CORONAVIRUS 2019-nCoV, GO-VIRAL! hayuning March 11, 2020

CORONAVIRUS 2019-nCoV, GO-VIRAL!

Penulis : dr. Risma Ikawaty, Ph.D.

Di penghujung tahun 2019, dunia dikejutkan oleh munculnya penyakit “misterius” yang memperlihatkan gejala mirip pneumonia dengan penyebab yang tidak diketahui, yang bermula di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Penyebarannya yang begitu cepat ditambah dengan berbagai berita yang berseliweran di media sosial yang memperlihatkan gejala penyakit yang berat hingga banyaknya korban meninggal dunia, latar situasi kepanikan di rumah sakit, berita tentang lumpuhnya Wuhan layaknya kota mati, dan ditambah lagi isu-isu berbau hoaks seperti bocornya senjata biologi, atau adanya upaya genocide terhadap kelompok tertentu, makin menambah keresahan global.

Di Cina hingga saat ini tercatat lebih dari 130 jiwa meninggal dunia dan ribuan orang telah terinfeksi (data per 30 Januari 2020). Penyakit ini pun dilaporkan sudah menyebar ke negara Asia lainnya seperti Jepang, Taiwan, Thailand, Vietnam, Singapura, Malaysia, dan Korea Selatan. Dan dilaporkan sudah menjangkau Australia, Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat. Sebagai catatan, semua kasus di luar Cina menunjukkan riwayat perjalanan dari Wuhan sebelumnya.

Apa penyebab penyakit ini? Tak lama setelah munculnya kasus ini, para peneliti di Cina segera melakukan isolasi sampel dari penderita. Seminggu sejak dilaporkan pertama kalinya, otoritas kesehatan Cina mengumumkan bahwa penyebab penyakit tersebut adalah virus corona tipe baru (novel) yang diberi nama 2019-nCoV, termasuk dalam keluarga Coronaviridae. Coronavirus sendiri awalnya didapati pada burung dan hewan mamalia saja, tetapi karena adanya mutasi atau perubahan struktur genetiknya, coronavirus ini kemudian mampu “melompat” antar spesies, dari hewan ke manusia, yang menyebabkan penyakit pada manusia (Zoonotic diseases). Tercatat 6 spesies coronavirus yang ditemukan pada manusia dan hewan mamalia lainnya, dua diantaranya adalah SARS-CoV (flu burung) yang muncul di tahun 2002-2003 dan MERS-CoV (camel flu) pada tahun 2012.

Coronavirus, Go-Viral! Penyebaran virus 2019-nCoV melalui terhirupnya partikel virus dalam droplet dari orang yang sebelumnya telah terinfeksi, pada saat batuk ataupun bersin. Partikel virus 2019-nCoV memiliki reseptor yang akan menempel secara spesifik dan masuk ke dalam sel-sel epitel saluran pernapasan manusia. Selanjutnya virus menggunakan perangkat dalam sel (cellular machinery) untuk ber-replikasi menghasilkan jutaan virus baru. Proses memperbanyak diri dari virus ini berlangsung dengan begitu cepatnya, berbeda dengan replikasi bakteri yang lebih lambat. Inilah yang mungkin mendasari jargon every news wants to Go-Viral, not Go-Bacterial!

Mengapa 2019-nCoV begitu menarik diperbincangkan? Virus ini merupakan jenis baru di kalangan coronavirus. Mutasi yang terjadi pada virus ini ternyata tidak hanya mengakibatkan kemampuannya untuk “melompat” antar spesies, tetapi juga bertanggungjawab terhadap transmisi antar manusia.

Analisis sekuens genetik dari 2019-nCoV yang dilakukan di Cina memperlihatkan bahwa virus ini merupakan golongan betacoronavirus yang memiliki kemiripan 86.9% dengan coronavirus yang ditemukan pada kelelawar, dan berbeda dibandingkan SARS-CoV dan MERS-CoV. Temuan ini mendukung hipotesis cross-transmission antar spesies.

Apakah semua orang mudah terinfeksi 2019-nCoV? The golden triangle merupakan faktor penting yang menentukan apakah suatu infeksi virus dapat menimbulkan penyakit atau tidak, yaitu dosis virus, faktor virulensi virus, dan status imunitas (kekebalan tubuh). Diperlukan dosis virus optimum untuk dapat menimbulkan manifestasi penyakit. Infeksi dengan kadar konsentrasi virus yang rendah belum tentu dapat menimbulkan gejala penyakit. Sementara itu, faktor virulensi adalah komponen virus yang ikut serta dalam proses replikasi dan juga ketahanan virus menghadapi sistem imunitas tubuh manusia. Faktor yang tak kalah pentingnya adalah status imunitas. Tubuh kita diperlengkapi dengan sistem imunitas yang kompleks yang berfungsi untuk segera “mengenali, menangkap dan memusnahkan” organisme asing yang masuk ke dalam tubuh. Dalam keadaan sehat, sistem imunitas tubuh kita akan selalu siap siaga terhadap segala macam infeksi sehingga terhindar dari penyakit. Ketiga faktor diatas tidak dapat berdiri sendiri, mereka saling mempengaruhi hingga akhirnya suatu infeksi dapat menimbulkan gejala penyakit.

Bila melihat kasus SARS-CoV dan MERS-CoV, kedua jenis virus ini diketahui menimbulkan gejala yang cukup parah dengan case fatality rate (cfr) hingga 50%. Tetapi apakah 2019-nCoV akan mengakibatkan gejala yang lebih parah dari pendahulunya? Jawabannya belum bisa dipastikan karena dari data yang dilaporkan, kasus kematian terjadi pada orang usia lanjut dengan adanya penyakit lain yang mendasari (cfr saat ini sekitar 3%), sementara infeksi 2019-nCoV pada pasien lain hanya memberikan gejala flu ringan saja. Daya virulensi 2019-nCoV pun belum diketahui, saat ini para peneliti dunia sedang berupaya mengeksplorasi karateristik virus ini termasuk bagaimana virulensinya, pola transmisi, dan manifestasi klinis yang dihasilkan.

Bagaimana gejala yang timbul akibat infeksi 2019-nCoV? Gejala klinis yang diperlihatkan mirip dengan gejala flu biasa, misalnya demam, letih, lemah, lesu dan batuk kering. Pada keadaan yang berat penderita akan mengalami gejala pneumonia, yaitu dengan gejala tambahan berupa menggigil, sesak napas, nyeri dada, atau gejala berat lainnya.

Pengobatan dan pencegahan. Sampai saat ini pengobatan suportif diberikan untuk mengobati gejala yang ada (simptomatis). Vaksin untuk 2019-nCoV belum tersedia, adapun yang beredar saat ini adalah vaksin untuk pneumonia. Upaya yang bisa dilakukan adalah mencegah terjadinya penularan dengan cara meminimalisir kontak dengan penderita, gunakan masker, menutup mulut dan hidung pada saat batuk/bersin, mencuci tangan yang benar menggunakan sabun, dan menunda perjalanan ke daerah sumber infeksi. Segera periksakan diri apabila gejala di atas memberat.

Tidak perlu panik. Terapkan perilaku hidup bersih dan sehat.