Sejumlah Dosen Lintas Institusi Berbicara Format Baru Pembelajaran Pancasila hayuning June 11, 2020

Sejumlah Dosen Lintas Institusi Berbicara Format Baru Pembelajaran Pancasila

Jakarta – Dalam rangka memperingati hari lahir Pancasila 1 Juni, sejumlah dosen lintas institusi dan lintas agama menggelar diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Ngaji Kristen-Islam yang diampu Aan Anshori, Senin, 1/6, di Facebook.
Kegiatan diskusi tersebut dilaksanakan secara online melalui Stream Yard dan bisa diakses secara langsung lewat akun Facebook Aan Anshori selaku host dan panitia penyelanggara kegiatan. Tema yang diangkat dalam diskusi ini adalah “Pancasilaku Sayang Pancasilaku Malang”. Tema ini diangkat karena pada saat ini Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa terasa tidak sakral lagi. Jiwa gotong-royong sebagai pondasi kebangsaan mulai memudar.
Selain menarik, diskusi tersebut memiliki substansi dalam memaknai momentum hari kelahiran Pancasila. Para narasumber selain menyampaikan gagasan dan refleksinya tentang upaya membangun spirit Pancasila, juga menjelaskan pengalaman pembelajaran Pancasila di institusinya masing-masing. Beberapa pembicara tersebut adalah Prof. Anita Lie dari Universitas Katolik Widyawa Mandala Surabaya, Hary Pratono, Ph.D dari Universitas Surabaya, Lili Kristanti, MM dari Universitas Ciputra, Dr. Imam Sukardi dari Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang, dan Dr. Ali Muhtarom dari Universitas Islam Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
Para narasumber diberikan kesempatan menyampaikan refleksi bagaimana memaknai Pancasila sebagai ideologi bangsa, terutama dalam hubungannya dengan sila pertama yang selain sensitif, juga secara terus-menerus menjadi sumber perbincangan. Selain itu, Aan Anshori sebagai host dan penggagas acara ini juga memberikan kesempatan kepada para narasumber untuk memberikan pandangnya tentang bagaimana langkah strategis dalam menemukan format baru pembelajaran Pancasila supaya bisa lebih menarik dan mengena bagi masyarakat, terutama bagi masa depan generasi millenial Indonesia supaya memiliki kesadaran dan memahami Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.
Prof. Anita Lie menjelaskan pentingnya keadilan dan penanaman keberagaman sejak dini pada masyarakat. Kehidupan homogen membuat setiap kelompok hidup dalam dunianya masing-masing. Kampus UWM yang berafiliasi dengan Katolik sejak lama mendorong terciptanya iklim kemajemukan dalam matakuliah Pancasila.
Penciptaan suasana belajar multikultur juga terjadi di kampus Universitas Surabaya dan Universitas Ciputra. “Kampus kami memang berusaha menjadi kampus multikultur. Kami sekuat tenaga memastikan aspek tersebut terintegrasi dalam sistem pembelajaran kami,” kata Hary Pratono, direktur MKU Ubaya.
Senada dengan Hary, Lili Kristanti mengungkap model pembelajaran multikultur yang diterapkan di Ciputra. Kampus ini terkenal memiliki mahasiswa mayoritas dari kalangan Tionghoa. Setiap mahasiswa dari berbagai latar belakang, menurutnya, diharuskan hidup membaur. “Untuk melengkapi Pancasila, kami punya matakuliah Religion. Diampu satu dosen untuk semua mahasiswa, apapun agamanya,” tukasnya.
Menanggapi maraknya praktek intoleransi di beberapa kampus, Dr. Imam Sukardi menilai Panvasila tidak bisa lagi hanya diajarkan sekedar teori. Idelogi Pancasila harus diterapkan semua orang. Ruh Pancasila, menurut pria ini, terletak pada kegotongroyongan yang tidak mengenal sekat identitas apapun.
Sedangkan Ali Muhtarom menjelaskan pentingnya lembaga pendidikan di dalam menghadirkan penguatan pembelajaran Pancasila. Secara lebih spesifik dikatakan dosen UIN SMH Banten ini bahwa ada kesan kurang serius dari praktik pembelajaran mata kuliah Pancasila atau Pendidikan Kewarganegaraan di beberapa kampus, terutama yang ada di PTKI. Indikasi tersebut bisa dilihat dari dua aspek. Pertama, dari aspek kelembagaan yang menempatkan beberapa dosen pengampu mata kuliah ini dengan asal. “Bagaimana pembelajaran Pancasila yang menuntut pembentukan kesadaran berbangsa melalui penanaman sikap gotong-royong menjadi second-class atau malah paling bawah, misalnya dengan asal comot dosen”.
Kedua, munculnya doktrin keagamaan transnasional yang memiliki agenda ingin mendirikan negara berdasarkan sistem teokrasi seperti agenda ingin mendirikan khilafah. Doktrin ini menurut Ali sudah menggoyahkan, bahkan meredupkan semangat kebangsaan sebagian mahasiswa.
Dosen yang juga penulis buku “Ideologi dan Lembaga Pendidikan Islam Transnasional di Indonesia” ini kemudian memberikan penekanan pentingnya penguatan literasi keagamaan dan kebangsaan. Penguatan literasi keagamaan dan Kebangsaan tersebut perlu dikuasai oleh segenap civitas akademik, terutama bagi para dosen dan mahasiswa untuk membangun sikap keagamaan yang moderat.
Sedangkan strategi yang ditawarkan Ali dalam menumbuhkan kesadaran Pancasila adalah dengan melakukan kemitraan bersama yang nyata dan bukan sekedar wacana, baik dari pemerintah melalui BPIP, Kemendikbud, Kemenag dan institusi lainnya.
“Kemitraan tersebut tidak hanya dilakukan oleh sesama institusi yang bersifat insider (seagama), tapi juga harus menjangkau pada Institusi yang bersifat outsider (agama lain yang berbeda),” kata Ali.
Acara tersebut berlangsung selama dua jam yaitu dari jam 10.30-12.30. Banyak pertanyaan dan masukan dari peserta diskusi yang bisa dirumuskan sebagai masukan bagi pemangku kebijakan dalam hal penguatan dan pengembangan Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa. (AM)
Sumber: channel9.id