Nonton Bareng Film Lagu untuk Anakku, Gali Perjuangan Penyintas Tragedi 1965 samueldim December 13, 2022

Nonton Bareng Film Lagu untuk Anakku, Gali Perjuangan Penyintas Tragedi 1965

Reportase Warta Ubaya (@wartaubaya)

Departemen Edukasi Masyarakat, Divisi Kesejahteraan Masyarakat, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) berkolaborasi dengan Voice of Youth mengadakan acara pemutaran film “Lagu untuk Anakku” dan sesi diskusi bertema PELUKAN. Acara ini merupakan salah satu jembatan agar generasi muda dapat mengetahui sejarah Indonesia dan memahami perasaan para penyintas tragedi 1965 untuk keluar dari masa trauma. Berlangsung pada Sabtu, 10 Desember 2022 di Perpustakaan Lt.5, Kampus II Ubaya, Tenggilis, acara ini diikuti oleh puluhan peserta dari internal dan eksternal Ubaya. Dr. Dra. N.K. Endah Triwijati, M.A., sebagai Kepala Laboratorium Psikologi Sosial Ubaya, Flora Handayani sebagai Pelopor Film “Lagu untuk Anakku”, Uchikowati sebagai Anggota Paduan Suara Dialita, dan Bung Handoko sebagai Perwakilan Penyintas Kota Surabaya hadir sebagai narasumber pada acara ini.

Ananta Yudiarso, S.Sos., M.Si., selaku Wakil Dekan I Fakultas Psikologi Ubaya turut hadir memberikan sepatah kata untuk membuka rangkaian acara PELUKAN. “Fakultas Psikologi Ubaya mempunyai visi perkotaan yang akan selalu berfokus pada kaum marginal,” buka Ananta. Menurutnya, kaum marginal tidak hanya sekadar kaum miskin, tetapi juga mereka yang kurang tersentuh dalam keadilan. Melalui pemutaran film “Lagu untuk Anakku”, Ananta menyampaikan bahwa para peserta akan mempelajari banyak pesan moral dan keadilan yang bisa menginspirasi. “Semoga setelah acara ini, kita bisa memperoleh insight dan inspirasi yang dapat memperkaya intelektualitas,” tutup Ananta.

Beralih pada sesi diskusi, Triwijati melihat film “Lagu untuk Anakku” dapat memberikan perspektif baru mengenai sejarah Indonesia. Selain itu, film tersebut juga dapat membantu para peserta untuk merefleksikan kembali bahwa setiap individu pasti mempunyai kekuatan. Namun, menurut Triwijati, kekuatan tidak bisa dibangun dalam waktu yang singkat, bahkan perlu secara berkelompok. “Ketika kita mengalami suatu hal buruk dan mencoba menyelesaikannya seorang diri, hal tersebut justru hanya akan menjatuhkan kita,” papar Triwijati. Oleh karena itu, Triwijati merasa tersentuh melihat sifat saling ketergantungan bahkan menguatkan antar survivor dalam film tersebut. “Pengalaman buruk yang akhirnya bisa dinyatakan bersama dengan orang lain justru akan menjadi kekuatan,” pungkas Triwijati.

Pada sesi sharing, salah seorang peserta dari Fakultas Psikologi Ubaya 2021, Monica Lavender, mengungkapkan pandangannya setelah menonton film “Lagu untuk Anakku”. Monica berpendapat bahwa film tersebut berhasil menyuarakan sisi lain dari tragedi 1965. “Kendati mengalami berbagai penyiksaan dan kehilangan hak, mereka sama sekali tidak menyimpan dendam. Justru kasih sayang, kehangatan, dan harapan yang mereka suarakan melalui lagu,” ujar Monica. Ke depannya, Monica berharap agar semakin banyak mahasiswa yang menyadari Hak Asasi Manusia (HAM) dan peduli terhadap kemanusiaan.(mik,dhi/jel)