Tuntut Kejelasan Status Tanah Surat Ijo fadjar August 6, 2018

Tuntut Kejelasan Status Tanah Surat Ijo

SURABAYA ndash; Para pemegang surat ijo berharap segera memperoleh solusi atas status lahan tersebut. Mereka minta pemkot membuktikan tanah dengan surat ijo itu merupakan aset daerah atau bukan. Jumlahnya 38 ribu kavling.

Unek-unek tentang surat ijo tersebut tumpah dalam seminar nasional bertema Surat Ijo: Problematika dan Solusi Penyelesaiannya di Universitas Surabaya (Ubaya) kemarin (2/8). Ketua Gerakan Pejuang Hapus Surat Ijo Bambang Sudibyo menyatakan, sudah hampir 48 tahun warga menempati tanah surat ijo. Selama ini mereka diminta mem bayar dua retribusi. Yakni, izin penggunaan tanah (sewa tanah) kepada pemkot serta pajak bumi dan bangunan (PBB). ”Kami hanya ingin tahu, tanah ijo itu milik pemkot atau bukan,” katanya.

Kalau bukan milik pemkot, lanjut Bambang, mengapa mereka harus membayar sewa tanah. Padahal, sudah membayar PBB. Warga keberatan. Diharapkan segera ada solusi. ”Agar tidak berlarut-larut seperti ini,” ujarnya.

Bambang menyebutkan, uang sewa tanah surat ijo itu bervariasi. Ada Rp 200 ribu per tahun hingga Rp 10 jutandash;Rp 15 juta per tahun. Biaya sewa dihitung sesuai nilai jual objek pajak (NJOP). ”Di Jalan Kusuma Bangsa dan Nginden Wetan sudah sampai di atas Rp. 10 juta per tahun,” ungkapnya. Warga berharap dua penyelesaian. Yakni, penerapan menurut peraturan yang berlaku atau kesepakatan bersama.

Kepala Laboratorium Administrasi Negara Fakultas Hukum (FH) Ubaya Taufik Iman Santoso mengatakan, saat ini total ada 38 ribu kavling tanah surat ijo. Luasnya sekitar 1.200 hektare. Warga meminta bantuan FH Ubaya untuk mencari solusi.

Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana mengatakan, selama ini pemkot sudah berjuang untuk memperoleh payung hukum ke pemerintah pusat terkait tanah
surat ijo. Pemkot ingin surat ijo bisa dilepas karena menyangkut kepentingan rakyat. Namun, belum ada jawaban dari pemerintah pusat.

”Data kami jelas dan lengkap. Berapa yang ditempati rakyat. Membayar sesuai NJOP saja rakyat berat, apalagi sesuai appraisal,” ujarnya.

Undang-undang membelenggu pemkot sehingga tidak bisa melepaskan tanah ijo begitu saja. Itulah masalahnya. Jika itu aset dan dipakai pihak ketiga, dikenakan retribusi. ”Yang kami lakukan sudah sesuai aturan. Kalau kami membiarkan tanpa retribusi, pemkot akan salah,” katanya. Saat ini pemkot berjuang agar mendapat dispensasi dari pemerintah pusat. (ayu/c10/roz)

Jawa Pos, 3 Maret 2018