Meninjau Kembali Sistem Hukum Nasional 21 Tahun Setelah Reformasi fadjar May 21, 2019

Meninjau Kembali Sistem Hukum Nasional 21 Tahun Setelah Reformasi

“Sekarang ini masa Reformasi atau pasca-Reformasi?” tanya Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.CL., selaku Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran. Dalam seminar bertajuk “Potret Sistem Hukum Indonesia Pasca Reformasi” pada Selasa, 30 April 2019 silam, ia mengatakan bahwa DPR terlalu sibuk mengurus hal-hal politis sehingga tidak efektif melaksanakan tugasnya sesuai konstitusi. Akibatnya beberapa hukum kolonial yang masih digunakan sampai saat ini tak kunjung diganti.

Laboratorium Hukum Tata Negara FH Ubaya dan Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bekerja sama selenggarakan seminar yang diadakan di JW Marriott Surabaya tersebut sengaja diadakan untuk menelaah dan mengevaluasi sistem hukum nasional selama 21 tahun setelah Reformasi dijalankan.

Dr. Bambang Sadono, S.H., M.H. selaku perwakilan dari Badan Pengkajian MPR menuturkan, “Saat ini adalah saat-saat akhir untuk membuat kesimpulan atas evaluasi terhadap Reformasi selama 21 tahun ini.” Tidak menutup kemungkinan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan diamendemen lagi untuk menata kembali kewenangan DPD, MPR, sistem demokrasi presidensial serta sistem peraturan perundang-undangan nasional.

Seminar tersebut turut mengundang nama-nama terkemuka lainnya di bidang ilmu hukum di Indonesia seperti Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, S.H. dari Universitas Trisakti, Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S.H. dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. dari Universitas Islam Indonesia, dan Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum., dari Ubaya sendiri. Selama seminar para peserta pun turut berpartisipasi dengan aktif di mana beberapa di antara mantan calon anggota legislatif yang hadir mengaku terpaksa terlibat politik uang agar dapat menjadi anggota legislatif akibat sistem politik hukum di Indonesia yang tidak jelas.

Dr. Yoan Nursari Simanjuntak, S.H., M.Hum. selaku Dekan FH Ubaya mengatakan, “Reformasi belum menjadi wajah yang kita inginkan dan ini menjadi PR kita bersama – bagaimana membentuk hukum yang kita inginkan dan budaya hukumnya.” (brm)