Pererat Jalinan 3 Generasi fadjar March 23, 2017

Pererat Jalinan 3 Generasi

Mendalami Psikologi Lansia Bersama Prof Jatie Poedjibudojo

Pererat Jalinan 3 Generasi

Produktivitas seseorang menurun ketika memasuki usia lanjut. Fisik tak lagi kuat, gerakan terbatas. Prof Jatie Poedjibudojo melakukan penelitian untuk memahami kebutuhan kalangan lanjut usia (lansia).

‘SELAIN karena di Ubaya belum ada yang mengambil keilmuan tentang lansia, dipengaruhi faktor usia saya ya,’ ujarnya, lantas terkekeh. Itulah alasan Jatie saat ditanya tentang ketertarikannya pada geriatri dan gerontologi. Guru besar Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) tersebut mendalami ilmu tentang lansia sejak promosi guru besarnya.

Pada 19 April 2008, Jatie dikukuhkan sebagai guru besar. Kala itu, dia mengambil topik Mencapai Psychological Well Being pada Lanjut Usia, Tinjauan Psikobiososial. Dalam riset itu, dia membahas cara-cara yang bisa dilakukan lansia untuk mencapai kebahagiaan pada usia senja.

Banyak faktor yang memengaruhi kebahagiaan seseorang, khususnya lansia. Masalah yang umum dialami adalah keterbatasan fisik dan kurangnya media untuk bersosialisasi. Sementara itu, orang-orang di sekitarnya sibuk dengan kegiatan masing-masing. ”Dikasih televisi saja kan tidak cukup,” katanya.

Karena itu, diperlukan kesadaran masyarakat untuk lebih memperhatikan lansia, terutama karakter dan kebutuhannya. Lansia yang senang bergantung biasanya menyukai perhatian dengan cara dibelai atau digandeng ketika berjalan. Namun, lansia yang mandiri tentu risih saat diperlakukan seperti itu.

Masalah lain yang sering terjadi, lansia tidak banyak diajak bicara. Sebagai orang yang lebih tua, mereka butuh dihormati. Cara termudah adalah meminta mereka bercerita tentang masa lalunya. Pasti mereka dengan senang hati berbagi. ”Misalnya, waktu 17-an, diajak cerita tentang revolusi 1945. Itu saja bukan main senangnya para lansia itu,” tutur dosen yang sudah 34 tahun mengajar tersebut.

Agar komunikasi terjalin, tiga generasi perlu disatukan. Caranya adalah mengajari generasi muda untuk lebih menghormati orang yang lebih tua. Di Ubaya, pernah ada kegiatan yang diikuti tiga generasi tersebut. Kakek-nenek, orang tua, dan anak dilibatkan. Tujuannya, mempererat hubungan ketiganya.

Meski demikian, upaya orang-orang sekitar tak akan berhasil tanpa adanya kemauan dari diri lansia itu. Terapi tidak akan banyak membantu jika lansia tersebut tidak ingin menikmati hidup.

Keinginan kuat untuk menikmati hidup membuat kalangan senior itu lebih mudah bahagia. Mereka tinggal mencari wadah yang sesuai. Lansia tentu memiliki keterbatasan dalam bergerak. Namun, ada hal-hal yang masih bisa dilakukan. Misalnya, mengikuti paduan suara di gereja, pengajian di masjid, dan menjadi sukarelawan dengan mendoakan orang sakit. ”Hal-hal sederhana itu bisa membawa kebahagiaan,” imbuh profesor kelahiran 9 Juli 1951 itu. (ant/c18/nda)

Jawa Pos, 23 Maret 2017