Pancasila Perisai Radikalisme hayuning December 11, 2020

Pancasila Perisai Radikalisme

Sabtu, 21 November 2020 Konseling Pengembangan Diri Mahasiswa Universitas Surabaya (Ubaya) mengadakan webinar yang bertajuk Pancasila sebagai Ujung Tombak Anti Radikalisme. Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi dengan beberapa organisasi lain, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Ubaya, Direktorat Pengembangan Kemahasiswaan (DPK) Ubaya, Unit Kegiatan Kerohanian Islam, dan Unit Kegiatan Kemahasiswaan Kristen Protestan Ubaya. Berlangsung menggunakan Zoom, webinar diikuti oleh 655 partisipan. Tujuan diselenggarakannya webinar adalah memberantas radikalisme yang membahayakan persatuan bangsa.

Webinar ini dihadiri oleh dua narasumber, yaitu Dr. Hj. Hesti Armiwula Ken Setiawan n, S.H., M.Hum. selaku ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme dan Ken Setiawan selaku pendiri NII Crisis Center. Hesti merupakan Ketua Laboratorium Hukum Tata Negara di Ubaya. Sedangkan, Ken merupakan mantan anggota NII yang kini telah memutuskan untuk keluar dan mengedukasi masyarakat mengenai radikalisme. Selain itu, John Sinartha Wolo S.Fil., M.Hum. turut hadir sebagai moderator webinar ini.

Mengawali webinar, Aris Surya Putra S, E., M.Ak., selaku ketua DPK Ubaya memberikan sambutannya. Ia mengungkapkan bahwa Ubaya merupakan kampus yang unik karena keberagaman latar belakang yang dimiliki oleh para dosen dan mahasiswa. “Hal ini patut disyukuri karena merupakan bekal ketika kalian memasuki dunia kerja dan tidak bisa pilih-pilih rekan kerja dengan latar belakang seperti apa,” ujarnya. Aris berharap para partisipan dapat menjadi pelaku pemberantas radikalisme melalui webinar ini.

Hesti mengungkapkan bahwa radikalisme dapat hadir di manapin, terlepas dari agama. “Radikalisme itu sesungguhnya ada di dalam diri seseorang berbasis apapun,” ujarnya. Hesti mengatakan bahwa basis radikalisme dapat berupa primordialisme, keyakinan, agama, dan ideologi. “Radikalisme dapat berpotensi ke terorisme dan kita harus paham bahwa terorisme merupakan musuh kita bersama,” ucapnya memaparkan dampak lanjutan dari radikalisme.

Ken Setiawan turut berbagi pengalamannya dalam webinar ini. Ia mengungkapkan bahwa awal bergabung dirinya ke dalam organisasi tersebut karena pemahaman terhadap Pancasila yang salah. Ken mengungkapkan bahwa oknum tersebut memanipulasi ayat-ayat kitab suci tersebut, sehingga tampak bahwa penghormatan Pancasila merupakan salah satu bentuk berhala. “Ketika kita memahami Pancasila dengan benar, kita tidak akan mudah terpengaruh radikalisme,” terang Ken.

Dalam sesi tanya jawab, seorang peserta bernama Vito Prasetia mengajukan sebuah pertanyaan. “Mengapa teror-teror yang ada sering menggunakan atribut Islam, sehingga menimbulkan islamophobia?” tanyanya melalui kolom chat. Menjawab pertanyaan ini, Hesti mengungkapkan bahwa penyebabnya adalah mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam. “Hal ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum teroris untuk merekrut anggota dengan memanipulasi dalil-dalil yang ada,” jelasnya. Hesti juga menambahkan bahwa munculnya islamophobia merupakan keberhasilan para oknum dalam memfitnah agama Islam. (RE1, ET)