Ekonomi Berkontraksi Lebih Dalam hayuning January 14, 2021

Ekonomi Berkontraksi Lebih Dalam

JAKARTA ndash; Pemerintah melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, akhirnya mereshy;visi kembali proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 dari sebelumnya minus 1,7 hingga minus 0,6 persen menjadi minus 2,2 hingga minus 1,7 persen. Revisi dengan perkiraan kontraksi ekonomi yang lebih dalam karena ketidakpastian yang tinggi akibat pandemi Covid-19.

Revisi tersebut merupakan yang keempat kalinya sebagaimana dilakukan oleh beberapa lembaga lainnya, seperti Bank Dunia, OECD dan Bank Pembangunan Asia (Asia Development Bank/ADB) serta tiga kali oleh Dana Moshy;neter Internasional (IMF).
Dalam review terakhir, ADB memperkirakan ekonomi Indonesia tahun ini berkontraksi 2,2 persen, sedangkan IMF memproyeksikan kontraksi mencapai 1,5 persen. Sementara itu, Bank Dunia juga memperkirakan ekonomi Indonesia berkontraksi 2,2 persen serta OECD sedikit lebih dalam dengan kontraksi 2,4 persen.
Dalam outlook versi pemerintah, hanya belanja pemerintah yang diperkirakan tumbuh positif yakni 0,3 persen, sedangkan indikator lain seperti konsumsi rumah tangga tumbuh negatif 2,7 hingga 2,4 persen.
“Kemudian, investasi diproyeksi tumbuh negatif kisaran 4,5 hingga 4,4 persen, ekspor kontraksi 6,2 persen hingga 5,7 persen dan impor juga diproyeksi tumbuh negatif kisaran 15 persen hingga 14,3 persen,” kata Menkeu.
Sementara itu, untuk kuartal IV-2020, dia memproyeksi pertumbuhan ekonomi mencapai kisaran minus 2,9 hingga minus 0,9 persen.
Berbeda dengan pemerintah, bank sentral dalam tinjauan kebijakan moneter Desember 2020 yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Erwin Haryono, mengatakan pertumbuhan ekonomi domestik terus membaik secara bertahap dan akan meningkat pada tahun 2021.
Perkembangan tersebut terindikasi pada berlanjutnya kinerja positif sejumlah indikator di November 2020, seperti peningkatan mobilitas masyarakat di beberapa daerah, berlanjutnya perbaikan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur, menguatnya keyakinan serta ekspektasi konsumen terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha.
“Vaksinasi dan disiplin dalam penerapan protokol Covid-19 merupakan kondisi prasyarat bagi proses pemulihan ekonomi nasional ke depan,” kata Erwin.
Dengan kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mulai positif pada triwulan IV 2020 pada kisaran minus 2 hingga minus 1 persen dan selanjutnya meningkat pada kisaran 4,8ndash;5,8 persen pada 2021.
“Stabilitas makroekonomi tetap terjaga. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diperkirakan tetap baik sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal,” katanya.
Nilai tukar rupiah pun terjaga didukung langkah-langkah stabilisasi bank sentral dan berlanjutnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik. Sementara itu, inflasi tetap rendah seiring permintaan yang belum kuat dan pasokan yang memadai. Sejalan kebijakan moneter dan makroprudensial akomodatif Bank Indonesia, kondisi likuiditas tetap longgar dan mendorong penurunan suku bunga.
“Ketahanan sistem keuangan tetap kuat, meskipun risiko meluasnya dampak Covid-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus dicermati,” katanya.
Langkah Nyata
Secara terpisah, Pakar Ekonomi dari Unishy;versitas Surabaya (Ubaya), Bambang Budiarto, mengatakan pemerintah harus mengerahkan daya upaya dan fokus dalam menjaga roda ekonomi agar terus bergerak.
“Keterpurukan ekonomi sebenarnya sudah dimaklumi banyak pihak, termasuk pelaku usaha dan masyarakat. Kalau ada catatan-catatan negatif atas indikator-indikator makshy;roekonomi, mereka sudah sangat memahami semua itu karena pandemi Covid-19,” katanya.
Mencermati hal seperti itu, pemerintah perlu melakukan upaya-upaya nyata agar ekonomi tetap bergairah. Langkah itu lebih penting ketimbang sekadar mengutak-atik besaran angka pertumbuhan lalu merevisinya.
n SB/E-9
Sumber: koran-jakarta.com