Anti-Inflammatory Agents: Obat-Obatan Sintetis vs Herbal hayuning August 25, 2022

Anti-Inflammatory Agents: Obat-Obatan Sintetis vs Herbal

Pada 24-25 Agustus 2022, Fakultas Teknobiologi bersama dengan Fakultas Farmasi Universitas Surabaya (Ubaya) mengadakan Natural Resources and Life Sciences (NRLS) 2022 dengan tajuk “Biotechnology-Pharmacy-Driven Research and Product Development”. Konferensi berskala internasional ini diadakan untuk membuka forum diskusi dan workshop yang membahas serba-serbi teknobiologi, farmasi, serta deteksi komponen senyawa halal.

“Kontribusi biologi molekuler terasa sangat signifikan selama dua tahun terakhir pada masa pandemi, terutama dengan penemuan metode tes Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mengidentifikasi penularan virus Covid-19,” ujar Dr. Ir. Benny Lianto, M.M.B.A.T., selaku Rektor Ubaya dalam sambutan pembukaan serangkaian NSLS 2022.

Terkhusus pada konferensi hari pertama, Tjie Kok, S.Si., M.Si., Apt., Ph.D., selaku dosen Fakultas Teknobiologi Ubaya hadir sebagai pemateri pada Keynote Session 1. Setidaknya ratusan partisipan dari kalangan Ubaya dan umum turut memeriahkan konferensi NRLS yang diselenggarakan melalui Zoom.

Membuka materinya, Tjie menjelaskan secara mendasar mengenai inflamasi yang beraktivitas pada tubuh manusia. Inflamasi adalah respon protektif tubuh meliputi sel imun, pembuluh darah, dan mediator molekuler yang biasanya ditandai dengan kemerahan, panas, pembengkakan hingga kehilangan fungsi organ. “Banyak penyakit kronis yang disebabkan atau berpondasi dari inflamasi kronis, seperti diabetes, asma, alzheimer, kanker, dan lain-lainnya,” papar Tjie. Pada umumnya, inflamasi timbul saat virus, bakteri, atau trauma benturan mengenai tubuh kita yang biasanya diatasi dengan pengonsumsian obat-obatan sintetik maupun herbal.

Kendati memiliki efek cenderung instan pada peredaan inflamasi, pengonsumsian obat-obatan sintetik memiliki dampak yang buruk terhadap tubuh kita jika dikonsumsi dalam waktu jangka panjang. Hal ini dikarenakan produksi obat-obatan sintetik memanfaatkan bahan-bahan kimia. “Kekayaan herbal Indonesia ternyata memiliki efek yang luar biasa sebagai obat anti-inflamasi,” pukau Tjie. Selain memiliki efek yang lebih ringan, obat anti-inflamasi herbal menunjukkan hasil yang lebih signifikan. Hal ini dibuktikan Tjie melalui hasil penelitian dan uji klinis dari berbagai laboratorium. “Beberapa penduduk lokal bahkan berhasil membuktikan bahwa obat-obatan memiliki dampak yang lebih nyata sebagai anti-inflamasi,” ujar Tjie.

Pemaparan materi oleh Tjie, berhasil menarik banyak rasa penasaran para partisipan. Salah satunya Syela Angelica, mahasiswi Fakultas Teknobiologi Ubaya. “Secara keseluruhan, apakah obat herbal lebih baik dibandingkan obat sintetik dalam berperan sebagai agen anti-inflamasi?” Menjawab pertanyaan tersebut, Tjie menjelaskan bahwa penilaian tersebut tergantung jangka penggunaan obatnya. “Pengonsumsian obat-obatan herbal menjadi alternatif terbaik dalam mengatasi penyembuhan jangka panjang bahkan seumur hidup. Sedangkan obat-obatan sintetik baik digunakan untuk proses penyembuhan yang cenderung lebih singkat.” tutup Tjie.(mon)