Ayo Hentikan Kekerasan Seksual! hayuning December 1, 2020

Ayo Hentikan Kekerasan Seksual!

Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya (Ubaya) berkolaborasi dengan organisasi Konseling Pengembangan Diri Mahasiswa Ubaya dalam mengadakan webinar pada Sabtu, 7 November 2020. Webinar yang bertajuk Stop Sexual Harassment: Ubaya Melawan Kekerasan Seksual ini dilaksanakan melalui aplikasi Zoom. Tujuan dari webinar ini adalah mencegah dan mengurangi kasus pelecehan seksual di lingkungan sekitar, terutama lingkungan Ubaya. Acara ini diikuti oleh 211 partisipan yang terdiri dari kalangan dalam dan luar Ubaya.

Beberapa narasumber yang hadir dalam webinar ini adalah Dr. Dra. N.K. Endah Triwijati M.A., selaku Dosen Fakultas Psikologi Ubaya, Dr. Elfina Lebrine Sahetapy, S.H., LL.M., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Ubaya, dan Agnes Fellicia Budiman S.Psi., M.Psi., selaku Dosen Fakultas Psikologi Ubaya. Selain itu, Dian Noeswantari S.Pi., M.PAA. juga turut hadir sebagai moderator.

Mengawali webinar ini, Aris Surya Putra S, E., M.Ak., selaku ketua DPK Ubaya memberikan sambutannya. “Melalui webinar ini, diharapkan para peserta bisa menjadi agen yang menggaungkan stop sexual harassment di Ubaya,” ujarnya. Ia juga mengutarakan apresiasinya terkait dengan kepedulian mahasiswa terhadap masalah kekerasan seksual yang diwujudnyatakan dalam menghadiri webinar tersebut.

Dalam pemaparannya, Elfina menunjukkan sejumlah data kekerasan seksual yang terjadi dalam lingkup rumah tangga, kampus, dan provinsi. Selain itu, ia juga menggarisbawahi adanya peningkatan kasus marital rape atau pemerkosaan dalam rumah tangga. “Hal ini tidak bisa dianggap sebagai persoalan biasa,” ujarnya dalam menanggapi hal tersebut. Ia mengatakan bahwa bentuk dan cara kekerasan seksual telah berkembang secara dinamis. Hal tersebut dilanjutkan dengan argumen Elfina bahwa Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) perlu disahkan. “Hal itu perlu karena kasus yang dihadapi oleh masyarakat sudah tidak bisa ditangani dengan undang-undang yang telah ada,” lanjutnya.

Endah Triwijati yang akrab dipanggil Tiwi juga memaparkan bahwa kekerasan seksual di kampus harus ditindaklanjuti dengan serius. Ia mengatakan bahwa kekerasan seksual di kampus dapat terjadi di dalam lingkungan kampus maupun di luar lingkungan kampus. “Kekerasan seksual di luar kampus, seperti ketika penelitian di luar kota tidak boleh dibiarkan begitu saja,” ujar Tiwi. Ia mengatakan bahwa pembiaran kekerasan seksual tersebut dapat membuat pelaku merasa aman untuk melecehkan di luar lingkungan kampus. Selain itu, Tiwi juga menjelaskan bahwa ada beberapa tipe pelaku kekerasan seksual. Tipe-tipe tersebut antara lain: publik vs privat, risk-taker vs untouchable, seducer-demander vs passive-initiator, dan obsessive vs donjuan.

Melanjutkan materi kedua narasumber, Agnes Felicia memberikan pemaparan mengenai trauma healing. Ia menjelaskan bahwa sangat penting untuk menyembuhkan trauma dari pengalaman kekerasan seksual. “Korban dapat berpotensi menjadi pelaku jika ada permasalahan yang tidak terselesaikan dengan baik,” papar Agnes. Ia juga memberikan beberapa tips agar dapat menyembuhkan diri dari pengalaman traumatis tersebut. Beberapa tips tersebut antara lain: bergerak, tidak mengurung diri, mengendalikan emosi atau perasaan, dan menjaga kesehatan.

Di penghujung webinar, diadakan sesi tanya jawab dengan peserta. “Jika kasus pelecehan seksual telah terjadi beberapa tahun lalu, apakah masih bisa diproses di ranah hukum?” tanya Yesa. Menjawab hal ini, Elfina memaparkan bahwa hal tersebut memerlukan adanya bukti. Selain itu, Elfina juga memberikan pengetahuan bahwa sebaiknya korban tidak mandi setelah mengalami pelecehan seksual. Hal ini dilakukan agar tubuh korban masih dapat divisum dan bukti dapat ditemukan. (RE1, ET)