Lulus Kuliah Jadi Gamer, Indri Sherlyana, Jagoan di Point Blank Ladies Championship fadjar November 16, 2018

Lulus Kuliah Jadi Gamer, Indri Sherlyana, Jagoan di Point Blank Ladies Championship

Indri Sherlyana, Jagoan di Point Blank Ladies Championship Lulus Kuliah Jadi Gamer

Dunia e-sport kini tak didominasi lelaki. Gamers perempuan juga mulai menunjukkan eksistensinya, termasuk Indri Sherlyana Tunggal. Bersama timnya, Evos Galaxy Sades, Indri menyabet sejumlah gelar bergengsi dalam kejuaraan Point Blank.

KEYBOARD komputer itu dimiringkan. Agar jari-jari lentiknya nyaman menari di atas tombol W, A, S, dan D. Bagi kebanyakan pemain game di komputer, empat tombol itu memang krusial. Sebab, berfungsi menggerakkan karakter yang sedang dimainkan di layar monitor.

”Monyong, ketembak dari mana tadi?” gerutu Indri Sherlyana Tunggal saat karakter yang dimainkannya tertembak musuh. Dia atlet e-sport divisi Point Blank. Mahasiswi Universitas Surabaya itu terkenal di kalangan penggemar Point Blank. Prestasinya di bidang game tembak-tembakan tersebut terbilang luar biasa. Bersama timnya, dia memenangi berbagai kejuaraan. Termasuk, Point Blank Ladies Championship (PBLC) tingkat nasional.

Perempuan 24 tahun itu mengaku sudah lama menggeluti Point Blank. Sekitar sembilan tahun. Indri kepincut permainan e-sport karena sejak beranjak remaja lebih tertarik dengan aktivitas yang berbau macho. Katanya, daripada bermain boneka di rumah, lebih asyik jika diajak balap motor. Atau ikut bela diri. ”Sejak kecil memang agak tomboi,” canda anak pasangan Dyah Retno dan Benny Tunggal itu.

Perkenalannya dengan Point Blank bermula ketika Indri mulai sering pergi ke warnet. ”Ketika itu senang-senangnya main online dan offline game,” tutur
dia. Indri lantas lebih memilih menekuni Point Blank. Sebab, dia menganggap alur permainan game itu lebih seru. ”Dikompori teman juga,” ucap dia.

Ketika merasa soul-nya berada di Point Blank, Indri terus meningkatkan kemampuan. Dia mempelajari berbagai strategi. Mulai belajar bertahan lebih lama sampai cari cara untuk membunuh lebih banyak lawan.

Tiap hari Indri berlatih di depan komputer. Bahkan, sebelum berstatus mahasiswa, dia bisa menghadap komputer seharian tanpa henti. ”Dulu saya ngapain saja di depan komputer. Makan pun di depan komputer,” kata dia.

Namun, kini dia harus pandai membagi waktu. Sebab, statusnya sudah mahasiswa semester akhir di jurusan ekonomi bisnis internasional. ”Kalau sekarang, ya latihan 4ndash;5 jam sehari,” ujarnya. Biasanya, latihan dimulai pukul 20.00 dan berakhir pukul 1 dini hari.

Keganasannya melahap berbagai strategi di Point Blank sampai membuat Indri menyalip kemampuan teman yang mengenalkan Point Blank kepada dirinya. ”Dulu, bahkan ada orang yang suka traktir voucher main di warnet hanya karena ingin liat aku main,” beber perempuan yang tinggal di daerah Te ngg ilis, Surabaya, itu, lalu cekikikan.

Karena merasa kemampuannya meningkat, Indri memberanikan diri untuk ikut turnamen. Hasilnya di luar dugaannya. Indri pun akhirnya bergabung dengan tim Evos Galaxy Sades. Tim tersebut terdiri atas lima pemain. Mereka berasal dari berbagai kota. Ada yang berasal dari Jakarta, Bandung, Bekasi, dan Jogja.

Lewat tim itulah Indri memenangi berbagai kejuaraan bergengsi . Di antaranya, PBLC tingkat nasional. Bukan sekali, melainkan empat kali berturut-
turut selama 2017 hingga 2018. Dalam satu tahun, bisa ada dua kompetisi nasional.

Puncaknya, Indri dan timnya menyabet peringkat ketiga Point Blank International Women’s Championship (PBIWC). Itu merupakan kompetisi resmi yang diadakan oleh Garena, start-up penyelenggara e-sport terkemuka di Asia Tenggara.

Dalam timnya, Indri sempat menempati beberapa posisi. Sebagaimana diketahui, dalam permainan Point Blank, ada beberapa posisi yang bisa dimainkan oleh
anggota tim. Yakni, rusher, support, dan point man.

Rusher merupakan pemain yang berada di lini depan. Tugasnya, menemukan lokasi musuh. Lalu, support berada tepat di belakang rusher. Bertugas melindungi
pemain lini depan. Adapun pointman menempati barisan paling belakang. Dia harus mempertahankan pemain di depannya. ”Aku bisa semuanya sih, tapi paling klik jadi rusher,” imbuh anak kedua di antara empat bersaudara itu.

Indri selama ini memiliki pelatih yang merupakan gamer aktif di dunia maya. Tugas sang pelatih adalah memberikan saran dan evaluasi kepada tim. Misalnya, dalam sebuah pertandingan ada anggota tim yang tertembak dari belakang. ”Nah, yang seperti itu harus dievaluasi. Mungkin ada yang salah dalam menjalankan fungsi cover,” terang dia.

Bagi Indri, profesi gamer sangat menjanjikan. Bahkan, ketika nanti lulus kuliah, dia ingin menekuni profesi itu. Bukan hanya sebagai pengisi waktu luang. ”Karena profesi gamer profesional cukup menggiurkan,” ujarnya. Indri blak-blakan. Saat ini, dari profesinya sebagai gamer, dia bisa mendapat- ka n penghasilan hingga Rp 20 juta. Angka itu didapat dari melakukan live streaming nge-game sehari-hari. Juga dari sponsorship yang diterima timnya.

”Kalau di luar negeri, peluang e-sport itu luar biasa. Bahkan, ada yang menjadi sarjana dengan gelar gamer,” jelasnya, menggebu-gebu. (bin/c11/gun)

Jawa Pos, 14 Okt 2018