Judi online bukan hanya dimainkan oleh orang-orang dewasa, tetapi sekarang anak-anak juga ikut terlibat dalam permainan haram tersebut.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa, anak dengan usia di bawah 10 sudah mulai bermain judi online.
Nadia Sutanto Psikolog dari Universitas Surabaya (Ubaya) melihat bahwa faktor munculnya fenomena tersebut, karena anak-anak tersebut sedang berada dalam fase prinsip kesenangan, yakni suatu kondisi dimana seorang anak akan mewujudkan segala sesuatu yang diinginkan.
“Judi online menggiurkan karena menjanjikan uang lebih banyak. Hal ini secara impulsif memunculkan harapan akan terwujudnya kesenangan mereka jika mendapatkan keuntungan dari transaksi yang dilakukan,” katanya, pada Jumat (8/11/2024).
Selain itu, bisa juga karena faktor pemahaman sulitnya mencari uang, sehingga anak-anak berusaha membuktikan bahwa dirinya bisa menghasilkan uang, salah satunya dari judi online.
“Bisa juga punya motivasi untuk aktualisasi diri. Memperlihatkan punya banyak uang di hadapan keluarga,” ucapnya.
Salah satu gejala anak yang main judi online, kata dia, biasanya mendadak menyimpan atau merahasiakan gadget, terutama di waktu-waktu tertentu.
“Judi berkaitan dengan teori kemungkinan. Pada anak-anak yang pernah merasakan menang, mereka akan mengingat rasa senang tersebut. Sehingga ketika kalah, mereka akan mencoba lagi dan lagi untuk menang,” ujarnya.
Melihat fenomena tersebut, Nadia menekankan pentingnya penanganan oleh orang tua atau orang sekitar dengan memberikan edukasi mengenai makna uang. Apalagi, anak-anak belum memiliki kontrol diri yang baik, sehingga memerlukan pendampingan.
“Kita diskusikan bahwa uang adalah alat tukar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Menjelaskan keadaan orang tua yang sedang kesulitan ekonomi itu perlu. Tetapi juga dijelaskan bahwa harus ada usaha, kompetensi, dan skill yang tepat untuk mendapatkan uang agar bisa memenuhi tuntutan kebutuhan,” terangnya.
Ia juga menekankan pentingnya pengawasan orang tua dan keluarga serta lingkungan terdekat. Hal tersebut, bisa dilakukan dengan diskusi terbuka untuk perkembangan aspek pengetahuan dan perasaan anak, terutama konsep tentang uang dan penggunaan gadget.
“Khawatirnya, anak-anak yang kesulitan mengontrol dirinya dan dorongan ingin keuntungan besar akan memungkinkan pada tindakan kriminal, salah satunya mencuri uang untuk terus digunakan dalam judi. Ajak anak untuk diskusi konsep tentang uang dan menggunakan gadget untuk fokus mengutamakan pengembangan potensi diri dengan menikmati masa-masa belajar dan bermain sesuai umurnya,” ujarnya.
Jika anak-anak sudah terlanjur terjerat judi online, Nadia menyarankan agar segera mengatasinya, termasuk mencari pertolongan profesional. Karena jika terjadi pembiaran, dapat membawa anak-anak ke arah adiksi.
Sedangkan, jika anak sudah tergolong adiksi, maka penanganan dengan pendekatan holistik, seperti biologis, psikologis, dan sosial harus dilakukan secara berkelanjutan untuk mengantisipasi atau mengatasi dampak adiktif yang terjadi.(ris/bil/iss)
Sumber: Suara Surabaya