Baru Mencetak Setengah, eh…Printer Langsung Rusak fadjar May 7, 2019

Baru Mencetak Setengah, eh…Printer Langsung Rusak

Biasanya skripsi menjadi momok para mahasiswa tingkat akhir. Sampai ada yang telat lulus. Tapi, tidak dengan Lisa Stefany. Selain selesai cepat, skripsinya sangat tebal hingga membuat orang geleng-geleng kepala: 1.150 halaman.

NAMA Lisa Stefany mendadak viral. Sebuah akun Instagram mengupload skripsi lulusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Ubaya. Sebab, skripsi yang berjudul Studi Eksploratori Artist Brand Building Make-up Artist, Fashion Designer, dan Photographer tersebut memiliki 1.150 halaman. Lisa mengerjakannya selama 45 hari atau satu setengah bulan saja. Padahal, biasanya mahasiswa lulus dengan skripsi tiga digit di belakang saja (150 halaman) dalam waktu lebih dari setahun.

Saking tebalnya, Lisa harus mengerahkan tenaga ekstra ketika memindahkan skripsi ke ruang perpustakaan Ubaya pada Senin (29/4). ‘Ya memang tebal. Sebab, saya memikirkannya sejak semester V,’ katanya.

Karena itu, ketika mulai intens mengerjakan skripsi, dia tinggal menuliskan apa yang disusunnya sejak jauh hari.

‘Mulai April, tapi baru intens pada 1 Mei 2018,’ ucapnya. Konsultasi terakhir dengan dosen pada 7 Juni 2019, kemudian sidang skripsi dan dinyatakan lulus. ‘Ya sekitar 45 hari itu,’ katanya. Namun, tidak berarti pengerjaan skripsi itu mulus-mulus saja. Sebab, jadwalnya sudah mepet. Tinggal dua bulan. ‘Agak pesimistis sih. Katanya jika intens ngerjakan, selesainya antara tiga bulan hingga enam bulan,’ tuturnya. Tapi, dia pede saja dan memaksa diri untuk menulis.

Untuk bisa mencapai hasil yang cepat, tentu saja dia mengorbankan banyak waktu. Termasuk tidurnya. ‘Rata-rata hanya empat jam sehari,’ terangnya. Pada pagi hingga sore, dia tak bisa maksimal mengerjakan skripsi karena tetap harus mengikuti perkuliahan. Apalagi, dia mengulang sejumlah mata kuliah untuk perbaikan.

Mengetik 1.000 lembar halaman saja sudah tugas ekstra. Apalagi membuat karya ilmiah yang harus bisa diper tanggung jawabkan dalam sidang skripsi. Beberapa kali Lisa merasa patah semangat. Terutama ketika sejumlah narasumber yang diwawancarai tiba-tiba sulit ditemui atau tak mau berbicara. ‘Jadi, saya harus meyakinkan mereka untuk mau diwawancarai. Untung, semua narasumber yang saya butuhkan akhirnya bersedia,’ terangnya.

Setelah narasumber bersedia, Lisa juga harus merancang jadwal pertemuan dan wawancara. Ada enam narasumber yang harus dijumpai. ‘Dua make-up artist, 2 fashion designer, dan 2 fotografer,’ paparnya. Galibnya sebuah janji wawancara, kerap kali jadwalnya molor. Atau, tiba-tiba ada yang kurang dan harus wawancara ulang. Tapi, tekad keras Lisa membuahkan hasil. Skripsinya pun jadi.

Masalah belum berhenti. Sebab, tak semua penjilidan bersedia atau bisa mencetak skripsi setebal itu. ‘Mereka mendahulukan skripsi yang halamannya sedikit,’ keluhnya. Bahkan, ada percetakan yang tak berani mencetak, takut alatnya rusak. ‘Baru nge-print dapat setengah, eh…printer-nya rusak,’ katanya, lantas tertawa.

Lisa akhirnya meminta bantuan teman-temannya. Mereka mencicil satu per satu skripsi selama sepuluh hari. Sebab, ada empat rangkap yang harus disediakan. Masing-masing diberikan ke tiga dosen penguji dan satu dosen pembimbing. ‘Intinya, mereka jadi orang-orang yang mendukung saya. Saya ucapkan terima kasih,” imbuhnya.

Pada 10 Juli 2018, Lisa menjalani sidang skripsi. Tentu saja skripsi tebal itu bisa dipertahankan dengan baik oleh Lisa. Semua dosen penguji menyatakan Lisa lulus. ‘Saya plong. Betul-betul lega,” ujarnya. Dia pun diwisuda pada 15 September 2018. Hal itu sudah diprediksi. Tentu saja bukan karena dosennya malas menguji skripsi setebal itu, tapi tentu Lisa memang benar-benar menguasai apa yang ditulis dalam skripsi tersebut. (*/c7/ano)

Jawa Pos, 5 Mei 2019