Dialog Lintas Agama: Perjumpaan Alamiah Meningkatkan Toleransi samueldim October 14, 2022

Dialog Lintas Agama: Perjumpaan Alamiah Meningkatkan Toleransi

Departemen Pengembangan Karakter Kebangsaan, Multikultur, dan Interprofesional Universitas Surabaya (DPKKMI Ubaya) menyelenggarakan dialog lintas agama di Perpustakaan lantai 5 Kampus II Ubaya. Dengan topik ‘Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat’, acara bertujuan memberikan semangat pada anak bangsa sehingga dapat pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat pascapandemi Covid-19. Kegiatan diisi oleh Rm. Aloysius Widyawan, Pr., selaku Dosen Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya sekaligus Imam Keuskupan Surabaya. Diselenggarakan pada Kamis, 13 Oktober 2022, dialog ini diikuti oleh ratusan peserta kalangan Ubaya dari berbagai fakultas dan agama.

Terkait dengan topik, Aloysius mengungkapkan bahwa pulih diartikan sebagai kembali ke kondisi semula atau sembuh dari luka. Sementara itu, bangkit berarti bangun dari kerapuhan atau situasi tidak berdaya. Apabila digabungkan, kedua kata tersebut memiliki makna keluar dari situasi ‘sakit’ dan tak berdaya akibat pandemi Covid-19. Dengan begitu, masyarakat dapat menuju ke keadaan yang jauh lebih baik dan menjadi kuat dalam waktu sesegera mungkin.

Agar dapat membahas secara lebih mendalam, Aloysius terlebih dahulu menjelaskan mengenai Ajaran Sosial Gereja (ASG) yang menjadi dasar acuan topik pembahasan. “ASG sendiri adalah ajaran resmi Gereja Katolik berupa tanggapan dan refleksi iman atas berbagai persoalan sosial yang berdampak luas pada kehidupan manusia, gereja, dan masyarakat,” paparnya. Berkenaan dengan topik, Aloysius menyebutkan bahwa terdapat tiga hal terkait ASG yang diharapkan dapat muncul di masa pandemi lalu. Harapan tersebut, yaitu: reaksi cepat dan tanggap masyarakat untuk menyelamatkan nyawa, tingginya tingkat solidaritas, dan adanya kesadaran baru mengenai ‘kita’.

Aloysius juga menjabarkan skema umum pengimplementasian ASG terkait dengan topik dialog, yaitu: see, judge, dan act. Melihat atau mengamati dalam masa pandemi memiliki tiga makna, antara lain: menyingkap kerapuhan jasmani, rohani, dan sosial manusia, keterkaitan satu sama lain, serta situasi ketidakadilan. Sementara itu, judge berarti merefleksikan ajaran mengenai kebaikan yang telah disampaikan oleh para nabi, rasul, dan orang kudus. Berikutnya adalah act yang memiliki arti turut bergerak menerapkan nilai-nilai moralitas dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga hal ini menjadi upaya yang dilakukan gereja untuk membantu menyelesaikan berbagai masalah sosial yang dialami umat manusia.

Pada sesi tanya jawab, salah seorang dosen Ubaya mengajukan sebuah pertanyaan. “Bagaimana cara meningkatkan rasa toleransi agar dapat meminimalisasi terjadinya perselisihan antaragama?” tanyanya. Menjawab pertanyaan tersebut, Aloysius memaparkan bahwa perselisihan antaragama dapat diatasi dengan perjumpaan alamiah. “Perjumpaan alamiah yang dimaksud adalah pertemuan umat antaragama dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya. Dengan begitu, dimungkinkan adanya pemahaman yang lebih mendalam mengenai agama lain sehingga dapat timbul toleransi.(RE1, jes)