Digertak Pelaku, Ini yang Harus Dilakukan Korban Pelecehan Saat Terintimidasi samueldim March 2, 2022

Digertak Pelaku, Ini yang Harus Dilakukan Korban Pelecehan Saat Terintimidasi

Baru-baru nama presenter Gofar Hilman kembali ramai dibicarakan terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang ia lakukan.
Kasus tersebut mencuat dari pengakuan pemilik akun Twitter @quweenjojo. Pada Juni 2021, pemilik akun mengaku jika telah menjadi korban pelecehan seksual oleh Gofar Hilman di sebuah klub malam.
Lama berselang, pada 11 Februari 2022, pemilik akun kembali muncul dan membuat sebuah pengakuan mengejutkan. Ia mengaku tak pernah dilecehkan secara seksual oleh Gofar Hilman, dan ia menyebut jika cuitan yang sempat viral itu hanyalah sebatas tudingan palsu.
Bahkan sebelum video klarifikasi itu beredar, LBH Apik membenarkan ada salah satu pelapor yang mencabut laporannya terhadap Gofar Hilman. Di mana p encabutan tersebut dilakukan pada 10 Februari 2022.
Lantas bagaimana tanggapan pakar hukum mengenai hal tersebut?
Menanggapi hal itu, Dekan Fakultas Hukum dari Universitas Surabaya (Ubaya) Dr Yoan Nursari Simanjuntak SH MHum, mengatakan, jika sebenarnya korban mempunyai hak untuk melaporkan kasus yang dialami. Bahkan seiring kasus tersebut bergulir, korban juga telah dikawal oleh LBH Apik.
‘Artinya secara jalur hukum, dia juga sudah dikawal dengan korban lainnya. Dari sana, dia sebagai korban berhak melaporkan adanya pelecehan seksual. Dan secara hukum, pasti ada satu keharusan untuk bisa membuktikan semua unsur-unsurnya kalau itu benar-benar masuk di dalam kategori yang diaturdi dalam pasal 294 KUHP tentang perbuatan cabul,’ kata Yoan ketika dihubungi Basra, Senin (14/2).
Yoan juga menyebut, disaat korban speak up harus ada perlindungan baik kepada korban ataupun saksi dari pihak terkait mengenai kasus yang sedang dialami korban.
‘Sebetulnya kalau dia bersikukuh bisa membuktikan, bukti-buktinya lengkap sesuai dengan bukti yang dikenali di dalam hukum maka tidak perlu khawatir,’ ucapnya.
Yoan menuturkan, dalam kasus yang terjadi saat ini persoalannya tidak hanya pada hukumnya saja. Melainkan ada hal-hal lain yang bisa mempengaruhi.
‘Mungkin ada hantaman dari pelaku dengan mau melaporkan balik dengan pencemaran nama baik. Itu kan sudah membuat korban seperti digertak balik. Lalu saya melihat sekeliling korban juga seberapa jauh dia bisa mendukung korban. Karena dia ini mengalami peristiwa itu saja sudah menghancurkan dia secara psikis. Dan untuk memulihkan itu kan butuh support juga dari lingkungannya,’ tuturnya.
Selain itu, dukungan keluarga terutama orang tua juga sangat diperlukan untuk memulihkan kondisi korban ketika masalah tersebut terjadi.
‘Artinya keluarga sebagai penompang utama harusnya ada di belakang dia untuk menguatkan. Yang penting ungkapkan kebenaranmu,’ tambahnya.
Terlepas dari kasus tersebut, Yoan mengatakan jika para korban pelecehan seksual harus berani berbicara. Selain itu, masyarakat juga harus peka dengan adanya kasus yang sedang terjadi.
‘Jika ada kasus pelecehan seperti ini kita janga baik menyalahkan kalau si perempuan yang nakal. Itu kan enggak boleh. Hal lain yang berkaitan yaitu adanya dukungan dari media untuk memberikan edukasi kepada masyarakat untuk tidak memberikan satu judgement atau penghakiman pada korban. Misal kalau korban ada hal-hal yang tidak benar ya biar aja nanti di selesaikan dalam proses hukumnya. Jangan sampai ada stigma-stigma tertentu. Penegak hukum juga harus bisa ada dalam posisi yang benar,’ jelasnya.
Yoan juga berpesan kepada para korban yang mengalami kejadian serupa untuk tidak tutup mulut dan berani menyuarakan kebenaran yang ada.
‘Memang tidak mudah untuk bisa membuka diri, karena ini kaitannya dengan kultur masyarakat kita juga. Tetapi kalau dia ingin hidup lebih baik dan meninggalkan persoalannya, itu artinya harus ada ketuntasan. Artinya hidup ini kan kita perlu ketuntasan dan clear untuk hidup kita sendiri, dan hidup ini perlu memberi arti untuk sesama kita yang mungkin memgalami hal serupa dengan dia,’ pungkasnya.
Sumber: kumparan.com