Batas-Batas Membangun Kedekatan dengan Anggota Keluarga: Pakai Sudut Pandang Anak hayuning December 23, 2019

Batas-Batas Membangun Kedekatan dengan Anggota Keluarga: Pakai Sudut Pandang Anak

Orang tua perlu membangun kedekatan dengan anak untuk menjalin bonding yang kuat. Kalau begitu, apakah kedekatan itu sendiri memiliki batas? Apakah salah jika seorang anak sangat dengan orang tuanya dan memperlihatkannya dengan gestur tertentu? Apakah ada beda kedekatan antara orang tua dengan anak kandung dan anak angkat?
Setiap keluarga punya cara masing-masing dalam mengungkapkan ras cinta terhadap anggota keluarga. Ada yang bersikap sangat santun, hanya cium tangan. Sebagian lainnya kerap saling memeluk dan bahkan mencium. Ada juga yang hanya mencium pipi atau dahi. Tapi, ada pula yang menganggap wajar kebiasaan mencium bibir.
Menurut Dra. Srisiuni Sugoto, M.Si., Ph.D., psikolog perkembangan dan dosen Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, hal tersebut boleh-boleh saja. Namun, yang kerap menjadi batasan adalah norma sosial atau norma budaya timur yang dianut masyarakat Indonesia. ‘Ortu dan anak mungkin sebaiknya tidak mencium bibir, tapi kan itu bergantung kebiasaan dalam keluarga tersebut. Kalau orang tua menganggap wajar, kan ya tidak apa-apa,’ jelas Srisiuni.
Misalnya, dalam keluarga Ayvia Wulansari, 42. Sejak kecil, Ayvia membiasakan tiga anaknya nutuk memeluk dan mencium ayah dan ibunya. ‘Terutama, Marc Nathanael, 10, putra bungsunya. ‘Marc itu anak cowok satu-satunya, dua kakaknya cewek (usia 14 dan 15 tahun, Red). Makanya, dia cenderung manja, sama saya juga sangat dekat,’ kata Ayvia.
Ayvia bercerita, memang sejak anak-anaknya masih batita, mereka dibiasakan untuk mengungkapkan kasih sayang dimulai dari hal kecil. Misalnya, mengucapkan selamat tidur. ‘Dulu ada kamar sambung, jadi terbiasa kasih salam. Mereka datengin kami, lalu peluk dan cium,’ terangnya.
Hanya, Ayvia mengakui, kini putra tunggalnya tersebut malu kalau dipeluk dan dicium di depan umum. Misalnya, di sekolah. ‘Malu katanya… ha ha ha,’ imbuhnya.
Menurut Srisiuni, orang tua perlu mencontohkan jenis sentuhan yang benar. Misalnya, anak perempuan dengan ayahnya cukup memeluk saja, tidak perlu dipangku. Begitu pula dengan ibu yang perlu mencontohkan cara memeluk dan mencium anak. ‘Tapi, kalau memang sangat dekat dan hal itu menjadi kebiasaan keluarga, ya tidak masalah. Dengan catatan, itu adalah keluarga normal. Artinya, tidak ada perilaku menyimpang,’ jelasnya.
Lantas, bagaimana jika status anak adalah anak tiri atau anak angkat? Menurut Srisiuni, hal tersebut bukan masalah. Sebab, anak tiri atau anak angkat seharusnya sudah dianggap seperti anak kandung. ‘Makanya ada ungkapan bahwa anak kandung dilahirkan dari kandungan ibu dan hati. Tapi, kalau anak angkat memang tidak dilahirkan dari kandungan ibu, melainkan hati ibu,’ urai Srisiuni.
Perlakuan orang tua terhadap anak kandung dan tiri atau angkat hendaknya sama dan tidak dibedakan. Jika ada anggapan bahwa anak tiri atau anak angkat tidak boleh terlalu dekat atau mengungkapkan kasih sayangnya dalam bentuk pelukan dan ciuman itu salah.’ Jangan melihat dari sudut pandang sebagai orang dewasa, melainkan anak-anak,’ ujarnya. Telrebih, anak tiri bisa jadi kurang komunikasi atau memiliki kebiasaan yang berbeda dengan keluarga yang baru.
Yang terpenting, menurut Srisiuni, jangan pernah memarahi anak jika dia melakukan sentuhan di luar batas. Beri tahu pelan-pelan sambil diberi contoh. ‘Kalau tiba-tiba disalahkan, ya anak akan bingung. Apalagi kalau sampai dibilang kurang ajar. Jangan. Coba jangan berpikir terlalu dewasa, tapi posisikan Anda seperti posisi anak,’ tegasnya. (adn/c22/nda)
Sumber: Jawa Pos, 20 Desember 2019