Faktor Kepastian Hukum dan Korupsi Hambat FDI hayuning September 25, 2019

Faktor Kepastian Hukum dan Korupsi Hambat FDI

Sejumlah kalangan menilai keengganan perusahaan Tiongkok merelokasi industrinya ke Indonesia mesti menjadi isyarat bagi pemerintah untuk segera membenahi iklim investasi agar bisa bersaing dengan negara Aseshy;an lain, terutama dalam menarik investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI).
Guru Besar Ekonomi dari Universitas Surashy;baya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, meshy;ngemukakan beberapa kemungkinan alasan yang menyebabkan 33 perusahaan Tiongkok tidak memilih Indonesia sebagai tujuan reshy;lokasi adalah kesiapan tenaga kerja, infrastrukshy;tur, serta faktor kepastian hukum dan korupsi. “Artinya memang kita dianggap belum cukup cantik sebagai sasaran investasi seperti FDI,” papar dia, ketika dihubungi, Kamis (5/9).
Salah satu sebabnya, lanjut Wibisono, angka Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) Indoshy;nesia masih tinggi. Artinya, untuk investasi di Indonesia perlu dana yang lebih besar. Saat ini, untuk menghasilkan kenaikan output atau Proshy;duk Domestik Bruto (PDB) satu persen dibushy;tuhkan tambahan investasi sekitar 6,4 persen, padahal idealnya antara 3ndash;4 persen.
“Beberapa penyebabnya adalah kurangshy;nya kepastian hukum, masih banyak korupsi, kesiapan tenaga kerja, dan ketersediaan inshy;frastruktur. Ini menyebabkan ekonomi biaya tinggi sehingga kita kalah efisien dengan negashy;ra lain,” jelas dia.
Apabila dibandingkan dengan negara Asean lain, ICOR Indonesia di level 6,4 persen tershy;masuk paling tinggi, sehingga bisa dikatakan paling tidak efisien untuk investasi. ICOR Mashy;laysia sebesar 4,6 persen, Filipina 3,7 persen, Thailand 4,5 persen, dan Vietnam 5,2 persen.
Dari sisi perpajakan, Indonesia juga mengeshy;nakan pajak korporasi atau Pajak Penghasilan (PPh) Badan tertinggi, yakni 25 persen. Sedangshy;kan Singapura 15 persen, Malaysia 17 persen, Thailand 20 persen, dan Vietnam 20 persen.
“Pajak yang tinggi di Indonesia masih dishy;tambah dengan biaya-biaya siluman dan koshy;rupsi, sehingga ongkos produksi relatif lebih mahal. Ini tentunya membuat kita tidak komshy;petitif,” tukas Wibisono.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengshy;ungkapkan berdasarkan informasi dari kalangan investor yang ditemui dan catatan Bank Dunia ada masalah internal dalam negeri yang mengshy;hambat investasi asing masuk ke Indonesia.
Presiden mencontohkan dua bulan lalu ada 33 perusahaan di Tiongkok yang keluar dan 23 perusahaan di antaranya memilih relokasi di Vietnam. Sedangkan 10 perusahaan sisanya pergi ke Malaysia, Thailand, dan Kamboja.
“Nggak ada yang ke kita, tolong ini digashy;risbawahi. Ini berarti kita memiliki persoalan yang harus kita selesaikan,” kata Presiden Jokowi, Rabu (4/9).
Terjadi Kelalaian
Peneliti Indef, Bhima Yudhistira, mengemushy;kakan kekalahan Indonesia dalam menarik reshy;lokasi manufaktur dari Tiongkok oleh Vietnam, Thailand, dan Malaysia, bahkan Kamboja mesti menyadarkan pemerintah bahwa telah terjadi kelalaian lama yang terus dibiarkan atas tata kelola ekonomi.
“Kelalaian ini membuat terus menurunnya kontribusi sektor manufaktur pada pertumshy;buhan ekonomi itu membuat Indonesia terpushy;tus dari rantai pasok global. Perlu usaha sangat keras, cepat, dan fundamental, untuk membeshy;nahi dan mengembalikan Indonesia sebagai kekuatan manufaktur Asia Tenggara,” tukas dia.
Bhima mengungkapkan faktor utamanya justru pada otonomi daerah yang membuat ruwet sistem perizinan investasi dan relokasi industri manufaktur sangat susah dieksekusi. “Vietnam sistem perizinan investasi lebih tershy;integrasi antara pusat dan daerah. Sementara di Indonesia, antara pemerintah pusat dan daerah belum klop,” papar dia.
Padahal, menurut Bhima, perizinan adalah pintu masuk investasi. Jika baru di pintu masuk saja sudah sulit, maka sulit untuk mengharapshy;kan investasi akan dieksekusi di lapangan.
Masalah lain dan mendasar adalah insentif fiskal. Contohnya, Vietnam memiliki insentif spesifik sesuai dengan kebutuhan investasi. Di sisi lain, Indonesia memberi banyak insenshy;tif seperti tax holiday dan tax allowances, tapi tidak spesifik untuk kebutuhan investasi yang berbeda-beda. YK/SB/tgh/WP
sumber: koran-jakarta.com