan sebagai langkah sosialisasi pemikiran dalam RUU Perampasan Aset, diskusi ini dipimpin langsung oleh Bapak Muhammad Yusuf, Direktur Hukum dan Regulasi PPATK. Para dosen yang diundang diharapkan dapat memberi masukan bagi substansi RUU tersebut, sedangkan mahasiswa turut dilibatkan untuk menambah kekuatan diskusi dengan melengkapi sudut pandang sebagai mahasiswa. “PPATK memang ingin memperoleh masukan yang relevan demi penyempurnaan RUU tersebut,” buka Dr. Go Lisanawati S.H, M. Hum, koordinator Kelompok Kajian Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) FH Ubaya.

PPATK yang telah menandatangani MoU dengan Universitas Surabaya yang dikembangkan dalam Kelompok Kajian TPPU FH Ubaya pun sebenarnya sudah cukup sering melakukan diskusi bersama. “Ini sebagai bentuk implementasi MoU sekaligus wujud tanggung jawab akademik dan moral atas perkembangan hukum pidana, dalam hal ini yang terkait TPPU di Indonesia pada masyarakat luas,” lanjut dosen Lab. Hukum Pidana ini.

Mengangkat kasus perampasan aset terkait dengan kehadiran UU no 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, perspektif UU No. 8 Tahun 2010 inilah yang menjadi alat dalam memahami RUU Perampasan Aset Tindak Pidana yang sedang diajukan. Bertolak dari UU tersebut, nampak jelas adanya banyak perubahan signifikan yang telah dilakukan oleh semua pihak. “UU ini menjadi penting agar tidak terjadi situasi di mana pelaku kejahatan tetap menguasai hasil kejahatannya,” tegas dosen yang akrab disapa Go ini. Jika pelaku dibiarkan menikmati hasil kejahatannya, sama artinya dengan membiarkan pelaku mengulangi kejahatannya lagi bahkan mendorong pelaku memperluas kejahatannya dengan menggunakan hasil-hasil kejahatannya.

Menilik bentuk TPPU yang semakin berkembang, jelaslah bahwa perlu tindakan nyata yang harus dipahami dan disepakati bersama agar tindakan yang diambil dapat lebih efektif. Diharapkan, pendekatan follow the money yang tersirat dalam UU No. 8 Tahun 2010 dan pada RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini dapat efektif untuk mengembalikan dan memulihkan hasil kejahatan yang sudah dicuri pelaku dari negara. “Butuh kesamaan visi dan misi seluruh komponen bangsa untuk mendukung langkah tegas itu,” pungkasnya.

Secara keseluruhan, kegiatan ini diharap dapat membawa kebaikan bersama bagi peserta maupun setelah RUU perampasan aset tersebut disahkan. Go sendiri mengaku bersyukur dengan kepedulian dan perhatian terhadap masalah hukum tersebut dari para akademisi yang hadir. “Semoga kegiatan ini bisa terus ada dan direspon baik agar melalui sharing yang dilakukan banyak input bermanfaat demi kebaikan bersama,” tutupnya. (mei)