My Body My Rights: Ruang Aman untuk Berbagi Cerita samueldim September 25, 2022

My Body My Rights: Ruang Aman untuk Berbagi Cerita

Reportase Warta Ubaya (@wartaubaya)

Kelompok Studi Gender dan Kesehatan Universitas Surabaya (KSGK Ubaya) kembali mengadakan Training Seksualitas setelah vakum selama dua tahun akibat pandemi Covid-19. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari sejak 23 hingga 25 September 2022. Mengusung tajuk ‘My Body, My Rights‘, kegiatan ini bertujuan untuk menekankan bahwa para peserta memiliki otoritas terhadap tubuhnya sendiri.

Training Seksualitas X mengundang beberapa narasumber yang ahli di bidangnya, antara lain: Dr. Dra. N.K. Endah Triwijati M.A., Psikolog., Siti Mazdafiah S.S., MWS., Dra. Astrid Wiratna, Psikolog., Khanis Suvianita, M.Psi., MA., Teguh Wijaya Mulya S.Psi., M.Ed., Ph.D., Harry, S.Psi., M.Psi., Psikolog., Aan Anshori, dan Rafael H. Da Costa. Sedikitnya puluhan peserta dari kalangan mahasiswa Ubaya maupun umum turut berpartisipasi dalam kegiatan yang digelar secara offline di Ruang PD 1.3 Fakultas Psikologi Ubaya.

Training seksualitas merupakan salah satu kegiatan yang diselenggarakan oleh KSGK Ubaya dalam rangka memaparkan materi mengenai seksualitas,’ tutur Merry Anggraeni, mahasiswi Fakultas Psikologi Ubaya angkatan 2019 sekaligus Ketua Pelaksana. Menurutnya, kegiatan ini perlu diadakan mengingat Indonesia masih menganggap seksualitas sebagai hal yang tabu.

Bahkan tak sedikit pula yang menganggap bahwa hal tersebut hanya berkaitan dengan hubungan seksual. Padahal, masih banyak hal lainnya yang bisa dipelajari terkait seksualitas. ‘Kegiatan ini sebagai ruang aman bagi laki-laki maupun perempuan untuk menceritakan pengalaman kekerasan seksual dan hal kurang menyenangkan lainnya maupun pertanyaan yang belum ada jawabannya,’ sambungnya.

Lebih lanjut, Merry menjelaskan beberapa rangkaian acara dalam Training Seksualitas X, yaitu: pemaparan materi, diskusi, praktik, dan role play atau drama. ‘Pada sesi praktik, peserta akan menggambar bagian tubuh beserta titik-titik tertentu yang membuat mereka merasa bangga memilikinya, jadi tujuannya agar bisa mengenali tubuh sendiri,’ jelas Merry.

Sementara untuk sesi drama, peserta akan membacakan naskah yang telah disiapkan oleh pembicara. Hal tersebut pun menjadi alasan utama Training Seksualitas X diselenggarakan secara offline. ‘Dikarenakan terdapat rangkaian acara seperti role play atau drama yang tidak memungkinkan untuk dilaksanakan secara online, maka kami memutuskan untuk mengadakan kegiatan secara offline agar peserta bisa lebih aman dan leluasa dalam bercerita,’ ujar Merry.

Melalui kegiatan ini, Merry berharap agar peserta nantinya dapat membantu orang lain yang mengalami peristiwa kekerasan seksual. ‘Hal-hal terkait seksualitas masih dianggap tabu sehingga sulit bagi seseorang yang mengalaminya untuk bercerita,’ papar Merry. Padahal, hal tersebut bisa mengakibatkan korban merasakan berbagai dampak negatif, salah satunya menjadi murung. ‘Jadi, harapannya setelah acara ini selesai, orang-orang bisa lebih sadar dan peduli terhadap korban yang mengalami kekerasan seksual ataupun hal lainnya,’ tutup Merry.(dhi)