Rekomendasikan Pemkot Lakukan Inventarisasi fadjar March 26, 2018

Rekomendasikan Pemkot Lakukan Inventarisasi

Hasil FGD Ubaya Surat Ijo Dikirim ke Joko Widodo

SURABAYA ndash; Masalah tanah berlabel surat ijo di Kota Pahlawan hingga kini masih menimbulkan kegelisahan bagi masyarakat. Baik aspek sosial, psikologis, maupun finansial. Karena itu, Laboratorium Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum (FH) Universitas Surabaya (Ubaya) berupaya mencari solusi dengan menggelar focus group discussion (FGD) kemarin (22/3).

FGD tersebut dihadiri 30 pakar hukum yang memiliki konsentrasi di bidang agraria hingga Mabes TNI. Kepala Laboratorium Hukum Administrasi Negara FH Ubaya Dr Taufik Iman Santoso MHum menyatakan, di Surabaya, terdapat 48 ribu kavling yang berlabel surat ijo. Luasnya sekitar 1.200 hektare. ‘Mereka yang menempati lahan itu ditarik pajak bumi dan bangunan (PBB), retribusi, serta kini uang sewa,’ kata nya.

Hal itu tentu merugikan warga. Sebab, mereka telah tinggal berpuluh-puluh tahun. Padahal, rakyat menempati tanahnya sendiri. Ketika mereka meminta status naik menjadi hak milik, perda mengatur pembelian yang harganya sesuai appraisal sekarang.

Menurut Taufik, perda tersebut tidak adil bagi warga. Mereka tinggal lebih dari 30 tahun. Pemkot tidak menghitung saat tanah yang kini ditempati tersebut masih rawa. ‘Dalam FGD ini, kami mencari solusi dan berharap ada keadilan untuk menilai harga tanah surat ijo,’ ujarnya.

Taufik menyatakan, intinya tanah exgemeente adalah milik pemda. Namun, surat ijo yang memiliki SK bupati atau wali kota tidak bisa men jadi hak pemda. Jadi, pemkot harus menginventarisasi dulu dari mana pihaknya memiliki surat ijo. ‘Jangan sampai penunjukan surat ijo tidak berdasar atau semena-mena,’ katanya.

Berdasar hasil FGD tersebut, lanjut Taufik, seluruh pakar hukum yang hadir merekomendasikan agar pemkot melakukan inventarisasi atau mapping terhadap status tanah surat ijo. ‘Kami ingin pemda membuka diri bahwa lahan surat ijo dasarnya dari apa. Sebab, zaman dulu juga banyak pejabat yang asal tunjuk,’ ujarnya.

Jika ada kesalahan dalam mendapatkan tanah, pemda harus mengakuinya dan mengubah status surat tersebut. ‘Dulu TNI sering melakukan okupasi. Tetapi, kalau okupasi terhadap perorangan, pada 1984 sudah dikembalikan kepada yang bersangkutan. Kecuali, tanah yang ada badan hukumnya ditetapkan tanah kodam,’ jelasnya.

Taufik menerangkan, sebagian tanah gemeente dibeli Hindia Belanda dari warga. Namun, dulu ada tanah yang hak pengelolaannya tidak dibeli dan tidak diganti rugi, tetapi diokupasi. Jadi, tanah tersebut di la beli lahan surat ijo. ‘Dan, itu diakui pejabat-pejabat yang dulu membuatnya karena dalam rangka mencari dana untuk pembangunan daerah,’ ujarnya.

Hasil FGD itu rencananya dikirim ke Presiden Joko Widodo untuk meminta arahan dalam menyelesaikan masalah surat ijo. ‘Kami juga akan melanjutkannya dengan melakukan kegiatan seminar nasional dengan mengundang menteri dan pihak bersangkutan. Sebab, ini masalah negara,’ tuturnya. (ayu/c16/dio)

dikutip dari Jawa Pos, 23 Maret 2018