Telusuri Peran Saksi Ahli dalam Memperjuangkan Keadilan samueldim May 22, 2023

Telusuri Peran Saksi Ahli dalam Memperjuangkan Keadilan

Reportase Warta Ubaya (@wartaubaya)

Sabtu, 20 Mei 2023 Program Studi Magister Psikologi Sains, Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) mengadakan seminar publik bertajuk “Peran Psikologi sebagai Saksi Ahli”. Acara ini dilaksanakan untuk memberikan gambaran terkait peran psikologi dalam bidang hukum, khususnya sebagai saksi ahli. Prof. Dr. Yusti Probowati Rahayu selaku Guru Besar Psikologi Forensik Fakultas Psikologi Ubaya diundang sebagai pembicara pada seminar kali ini. Acara juga dihadiri oleh Ananta Yudiarso, S.Sos., M.Si., selaku Wakil Dekan I Fakultas Psikologi Ubaya dan Dr. Frikson Christian, S.Psi., M.T., Psikolog., selaku Kepala Program Studi Magister Psikologi Sains Ubaya. Berlangsung di Ruang Serba Guna Fakultas Psikologi Ubaya, seminar dihadiri oleh peserta dari internal dan eksternal Ubaya.

“Apabila berbicara tentang saksi ahli dalam psikologi hukum, kita tidak akan pernah terlepas dari sistem hukum di Indonesia,” papar Prof. Yusti mengawali materinya. Beliau pun menjelaskan bahwa ahli merupakan orang yang memiliki pengetahuan khusus di bidang tertentu. Hadirnya saksi ahli bertujuan menemukan titik terang dari suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. “Sebagai ahli, kita bisa membantu mulai dari tahap penyelidikan hingga pengadilan,” lanjut Prof. Yusti. Pada tahap penyelidikan, psikologi dapat membantu kepolisian dalam menentukan penyebab suatu perkara pidana. Sementara pada tahap pengadilan, psikologi dapat memberikan keterangan ketika diminta oleh lembaga hukum untuk menjadi saksi ahli.

Dalam menjalankan tanggung jawabnya, saksi ahli maupun ahli psikologi forensik harus berpihak pada kebenaran dan keadilan. “Kita harus memahami dan memiliki prinsip psikologi forensik yaitu fokus pada kebenaran dan keadilan dengan cara memberikan masukan terhadap suatu perkara menggunakan teori,” ucap Prof. Yusti. Selain itu, penting juga bagi saksi ahli maupun ahli psikologi forensik untuk memahami sistem hukum di Indonesia serta aspek hukum sesuai kasus yang ditangani. Seorang ahli juga dituntut untuk mampu menjaga kerahasiaan kasus yang ditangani serta memegang teguh kode etik psikologi Indonesia. “Intinya, kita harus find the truth, tell the truth, and protect the truth,” tutur Prof. Yusti.

Pemaparan materi menarik perhatian para peserta untuk bertanya, salah satunya mahasiswi Ubaya yang bernama Marcella. “Bagaimana lie detector dapat mengidentifikasi adanya kebohongan dalam melakukan penilaian terhadap pelaku maupun saksi?” tanya Marcella. Menanggapi pertanyaan tersebut, Prof. Yusti menjawab bahwa lie detector merupakan alat yang bertujuan mendeteksi detak jantung dan keringat dingin. “Dalam pemeriksaan forensik, akan ditanyakan mulai dari hal-hal ringan seperti nama dan masalah yang pernah dilakukan hingga mengarah pada perkara pidana. Hal yang dideteksi dari alat ini adalah reaksi tubuh ketika menjawab pertanyaan, sehingga memungkinkan terjadinya bias,” pungkas Prof. Yusti. (dhi/jel4295)