Perguruan Tinggi Bisa Ciptakan Manusia Berakal Sehat fathulhusnan January 18, 2009

Perguruan Tinggi Bisa Ciptakan Manusia Berakal Sehat

Launching Buku 40 Tahun Ubaya

Puncak acara Dies Natalis Ke-40 Universitas Surabaya (Ubaya) kemarin (17/1) ditandai peluncuran buku 40 Tahun Ubaya; Meretas Jalan Internasionalisasi. Buku itu dimaksudkan untuk merefleksi diri, becermin menatap diri kembali tentang kinerja yang telah diraih.

Rektor Ubaya Prof Wibisono Hardjopranoto dalam sambutannya menyatakan, dirinya sangat bersyukur bisa me-launching buku tersebut. Sebab, berarti dirinya bisa meneruskan tradisi rektor sebelumnya, Anton Prijatno. Pada 1999, saat Ubaya berusia 30 tahun, Anton menerbitkan buku berjudul Membangun Paradigma Baru: 30 Tahun Universitas Surabaya.

Dalam launching buku yang ditulis wartawan Nanang Krisdinanto itu, diselenggarakan pula diskusi panel dengan tema permasalahan dunia pendidikan dan prospeknya ke depan. Diskusi tersebut menghadirkan pembicara Wakil Konsul Jenderal AS di Surabaya Jeffrey M. Loree, Chairman/CEO Jawa Pos Group Dahlan Iskan, serta Ketua Program Pascasarjana Universitas Indonesia Rhenald Kasali PhD. ”Ketiga panelis itu pernah menjadi dosen tamu di Ubaya,” jelas Wibisono.

Launching dan diskusi yang berlangsung di Le Ballroom Laguna Square, Jalan Kejawan Putih, tersebut dipadati civitas akademika Ubaya.

Menurut Jeffrey M. Loree, internasionalisasi pendidikan harus dilakukan untuk menjawab persaingan-persaingan global. ”Tentu dunia pendidikan dituntut menyiapkan generasi muda menghadapi persaingan global tersebut,” katanya.

Dia menuturkan, keterbukaan tentang segala hal dengan tidak meninggalkan nilai-nilai lama merupakan kunci dalam menghadapi persaingan global. ”Perguruan tinggi harus memberikan yang terbaik untuk dunia pendidikan,” tegasnya.

Menurut Jeffrey, peran alumni sangat penting untuk mewujudkan cita-cita menuju internasionalisasi tersebut. Sebab, alumni memiliki kekuatan dalam menjaga keberlangsungan generasi di perguruan tinggi.

Sementara itu, Dahlan Iskan memprediksi, pada 2030, Indonesia akan mampu menduduki peringkat ke-6 di bawah Tiongkok, AS, Eropa, India, dan Brazil. Untuk mencapai target itu, diperlukan kesiapan perguruan tinggi untuk menciptakan masyarakat yang memiliki akal sehat. ”Perguruan tinggi saya harapkan bisa menciptakan manusia yang punya akal sehat,” ujarnya.

Menurut dia, masa depan bangsa Indonesia bisa seperti Turki. Yakni, negara maju dengan keterbukaan dan tingkat akal sehat masyarakatnya yang cukup. Dan modal sosial ini harus dibentuk. Salah satunya melalui perguruan tinggi. ”Akal sehat bisa dibentuk,” tegasnya.

Misalnya, apakah persentase kelulusan mahasiswa saat ini sudah proporsional? Maksudnya, berapa persen perguruan tinggi harus meluluskan sarjana teknik, sarjana ekonomi, sarjana hukum, dan sarjana lainnya. Berapa jumlah dokter ahli penyakit dalam atau dokter penyakit jantung? ”Itu harus proporsional dengan tuntutan perubahan nanti,” ujarnya. ”Saat ini, jumlahnya masih jauh dari proporsional,” ungkapnya.

Pakar marketing Rhenald Kasali menilai, dunia pendidikan di Indonesia masih konvensional. Dia mencontohkan cara belajar-mengajar yang hanya mendengarkan dosen berceramah. Padahal, di luar negeri, jika metodenya seperti itu, mahasiswa cukup membaca silabus sebelum materi diajarkan.

Di kelas, dosen memberikan studi-studi kasus dan berdiskusi dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengajak mahasiswa untuk berpikir. ”Metode pengajaran kita harus diubah,” tegasnya. (alb/ari)