Psikolog Srisiuni, PhD, Pola Asuh Orangtua Demokratis Cocok Bagi Anak Zaman Now hayuning March 26, 2020

Psikolog Srisiuni, PhD, Pola Asuh Orangtua Demokratis Cocok Bagi Anak Zaman Now

Srisiuni Sugoto, Ph.D, (dua dari kiri, kebaya putih) sebagai Narasumber Workshop ‘Mengasuh Anak Zaman Now Bagi Orang Tua/ Pendidik, di Aula Hotel On The Rock Kupang, Sabtu 14 Maret 2020, yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Psikologi Univ.Surabaya – di NTT
‘Saya bukanya menentang gaya dan pola asuh orangtua di NTT, yang selalu dikaitkan dengan pola asuh yang keras dan tegas terhadap anak sejak dini, tapi kalau kita tau bahwa gaya asuh orangtua dengan memukul atau menyakiti anak itu salah, sebaiknya diperbaiki’, hal ini ditegaskan Psikolog Srisiuni Sugoto Ph.D, Dosen dan Psikolog di Universitas Surabaya saat membawakan materi pada Workshop ‘Mengasuh Anak Zaman Now Bagi Orang Tua/ Pendidik, di Aula Hotel On The Rock Kupang Sabtu 14 Maret 2020, yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Psikologi Univ.Surabaya di Nusa Tenggara Timur.
Kepada awak media Srisiuni mengatakan, gaya pola asuh orang tua di NTT dengan memukul atau menyakiti anak yang kadang masih terjadi, sebaiknya di perbaiki tujuannya kita mau mengenalkan bahwa pola asuh, yang demokratis, itu tepat bagi anak -anak zaman now (zaman sekarang, red.) karena pada hakekatnya dalam pengasuhan itu, kita harus memberdayakan anak bukan untuk melemahkan anak atau menyakitkan anak, nanti proses pengalaman dan pembentukan karakter yang diterima anak sejak dini itulah yang kita lihat bahwa yang membentuk konsep-konsep, misalnya ‘kalau saya dipukul artinya saya juga boleh memukul orang lain’, tutur Srisiuni yang menyelesaikan Program Doktor (S3) dari Universitas Kebangsaan Malaysia.
‘Kalau anak ini melihat bahwa sejak kecil selalu disakiti dan bila ada orangtua mengatakan bahwa anak sejak kecil harus ‘dikerasin’ setelah besar menjadi baik, mari kita lihat kualitas dari kepemimpinannya (jika ia jadi pemimpin) bagaimana, apakah dia menjadi pejabat yang di sukai orang ataukah menjadi pejabat yang tidak menghargai orang lain’, tandas Srisiuni Sogoto, Ph.D.
Dari mana dia bisa belajar menghargai orang lain, kalau sejak kecil tidak pernah diajarkan untuk menghargai orang lain, koneksi pertama didalam otak mengetahui bahwa ini konsep kasih, bahwa ini konsep menghargai orang lain, datangnya dari orangtua, kalau si anak tersebut di ‘tumbuk’, di pukul sampai hancur maka anak ini belajar apa dari orang tuanya.
Coba kita amati pejabat yang arogan, kemudian suka memerintahkan dengan kasar pada anak buahnya, dan pejabat itu lupa kalau jabatan hanya sebentar saja, adakah perilaku dia bisa menghargai orang lain, sejak dini anak belajar menggunakan sensorinya, saat umur 0-2 tahun anak akan membentuk konsep-konsep menggunakan senseorinya anak akan belajar dari pertama di sayang atau di pukul dan kemudian direkam didalam otaknya saat berumur 2-7 tahun, anak mulai bisa berpikir masih butuh contoh konkrit yang digrave;hadapi yang dia terima itu adalah ajaran, papar Srisiuni yang juga Dosen aktif pada Universitas Surabaya ini. (christin/fm)
Sumber: wartaperempuan.net