Kikis Ketidakpercayaan Wanita Berpayudara Besar fadjar April 10, 2010

Kikis Ketidakpercayaan Wanita Berpayudara Besar

Oleh : Syarif Abdullah

Adalah Mellissa Puspyta Widjaja. Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) ini tertantang untuk mengikis ketidakpercayaan itu, khususnya bagi perempuan berpayudara besar. Payudara di mata perempuan kelahiran 3 November 1986 ini, sesuatu terindah yang tiada banding jika pemiliknya bangga atas karunia-Nya.

“Meski skripsi saya dihargai dengan nilai yang tidak lebih dari B, tapi saya bangga bisa menyelesaikan skripsi dan meneliti tentang hilangnya kepercayaan pemilik payudara besar,” ujar alumnus SMA Santa Maria, Malang ini sembari menunjukkan beberapa item materi di skripsi setebal 100 halaman itu.

Ketertarikan Mellissa meneliti perempuan yang kurang bangga akan payudara besarnya karena ingin memulihkan kodrat atau mengajak perempuan menerima keadaan fisik yang telah ada. Dengan begitu, perempuan dapat diterima postur tubuhnya apa adanya.

“Awalnya guyon, dan terus terang idenya dari teman yang kemudian saya pikirkan lagi hingga menjadi keinginan untuk meneliti dalam skripsi. Jadi, meskipun besar dan apapun itu bentuknya harus diterima,” ingat perempuan berkulit putih ini menyungging bibir.

Fenomena itulah yang membuat mahasiswi angkatan tahun 2005 itu menggagas ide dalam skripsinya dengan isi yang menantang. Tanpa mengumbar vulgarisme, Mellissa mengemas ‘menu’ skripsinya berjudul Aku Bangga Berpayudara Besar : Penerapan Hipnoterapi terhadap Mahasiswi Berpayudara Besar.

Anak semata wayang yang baru saja di wisuda bersama ratusan sarjana S1 dan S2 Ubaya tahun 2010 ini mengaku, tergerak saat kegelisahan yang dirasakan para perempuan, terutama remaja merasa canggung dengan besarnya payudara yang dimiliki. Bahkan, tidak jarang tonjolan anatomi aurat perempuan itu membuat risih pemiliknya karena besarnya ukuran.

Cukup dua bulan lebih sedikit ia meruntut polemik ketidakpercayaan diri itu hingga berbentuk sebuah skripsi yang terjilid rapi dengan berbagai kajian dan data ilmiahnya. Diakuinya, penelitian yang dilakukan tidak lebih pada sebuah terapan kejiwaan dalam sudut pandang Hipnoterapi bagi pemilik dada besar.

“Karena pengajuan skripsi saya sempat molor, jadi sekitar November 2009 saya mulai merancang penelitian. Pertama, saya buat angket untuk mengetahui seberapa jauh yang dirasakan perempuan dengan payudara besar,” tukas pemilik rambut sebahu ini menerangkan.

Dengan sesekali mendekapkan karyanya di dada, Mellissa seakan menghipnotis mahasiswi berpayudara besar menjadi sosok yang percaya diri terhadap miliknya. Rata-rata, objek yang ia dekati mengaku merasa kurang nyaman dengan ukuran payudara yang tidak pada umumnya.

“Ada yang kadang menutupi dengan baju agak longgar, lalu ada pula yang memanipulir payudaranya dengan dobel bra agar tidak tampak besar, banyaklah,” ujarnya.

Tanpa sedikitpun mengurangi makna dari skripsi yang dibuat, Mellissa mengatakan, daya tarik yang melatarbelakangi penulisan skripsi nyelenehnya itu berawal dari sebuah perbincangan yang mengalir seperti biasanya. Setelah berkaca pada lingkungan sekitar, Mellissa mulai memantapkan paparan skripsinya yang tertata dengan konsep keilmuan yang dipelajari.

“Saya mendapat dua orang sebagai sample uji untuk saya jadikan objek penelitian. Masing-masing dari keduanya merasa malu, bahkan sering diejek karena besarnya payudara. Mereka saya berikan 46 pertanyaan dalam satu angket seputar percaya diri berpayudara besar,” jelasnya tanpa ragu.

Ia juga mengatakan, dua pemilik dada besar yang diteliti tersebut hanyalah contoh dari puluhan mahasiswa yang memberikan komentar dan jawaban angketnya. Para responden hampir 85 persen menyatakan rikuh dan kurang luwes bergerak dengan payudaranya. “Karena penelitian ini tergolong sensitif,jadi nggak bisa digeneralisasi. Tapi menurut profesor saya, dua orang sudah cukup untuk menjadi pembanding dan mewakili,” urainya.

Sarjana strata satu dari Fakultas Psikologi jurusan umum ini sengaja mengarahkan bidikannya pada perempuan yang masih berusia antara 18 ndash; 22 tahun. Kebanyakan para klien, begitu ia biasa menyebut objek yang diteliti, mempunyai katagori dada super besar. “Selain itunya (payudara, red) besar, orangnya juga pemalu. Bisa dibayangkan, untuk dada klien saya ukuran bra-nya bisa sampai D, dengan lingkar bra 38C. Kalau ukuran orang Indonesia sudah tergolong besar,” katanya terbuka.

Bahkan, untuk mengamati lebih jauh, perempuan yang juga pemiliki dada besar itu harus menerapi klien hingga berjam-jam. Ilmu psikologi yang ia peroleh selama masa kuliah itu diaplikasikan secara langsung untuk menyadarkan klien. “Saya belajar ini awalnya dari ahli hipnoterapi dan dosen S2 Ubaya, Pak Adi W Gunawan yang juga penulis Hipnoterapi dan ngajar kuliah psikologi. Beliau banyak berperan untuk memberikan support teknik hipnoterapi,” jelas Mellissa.*

dikutip dari Surabaya Pos Online
Sabtu, 10 April 2010 | 11:07 WIB