Fakultas Psikologi Ubaya Bahas Seputar Kekerasan Seksual samueldim October 22, 2022

Fakultas Psikologi Ubaya Bahas Seputar Kekerasan Seksual

Reportase Warta Ubaya (@wartaubaya)

Sabtu, 22 Oktober 2022, Program Studi Magister Psikologi Sains Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) mengadakan webinar bertajuk “Interseksionalitas dalam Kekerasan Seksual”. Tujuan diadakannya webinar ini yaitu untuk menambah wawasan partisipan terkait kekerasan seksual. Webinar ini menghadirkan Kepala Laboratorium Psikologi Sosial Ubaya, Dr. Dra. N.K. Endah Triwijati, M.A., Psikolog., sebagai narasumber yang ahli di bidangnya. Sedikitnya ratusan peserta dari kalangan Ubaya dan non Ubaya turut berpartisipasi aktif dalam webinar yang diselenggarakan secara daring menggunakan Zoom.

Ananta Yudiarso, S.Sos., M.Si., selaku Wakil Dekan I Fakultas Psikologi Ubaya memberikan kata sambutannya.“Tema webinar ini sangat penting karena dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud) menyuarakan tiga dosa besar dalam akademik yaitu kekerasan seksual dan bullying, korupsi, danradikalisme,” jelasnya. Ananta menuturkan bahwa Kemendikbud sangat memperhatikan permasalahan tersebutdan berupaya mengingatkan masyarakat melalui berbagai kesempatan yang ada.Dalam sambutannya, Ananta turut menyampaikan harapannya terkait tema yang diusung dalam webinar ini. “Saya berharap webinar inidapatmemberikan manfaat bagi dunia pendidikan. Manfaat tersebut tidak hanya sebagai transfer of knowledge, tetapi proses terbebas dari adanya kekerasan seksual,” pungkasnya.

Beralih pada sesi diskusi, Triwijatimenyatakanbahwa kekerasan seksual merupakan perbuatan merendahkan, menghina, menyerang atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, keinginan seksual dan fungsi reproduksi. Menurut Triwijati, kekerasan seksual terjadi ketika pelaku memaksa korban untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya. “Kejadian ini bisa terjadi karena adanya ketimpangan relasi kuasa sehingga pelaku memiliki status yang kuat dalam mengendalikan korban,” pungkasnya. Berkaitan dengan itu,Triwijati menyatakan bahwa kekerasan seksual dapat memberikan dampak yang serius pada fisik dan mental korban, serta menyebabkan kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

Lebih lanjut, Triwijati menyatakan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, salah satunya di perguruan tinggi.“Berdasarkan data Humas Kementerian, kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi hampir mencapai 30 persen dari seluruh kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia,” jelasnya.Namun, kekerasan seksual di perguruan tinggi sering kali tidak dilaporkan.“Penelitian Menteri menemukan sekitar 77 persen dosen mengetahui adanya kekerasan seksual di kampus, tetapi hanya 37 persen yang melaporkan kasus tersebut,”tuturnya. Menurut Triwijati, tidak adanya tindakan kemudian mendorong kekerasan seksual di perguruan tinggi terus terjadi.

Pemaparan materi yang diberikan oleh Triwijati banyak menarik pertanyaan dari para partisipan, salah satunya adalah Lugina Maulidya. “Bagaimana cara menghadapi kasus pelaku kekerasan seksual yang dibela sehingga korban merasa terintimidasi dan tidak bisa bertindak?” Menjawab pertanyaan tersebut, Triwijati menjelaskan bahwa kasus tersebut tidak bisa dihadapi sendiri. “Jika menghadapi hal tersebut, kita harus meminta dukungan pada jaringan,” jelasnya. Menurutnya, korban dapat meminta dukungan kepada Forum Pengada Layanan, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Komnas Hak Asasi Manusia (HAM). “Namun, disamping itu perlu adanya perlindungan yang dapat menguatkan korban,” tutupnya. (lts, jv/ven)