Anak dan Remaja Korban Bencana Butuh Pendampingan Berkelanjutan samueldim December 21, 2021

Anak dan Remaja Korban Bencana Butuh Pendampingan Berkelanjutan

Anak dan remaja korban bencana kerap terlupakan karena penanganan dan pemberian bantuan lebih banyak menyasar orang dewasa. Selain kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian dan obat-obatan, anak dan remaja korban bencana memerlukan pendampingan psikologis.
BATU, JAWA TIMUR (VOA) mdash;
Bencana alam seringkali menyisakan cerita sedih dan sekaligus harapan akan hari esok yang lebih baik, terutama bagi orang yang menjadi korban bencana. Salah satunya adalah Famirza, seorang gadis remaja yang baru masuk kuliah semester pertama di salah satu perguruan tinggi swasta di Malang. Ia turut merasakan dampak bencana banjir bandang yang melanda kampung halamannya, di Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur.
Banjir bandang pada 4 November itu menghanyutkan sedikitnya delapan rumah warga, merusak belasan rumah dan fasilitas umum, memutus jembatan, serta melenyapkan lahan yang menjadi tempat mencari nafkah, termasuk lahan kebun milik paman dan bibi Farmiza. Kedua orang yang sudah dianggapnya sebagai orang tua ini pun hanyut tersapu banjir bandang dan ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Sementara orang tua Famirza sendiri ketika bencana terjadi sedang berjualan tanaman di tempat lain.
“Belum sampai rumah sudah dikabari, sudah ditelepon katanya di sini banjir, rumahnya sudah habis. Kemudian Ibu dan Bapak kembali lagi ke sini, ternyata sudah habis semua, Budhe dan Pakdhe sudah dicari tidak ada, semuanya sudah tidak ada,” komentarnya.
Keluarga paman dan bibi Famirza, adalah saudara tertua di keluarganya. Rumah mereka sering ditinggali anak cucu maupun para keponakannya. Hilangnya rumah pamannya, kata Famirza, tentu saja menjadikan anak cucu yang masih kecil harus pindah ke rumah kerabat yang lain.
“Yang biasanya tidur di sana ada tiga orang. Yang dua ini dijemput untuk sekolah waktu itu, sekolah pagi. Kemudian yang tiga anak ini juga dijemput sama orang tuanya, mau dibawa ke rumah mertua. Biasanya tidur di sana, sekarang ya baju-bajunya sudah habis semua, kan tidurnya di sana, mau berangkat juga dari sana. Ya alhamdulillah buku-bukunya sudah dibawa ke rumah mertuanya itu, buku-buku sekolah. Tapi untuk seragam, baju-baju semuanya sudah habis, habis semua,” jelas Famirza.
Pemerintah Janji Bangun Kembali Rumah Warga
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, maupun Wali Kota Batu, Dewanti Rumpoko, sebelumnya telah menegaskan akan membangunkan kembali rumah warga yang terbawa banjir bandang, maupun yang harus direlokasi dari sekitar sempadan sungai. Famirza berharap pemerintah juga memperhatikan hilangnya lahan pekerjaan, ternak, serta harta benda warga yang terbawa banjir, yang menjadi sumber penghidupan warga.
“Kan di sini itu tidak hanya rumah yang hilang, ada perkebunan, dan itu satu-satunya untuk mencari uang. Ya untuk kehidupan sehari-hari itu ya dari sana, kan itu kebun. Maka itu, kalau bisa ya diusahakan bagaimana baiknya, entah dicarikan yang baru buat yang lebih aman, atau bagaimana, nanti pemerintah yang mengurus, soalnya kasihan itu juga (jualan) bunga-bunga kan di sini sedang ramai-ramainya,” kata Famirza.
Selain harus pindah atau mengungsi ke rumah kerabat yang lain, warga yang menjadi korban banjir bandang masih dihinggapi kekhawatiran akan nasib dan masa depan mereka. Famirza menyebut banjir bandang ini telah mengubah kebiasaan hidup warga, sehingga harus mengawali lagi untuk beradaptasi di tempat yang baru.
“Untuk adik-adik kan pasti butuh adaptasi baru, nah itu pasti waktinya tidak sedikit, waktunya lama. Harapan saya, pemerintah mengadakan apa gitu untuk adik-adik biar traumanya itu hilang. Dengan waktu yang cepat, adaptasi lagi untuk itu, apalagi lokasinya masih di Dusun Sambong, tetap di satu dusun,” jelasnya.
Menurut Famirza, sedikitnya ada 15 anak yang terdampak langsung banjir bandang akibat rumah tempat tinggalnya rusak atau hanyut. Mereka kini kehilangan tempat untuk tumbuh dan bermain yang aman. Selain itu masih ada sekitar 200 anak yang tidak terdampak langsung, namun turut mengalami trauma akibat bencana.
Pendampingan Anak dan Remaja Pasca Bencana, Pulihkan Trauma
Yayasan Arek Lintang (ALIT) Indonesia telah berupaya mendampingi anak dan remaja yang menjadi korban banjir bandang sejak awal terjadinya bencana. Menurut Program Manager ALIT Indonesia, Rakai Kurmavatara, pendampingan terhadap anak akan terus dijalankan, dengan menemani anak-anak belajar, bermain, dan memulihkan trauma.
“Di wilayah Bulukerto ini, memang kami sebelumnya sudah ada, dan sebagai bentuk tindak lanjut ini kami akan terus melakukan pendampingan, seperti trauma healing, dan merdeka belajar serta bermain bersama di waktu-waktu tertentu, mungkin ini sampai tanggap bencana ini selesai kita akan tetap teruskan, entah itu seminggu tiga kali atau dua kali,” kata Rakai Kurmavatara.
Selain Kota Batu di Jawa Timur, sejumlah daerah mengalami bencana alam, seperti banjir bandang di Kabupaten Garut, Mamasa di Sulawesi Barat, Kabupaten Kapuas Hulu di Kalimantan Barat, serta banjir dan tanah longsor yang melanda Kabupaten Cilacap di Jawa Tengah.
Puluhan hingga ratusan rumah terdampak akibat bencana itu, sehingga warga yang tinggal di lokasi bencana mengalami trauma serta gangguan kesehatan. Anak-anak dan remaja kadang terabaikan penanganannya, dibandingkan penananan terhadap orang dewasa dan perbaikan fisik lokasi bencana. Padahal, persoalan psikologis tidak dapat langsung dipulihkan dalam waktu singkat.
Tak Semua Anak Siap Mental Hadapi Bencana
Listyo Yuwanto, Dosen Psikologi, Universitas Surabaya (Ubaya), mengatakan anak-anak termasuk kelompok rentan yang belum memiliki kesiapan secara mental menghadapi situsi bencana, baik dari keluarga maupun sekolah. Kondisi ini mengkhawatirkan karena ingatan terkait bencana dapat tersimpan dalam kurun waktu yang lama.
Listyo menyoroti sisi kebijakan pemerintah yang masih didominasi penanganan fisik, dan belum banyak menyentuh persoalan terkait psikologis anak. Tindak lanjut pendampingan dan pemulihan dampak psikologis harus terus diberikan, agar kondisi tersebut tidak berkembang menjadi sesuatu yang mempengaruhi pertumbuhan anak.
“Di kebijakan itu masih lebih banyak ke arah fisik. Bahwa sebenarnya anak-anak ini termasuk kelompok rentan, tapi belum diatur secara spesifik di kebijakan-kebijakan, terutama di masing-masing daerah yang diturunkan dari kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007.’
‘Disebutkan bahwa anak-anak, lansia, orang tua memang rentan, tetapi tindak lanjutnya kebawah itu, implementasinya tidak konkrit. Jadi pokoknya anak-anak sudah dikasi makanan, dikasi minuman, tempat pengungsian yang layak, tapi sisi psikologisnya tidak banyak tersentuh,” jelas Listyo.
Listyo berharap pendampingan anak yang terdampak bencana harus dilakukan secara berkesinambungan, tidak cukup hanya pada saat bencana terjadi. Secara psikologis kata Listyo, perlu diberikan pengurangan risiko bencana, mulai fase psychological first aid, skills for psychological recovery, dan mental health treatment. [pr/em]
Sumber: voaindonesia.com