Tiga Aktivis Dunia Kefarmasian, Tiga Perjalanan Yang Berbeda fadjar January 19, 2017

Tiga Aktivis Dunia Kefarmasian, Tiga Perjalanan Yang Berbeda

Program Studi Profesi Apoteker Universitas Surabaya melakukan reakreditasinya pada tanggal 11-14 Januari 2017. Bila sebelumnya asesor ditunjuk langsung oleh BAN-PT, kini tindakan evaluasi atau akreditasi Fakultas Farmasi tingkat perguruan tinggi ditangani oleh LAM-PTKes. Ada tiga orang asesor yang ditunjuk LAM-PTKes untuk melakukan asesmen kecukupan. Beliau bertiga bisa dibilang sangat aktif dalam dunia kefarmasian sampai sekarang, namun ketiganya hadir dalam latar belakang dan bidang keahlian khusus yang cukup beragam. Mereka adalah I Ketut Adnyana, Ph. D., Apt., Drs. Wahyudi Uun Hidayat, M.Sc., Apt., serta Prof Dr. rer.nat. Dian Handayani, Apt.

Prof Dr. rer.nat. Dian Handayani, Apt. lahir dari seorang ibu berdarah Jawa dan ayah yang berasal dari Kerinci, Jambi namun terlahir di Bandung, 17 Mei 1968 dan menetap disana sampai menempuh pendidikan perguruan tinggi di Universitas Andalas, Padang. Ia menyelesaikan studi S1 nya di tahun 1990 dan apoteker pada tahun 1991. Setelah menyelesaikan studinya, Beliau pun terpikir untuk mengambil program Master atau S2 di luar negeri. “Sekarang standarnya kalau mengajar kan memang S1 harus diajar oleh minimal S2, S2 harus diajar oleh minimal S3. Inginnya dulu sih kuliah di Australia karena dekat, namun setelah itu mendengar tentang adanya beasiswa DAAD yang memfasilitasi ke Jerman, jadi saya iseng-iseng daftar”, kenang ibu tiga anak ini.
“Singkat cerita, saya pun dipanggil ke Dikti untuk menjalani tes. Ternyata, bidang keahlian salah satu penguji sama persis dengan saya, yakni biologi farmasi. Akhirnya saya bisa jawab lancar”, tukas Dian sembari tertawa. Akhirnya Beliau pun lulus tes dan berangkat ke Jerman. Sesampainya Dian di Jerman pun langsung belajar TOEFL lagi untuk level advance setelah belajar di Indonesia untuk tingkat-tingkat sebelumnya. Hal itu diakuinya penting, selain untuk komunikasi juga untuk bekal menghasilkan jurnal-jurnal internasional. Uniknya lagi, Beliau langsung menempuh pendidikan doctor. “Iya, pertama inginnya master dulu tapi disana cuma ada diploma sama doktor, ya sudah langsung doktor”. Di tahun 1998 ia meraih gelar doktor lalu menjadi anggota aktif di IAI serta kembali berkarya di Fakultas Farmasi Universitas Andalas sebagai dosen pengajar.

Sebagai dosen, Beliau sangat aktif menghasilkan jurnal-jurnal nasional maupun internasional. Kebanyakan yang Beliau teliti mengenai bidang keahliannya, yakni Biologi Farmasi. Hal ini diakuinya sudah aktif ia lakukan sejak lulus dari S1. “Sebaiknya memang sejak dari S1 diasah terus kemampuan dalam hal penelitian.Selain mengasah kemampuan penulisan jurnal, kita juga bisa menentukan batas yakni dimana bidang yang menjadi minat kita, mengingat dunia kefarmasian memang luas”, jelas ibu yang akan berusia 49 di tahun ini.

Yang kerap Beliau teliti adalah mengenai drug discovery, dimana terus ditemukan senyawa bioaktif maupun senyawa antimikroba yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. “Saya lihat perkembangan dunia kefarmasian di Indonesia bagus sekali. Namun, yang seringkali terlupakan adalah sumber daya alam di negara tropis seperti Indonesia banyak sekali namun kurang dimanfaatkan. Kalau kita sebagai negara yang sangat kaya akan senyawa organic namun masih mengimpor dari luar, tentu harus dikembangkan lagi”, jelas Beliau.

Lain halnya dengan I Ketut Adnyana, Ph. D., Apt., salah seorang asesor lainnya. Beliau merupakan Kaprodi S2/S3 Pascasarjana Sekolah Farmasi ITB, juga sebagai dosen dan peneliti. Beliau lahir di Bali, tepatnya pada tanggal 15 Mei 1968, yang merupakan bulan dan tahun yang sama dengan kelahiran Dian. Bapak dua anak ini menjalani studi S1 dan apotekernya di ITB, lalu menempuh S3 di Tooyama University Jepang. Semasa hidupnya, Beliau di Bali bersama kedua orang tuanya sampai ia menempuh jenjang kuliah di Bandung dan akhirnya memutuskan menetap. “Istri saya alumni Farmasi Unair, dan saya punya 3 orang anak. Yang pertama laki-laki, yang kedua dan tiga perempuan. Mereka masih 2 SMP, 4 SD dan 2 SD”, jelas Beliau sembari tersenyum. Bidang keahlian Beliau adalah Farmakologi Bahan Alam, dan selain melakukan penelitian, Beliau juga aktif menjadi anggota IAI, menjadi volunteer Syamsyi Dhuha Foundation, yakni sebuah badan yang memiliki concern terhadap penyakit lupus, memberikan penyuluhan di Bapelnas Bandung, serta aktif melakukan penelitian di POM mengenai pengkajian obat-obatan.

Berbicara soal karir dan perjalanan hidup, Drs. Wahyudi Uun Hidayat, M.Sc., Apt bisa dibilang senior diantara ketiga asesor. Beliau terlahir di Surabaya, 7 Januari 1953. Beliau menempuh pendidikan S1 dan apoteker di UI, serta S2 di ITB. Namun, ditengah perjalanannya tersebut, Beliau justru dipanggil Wamil oleh ABRI. Selama menjalani masa tugasnya, Beliau pun sempat mengunjungi berbagai wilayah di Indonesia. “Waktu itu saya bahkan pergi ke pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke, bahkan yang terpencil sekalipun”, jelas Beliau ramah. Pensiun dari dunia militer di tahun 2011 tidak membuat Beliau nonaktif dalam berkarya. Di tahun 2014, tepatnya di bulan November, Beliau mulai menekuni kembali bidang pendidikannya yakni menjabat sebagai Kaprodi Ilmu Farmasi di Fakultas Farmasi UTA’45 Jakarta serta sebagai Ketua MEDAI DKI Jakarta periode 2014-2018. (liv)