Bahas Kekerasan Seksual Bersama LPPM Ubaya samueldim August 4, 2021

Bahas Kekerasan Seksual Bersama LPPM Ubaya

Designed by Freepik

Rabu, 7 Juli 2021 Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Surabaya (LPPM Ubaya) kembali mengadakan Seri Edukasi Masyarakat 2021. Pada seri ke-40 ini, tema yang dibawakan yaitu “Cegah, Kenali, dan Tangani Dampak Kekerasan Seksual”. Webinar ini diselenggarakan guna membagikan pengetahuan pada masyarakat mengenai topik yang terkait dengan keilmuan dari dosen di Ubaya. Berlangsung menggunakan zoom, sedikitnya 59 peserta dari berbagai daerah hadir pada acara hari itu. LPPM Ubaya mendatangkan dua narasumber, yakni: Dr. Dra. N.K. Endah Triwijati, M.A selaku Direktur Kelompok Studi Gender dan Kesehatan Fakultas Psikologi Ubaya serta Ananta Yudiarso, S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Psikologi Ubaya.

Diskusi dibuka oleh Endah dengan membawakan materi “Kekerasan Seksual Pencegahannya”. Menurutnya, isu kekerasan seksual selalu ada dan meningkat terutama di kondisi COVID-19. “Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan mengatakan bahwa kekerasan seksual meningkat hingga 900 persen, terutama yang berbasis online,” jelasnya. Endah menuturkan bahwa kekerasan seksual dapat menimbulkan physical trauma, psychological trauma, serta fear and control. “Bisa sampai disable bahkan kematian entah karena HIV, bunuh diri, dibunuh, atau korban membunuh pelaku,” ucapnya. Endah menyarankan untuk melakukan kerangka penggerak, seperti: consciousness raising, membangun female male bonding and bridging, serta bicara dari pengalaman pribadi. “Kemudian dukungan sosial pada korban juga sangat penting,” tambahnya.

Ananta melanjutkan diskusi dengan membawakan materi “Gangguan Depresi dan Panik”. Menurutnya, salah satu bentuk dampak dari abuse bisa mengarah ke patologis dalam konteks kejiwaan khususnya depresi dan panik. “Munculnya gangguan ini diakibatkan behavioristik, kognitif, dan psikoanalisis,” ujarnya. Ananta berpendapat bahwa diagnosa depresi dan panik hanya bisa dilakukan oleh psikolog dan psikiater.. Ananta menambahkan alternatif untuk mencegah terjadinya depresi dan panik yakni olahraga serta melakukan pelatihan pernafasan.

Pembahasan materi menarik banyak pertanyaan dari para peserta, salah satunya Nicolas Fonda. “Apa acuan dari perilaku catcalling agar dapat dikatakan demikian, mengingat standar setiap orang berbeda-beda?” tanyanya. Endah menjawab bahwa isu kekerasan itu memaksa kita untuk sangat mendengarkan subjectivity. Jadi subjectivity yang dirasakan oleh korban menjadi hal yang utama dan harus diperhatikan. “Ketika seseorang merasa bahwa dengan kata-kata dan cara pandang seperti itu dia direndahkan, maka hal tersebut sudah menjadi perilaku catcalling,” jawabnya. (et)