MARI BERJUANG MELAWAN ANCAMAN RESISTENSI ANTIBIOTIK hayuning November 23, 2019

MARI BERJUANG MELAWAN ANCAMAN RESISTENSI ANTIBIOTIK

(dari https://www.australianpharmacist.com.au/world-antibiotic-awareness-week-2019/)

Oleh: Alasen Sembiring Milala
Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Pekan Kesadaran Antibiotik Sedunia (World Antibiotic Awareness Week, WAAW) tahun ini dimulai 18 November dan berlangsung hingga 24 November 2019 dengan tema: ‘Masa depan antibiotik tergantung pada kita semua’. Adalah hal yang sangat penting untuk disadari bahaya ancaman resistensi antibiotik. Minggu inilah sedang dikampanyekan perang melawan resistensi antibiotik di seluruh dunia dengan tujuan untuk meningkatkan kewaspadaan sehingga semua orang dapat memperhatikan dan bertanggung jawab akan penggunaan antibiotik. Kampanye ini menyoroti praktek di masyarakat untuk menghentikan munculnya resistensi dan juga mencegah menyebarnya resistensi. Pekan kesadaran antibiotik diselenggarakan untuk mempromosikan pendidikan global tentang antibiotik, bagaimana cara menggunakan antibiotik, dan apa pula resiko resistensi antibiotik. Tujuan strategis perencanaan aksi global pencegahan resistensi antibiotik adalah peningkatan kesadaran dan pemahaman akan resistensi antibiotik, mengurangi angka kejadian infeksi, mengoptimalkan penggunaan antibiotik, dan memperkuat penelitian dan memastikan investasi berkelanjutan dalam menghadapi resistensi antibiotik.

Beberapa bakteri penyebab penyakit pneumonia, gonorea, dan tuberculosis telah mengalami resistensi terhadap antibiotik yang mengakibatkan kesulitan dalam terapinya. Bila kita tida bertindak cepat maka kita akan mencapai era post-antibiotic, seperti jaman Perang Dunia II, suatu kondisi dimana tidak ada infeksi yang bisa diobati karena bakteri penyebabnya sudah resisten terhadap antibiotik. Pada tahun 2013, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat total kematian sebanyak 700.000 jiwa akibat resistensi terhadap antibiotik. Laporan WHO 2014 menunjukkan masih sedikit negara yang mempunyai program pengendalian resistensi antibiotik. Jika tidak dilakukan pengendalian laju resistensi, maka pada tahun 2050 diperkirakan Anti Microbial Resistance (AMR) akan menjadi pembunuh nomor satu di dunia, dengan tingkat kematian 10 juta jiwa per tahun, melampaui kanker yang sekitar 8 juta.

Oleh karena itu pada tahun 2015 World Health Assembly menyerukan kampanye global untuk meningkatkan kesadaran publik akan resistensi antibiotik dan pemahaman lebih jauh lagi tentang resistensi itu sendiri. Sejak itu setiap tahunnya dilaksanakan pekan kesadaran antibiotik. Pada tahun 2015 temanya Handle with care, yang mengajak seluruh lapisan masyarakat menggunakan antiobiotik dengan benar. Bagaimana caranya? Dengan cara hanya menggunakan antibiotik jika terinfeksi bakteri, memperoleh antibiotik hanya dari fasilitas pelayanan kefarmasian yang resmi (apotek, klinik, puskesmas, rumah sakit), menggunakan dosis yang tepat, dan tidak menggunakan antibiotik pada kasus yang tidak perlu, seperti infeksi virus, infeksi jamur dan penyakit noninfeksi.

WHO telah mengingatkan bahwa resistensi antiobiotik adalah salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan manusia. Namun, kita dapat membantu mencegah terjadinyanya resistensi, setidaknya menundanya dengan menjaga efektivitas antibiotik. Selama sepekan WHO menyoroti masalah resistensi antibiotik dan memberdayakan tenaga kesehatan untuk menjadi bagian dari solusi permasalahan AMR. Tulisan ini juga berusaha menjadi bagian dari solusi tersebut. Agar lebih jelas tentang AMR ini mari kita mempelajari lebih lanjut agar dapat menjadi solusi.

(dari https://www.fao.org/antimicrobial-resistance/world-antibiotic-awareness-week/en/)

Apa yang dimaksud dengan resistensi? Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menahan, melawan, dan menghentikan efek membinasakan dari obat antibiotik. Resistensi terjadi ketika bakteri mengubah mekanisme dalam menghadapi serangan antibiotik. Resistensi ini dapat dipercepat oleh penggunaan antibiotik yang tidak bijaksana seperti penggunaan secara berlebihan. Dalam terapi penyakit infeksi yan disebabkan oleh bakteri, obatnya adalah antibiotik. Namun, bakteri lama-lama bisa beradaptasi dengan antibiotik dan menjadi makin sulit untuk dibunuh. Ini yang disebut dengan resistensi bakteri. Beberapa bakteri secara alami dapat melawan beberapa jenis antibiotik tertentu. Bakteri bisa menjadi resisten terhadap antibiotik jika gen bakteri berubah atau bakteri mendapat gen yang resistan terhadap obat yang diperoleh dari bakteri yang lain.

Apa penyebab resistensi? Ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya resistensi misalnya antibiotik yang diresepkan berlebihan (over prescribing). Perlu dipahami bahwa antibiotik bukan obat yang tepat menangani penyakit akibat infeksi virus, infeksi fungi dan masalah non-bakteri lainya. Antibiotik tidak efektif melawan infeksi virus seperti flu. Jadi ketika kita minum antibiotik padahal tidak sedang diserang infeksi bakteri, kemungkinan resistensi pun meningkat. Selain itu, selama beberapa dekade, sektor perternakan juga menggunakan antibiotik dalam jumlah besar dalam merawat hewan ternak dan tidak hanya sebagai alat untuk mengurangi infeksi tetapi juga digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan hewan.

Bagaimana cara menghalangi terjadinya resistensi? Masyarakat umum dapat mencegah infeksi dengan teratur mencuci tangan, menjaga kebersihan makanan, menghindari kontak dengan orang sakit dan melakukan vaksinasi ulangan (vaksinasi dewasa). Hal lain yang dapat kita lakukan adalah mencegah terjadinya infeksi dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh, menerapkan pola hidup sehat akan membantu mengurangi resiko tubuh terinfeksi suatu penyakit. Edukasi seperti sosialisasi WAAW ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat agar bijaksana dalam menggunakan antibiotik.

Berikut ini adalah Pedoman dari WHO beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mencegah resistensi antibiotik. Hanya menggunakan antibiotik berdasarkan resep dokter, minum antibiotik sampai habis meskipun sebelum habis sudah merasa sehat, jangan pernah menggunakan antibiotik sisa, jangan pernah berbagi antibiotik, dan cegahlah terjadinya infeksi dengan cara mencuci tangan, hindari kontak dengan orang sakit dan lakukan vaksinasi ulangan (vaksinasi dewasa). Cara utama untuk menghindari munculnya bakteri yang resisten adalah dengan mengkonsumsi antibiotik sesuai aturannya.

(dari https://communitymedicine4asses.com/2016/11/13/world-antibiotic-awareness-week-14-to-20-november-2016/)

Ujung tombak dalam mengatasi masalah resistensi ini adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang paling besar perannya dalam program Badan Kesehatan Dunia ini adalah dokter dan apoteker. Yang dapat dilakukan dokter misalnya dengan cara memperbaiki sistem peresepan ketika hendak memberikan obat. Sebelum meresepkan obat diharapkan para dokter telah memastikan terlebih dahulu penyakit dan jenis obat yang dibutuhkan oleh pasien. Untuk pasien yang menerima antibiotik sangat disarankan minum antibiotik sesuai yang diresepkan oleh dokter. Tidak melewatkan dosis minum antibiotik dan jangan minum antibiotik yang diresepkan untuk orang lain.

Apa yang dapat dilakukan oleh apoteker? Pedoman australianpharmacist.com menyatakan apoteker dapat membantu pasien memahami kapan harus minum dan kapan tidak perlu minum antibiotik, dan bagaimana menggunakannya. Apoteker dapat memberi saran tentang perawatan lain untuk mengelola gejala dan cara mencegah infeksi dan penyebarannya (misalnya dengan vaksinasi, kebersihan yang baik, dan cuci tangan). Apoteker dapat memeriksa indikasi yang ditentukan terhadap pedoman terapi untuk mengklarifikasi durasi terapi yang diperlukan, dan jangka waktu kapan rujukan diperlukan jika ada respon yang tidak memadai terhadap terapi antibiotik. Bagaimana dengan penggunaan antibiotik pada hewan? Berikut ini adalah saran yang tepat. Berikan antibiotik pada hewan hanya dengan pengawasan dokter hewan, tidak menggunakan antibiotik untuk mencegah hewan sakit, dan yang sangat penting adalah melakukan vaksinasi pada hewan untuk mengurangi kebutuhan akan antibiotik.

Apa upaya yang dilakukan pemerintah kita? Pemerintah telah mengeluarkan Permenkes nomor 8 tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Tiap Rumah Sakit kemudian membentuk Tim Pengendalian Infeksi. Selain itu Kementerian Kesehatan aktif melakukan edukasi dan penyebaran informasi kepada masyarakat melalui Gema Cermat (gerakan masyarakat cerdas menggunakan obat) yang telah diluncurkan sejak 13 November 2015. Lebih jauh lagi Pemerintah Indonesia telah menyusun National Action Plan on Anti Microba Resistance pada bulan Mei 2017. Penyusunan dan Implementasi Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba ini melibatkan multi sektor di Kementerian Kesehatan dan juga Kementerian Pertanian. Apoteker juga langsung turut aktif mendukung Gerakan ini dengan Deklarasi Apoteker Tidak Melayani Antibiotik tanpa Resep. Pada kegiatan WAAW 2019 ini, pemerintah dan organisasi profesi kesehatan melakukan berbagai kegiatan seperti seminar dan webinar untuk meningkatkan peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam gerakan melawan resistensi antibiotik. Tidak hanya seminar, berbagai lomba juga diadakan, salah satunya lomba vlog yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian. Mari kita dukung semua program ini agar kita tetap sehat, hingga bisa menjadi saksi bahwa apa yang dikhawatirkan di tahun 2050 tidak terbukti.