Diskusi Preparing for the Future, Bahas Tantangan Perguruan Tinggi Kedepan samueldim April 13, 2022

Diskusi Preparing for the Future, Bahas Tantangan Perguruan Tinggi Kedepan

Universitas Surabaya (Ubaya) berkomitmen untuk terus berkontribusi dan relevan kepada masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan adanya Diskusi “Preparing for the Future” yang diikuti oleh pimpinan Universitas, pimpinan Fakultas, serta pimpinan Unit yang ada di lingkup Ubaya. Diskusi Internal yang diadakan pada Rabu, 6 April 2022, ini dilaksanakan secara luring pada Perpustakaan lt 5, Kampus Ubaya II Tenggilis. Dimoderatori oleh Ananta Yudiarso S.Sos., M.Si., selaku Wakil Dekan I Fakultas Psikologi Ubaya, kegiatan ini menghadirkan Prof. Dr. Satryo Soemantri Brodjonegoro, selaku Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).

Dr. Ir. Benny Lianto, M.M.B.A.T., menjelaskan bahwa pertemuan hari ini difokuskan memprediksi apa hal-hal dan tantangan ilmu pengetahuan yang akan ada kedepan. “Saya optimis kalau buat Ubaya, tapi harus ada syarat. Kalau kita tetap seperti ini akan tetap bermasalah,” ungkap Benny. Ia juga memaparkan bahwa pertemuan hari ini juga membahas bahwa peranan kampus akan berubah, ada shift besar dari tidak cukup hanya sekadar transfer of knowledge.

Prof. Satryo pun membahas bahwa tema diskusi kali ini sangat disukai olehnya. Pasalnya, “Preparing for the Future” atau mempersiapkan diri di masa depan adalah hal yang diperlukan bagi sebuah perguruan tinggi. “Penting sekali dan tidak bisa menunggu,” terang Prof. Satryo. Ada urgensi yang cukup besar disana. Ia pun menjelaskan bahwa Ubaya sebagai Perguruan Tinggi Swasta memiliki kelebihan untuk berbuat lebih cepat, lebih segera, lebih fleksibel jika dibanding teman-teman PTN.

Paradigma new learning yang akan ada harus mengedepankan pemberdayaan mahasiswa. “Sebab masa depan manusia tergantung pada ketercapaian dan kesuksesan proses pembelajaran,” ungkap Prof Satryo. Ia pun berharap bahwa proses conventional learning akan berubah. Ia mengutip McKinsey, sebagai sebuah lembaga konsultan terkemuka di dunia. Pada tahun 2030 akan ada 23 juta pekerjaan yang hilang karena otomasi, namun akan ada tambahan 27-46 juta pekerjaan baru. Dari sejumlah pekerjaan tersebut, akan ada 10 juta pekerjaan baru yang belum pernah ada sebelumnya. “Dan karena belum ada, siapa yang bisa mengajari?” tanya Prof. Satryo.

Pada akhir pemaparan, banyak pertanyaan yang disampaikan. Salah satunya adalah dr. Risma Ikawaty Ph.D., Wakil Dekan 1 Fakultas Kedokteran yang menanyakan terkait perubahan generasi, khususnya perbedaan resiliensi generasi jaman sekarang yang sudah berbeda. Prof Satryo pun menekankan bahwa sudah sewajarnya berbeda. “Kita yang harus mengubah cara kita mendidik. Harus membuat mereka cukup gigih belajar,” jelasnya. Jaman sekarang mahasiswa sudah bisa dapat banyak ilmu, buka medsos dapat ilmu. Karena banyak peluangnya, dosen menjadi prioritas ke sekian.

Di akhir acara, terdapat penyerahan beberapa cinderamata untuk Prof Satryo. Salah satunya pemberian salah satu jurnal cetak dari Ubaya, yakni ANIMA Indonesian Psychological Journal, dan pemberian buku 50 tahun Ubaya oleh Anton Prijatno S.H., Ketua Yayasan Ubaya. “Ubaya harus betul-betul mempersiapkan diri supaya tetap relevan mengikuti perubahan,” tutup Anton.

Benny berharap bahwa melalui pertemuan ini para pemegang keputusan strategis di Ubaya dapat mendapat insight mengenai apa yang harus dilakukan khususnya untuk menjawab relevansi Ubaya di masyarakat.(sml)