Prof Eric S. Maskin: Globalisasi Menjanjikan Kekayaan, Tak Mampu Atasi Kesenjangan fadjar January 19, 2017

Prof Eric S. Maskin: Globalisasi Menjanjikan Kekayaan, Tak Mampu Atasi Kesenjangan

Prof Eric S. Maskin: Globalisasi Menjanjikan Kekayaan, Tak Mampu Atasi Kesenjangan

suarasurabaya.net| Prof Eric Stark Maskin pakar ekonomi Amerika Serikat dalam ceramahnya di Universitas Surabaya (Ubaya), Minggu (15/1/2016) menegaskan globalisasi menawarkan janji kekayaan, peningkatan pendapatan kepada negara-negara dengan ekonomi berkembang. Namun, bukan mengatasi kesenjangan sosial-ekonomi.

‘Seperti di China yang hampir lebih dari 4 dekade berusaha tumbuh sehingga bisa menjadi generator kekayaan. Mereka punya kemampuan berdagang ke seluruh penjuru dunia. Lalu, menawarkan penurunan gap antara negara-negara berkembang. Tapi, faktanya di negara-negara itu kesenjangan meningkat termasuk di China dan India secara dramatis,’ kata Maskin dalam ceramah ilmiah di acara Asean Briges- Dialogis Toward a Culture Peace yang ke-6 di Ruang Auditorium PF lantai 6 Universitas Surabaya.

Menurut Maskin, kesenjangan jadi perbincangan panas di dunia sekarang ini. Ada beberapa hal penting untuk menaruh perhatian pada kesenjangan di negara-negara ekonomi berkembang. Topik ini menurut Maskin, penting untuk menghapuskan kemiskinan, kestabilan politik, dan kesetaraan (egaliter).

‘Negara-negara yang punya masalah dalam kesenjangan, cenderung mengalami perpecahan. Peningkatan globalisasi menjadi kontradiktif terhadap teori keuntungan komparatif (Theory of comparative advantage),’ katanya.

Teori ini kata Maskin, menunjukkan pentingnya perbedaan antara negara-negara yang di dalamnya memiliki faktor-faktor produksi, seperti inputs ke produksi. Misalnya: high skill labor dan low-skill labor.

Pada akhir abad ke-19, teori ini bisa berhasil sehingga globalisasi mengakibatkan peningkatan perdagangan dari Eropa dan Amerika Utara. Tetapi, teori ini tidak berhasil akhir-akhir ini. Sebab, perbedaan-perbedaan yang sangat besar dalam rasio skill antara ngara-negara teraebut.

‘Perdagangan antara negara-negara kaya tidak banyak membawa dampak pada baik terhadap neagra-nagara sangat miskin,’ katanya.

Profesor Maskin mengatakan, bagi negara-negara berkembang untuk menghadapi pasar global sebaiknya menaikkan skill pekerja agar bisa berpartisipasi di pasar global, sehingga punya kesempatan dengan mencocokkannya dengan kebuthan global. Serta meningkatkan prduktivias pekerja dengan skill rendah.

‘Lalu siapa yang akan bayar biaya pelatihan pekerja itu? Dalam pelatihan itu, pemerintah daerah bisa berperan, NGO, agen internasional, dan bisa datang dari siapapun,’ katanya.

Kesimpulannya, implikasi dari analisis ini kata Maskin, sama sekali tidak menghentikan globalisasi meskipun gagal mengurangi kesenjangan. Tapi mempersilakan low skill untuk menikmati dan berbagi keuntungan dengan berinvestasi pada pelatihan-pelatihan untuk keahliannya. (bid/dwi)

Sumber: SuaraSurabaya.Net

Peraih Nobel Kupas Ketidakadilan Ekonomi di Ubaya

Surabaya (Antara Jatim) – Peraih Nobel Ekonomi (Nobel Laureate in Economics) pada tahun 2007, Prof Eric Stark Maskin mengupas ekonomi era globalisasi dan ketidakadilan sosial ekonomi ketika menjadi pembicara di kampus Universitas Surabaya (Ubaya), Minggu.

Kunjungannya profesor asal Massachusetts Intitute of Technology, Boston, Amerika Serikat, itu merupakan rangkaian kegiatan ASEAN “Bridges ndash; Dialogues Towards a Culture of Peace” ke-6. Selain dia, enam penerima nobel lain akan secara bergiliran mengunjungi Indonesia mulai Januari hingga Maret 2017.

Dalam kesempatannya tersebut, Maskin menyoroti tenaga kerja Indonesia yang menghadapi era globalisasi. Baik Indonesia maupun China, menurutnya, sama-sama memiliki peluang kerja di international company.

“Perusahaan internasional dalam pasar global tidak mau mempekerjakan tenaga kerja yang tidak punya skill, mereka hanya tertarik pada orang-orang yang mampu menawarkan skill mumpuni,” katanya.

Ini artinya, kata dia, pendapatan akan datang pada orang-orang yang punya skill dan meninggalkan orang-orang yang tidak punya skill. Ketimpangan dalam pasar global ini bisa diatasi dengan menyediakan lapangan kerja dan pendidikan bagi masyarakat tidak berketerampilan.

“Harus muncul kesadaran dan komitmen pemerintah, pengusaha, tokoh masyarakat dan semua pihak secara kolektif untuk aktif dalam budi daya perdamaian dunia melalui kegiatan ekonomi positif dan tidak mementingkan diri sendiri,” ujarnya.

Selain itu, dia juga menyampaikan teori-teori yang dikembangkan, yaitu mekanisme ke pasar yang akan mengakibatkan hasil yang optimal bagi seluruh peserta. Karya ini memiliki aplikasi di sektor keuangan, dalam studi perilaku pemilih dan manajemen bisnis.

“Sebuah krisis keuangan dapat dihindari dengan teori desain mekanisme,” ujarnya.

Karya Maskin telah membantu ekonom untuk mengidentifikasi mekanisme perdagangan efisien, skema regulasi dan prosedur voting. Selain itu, karyanya telah memiliki pengaruh yang mendalam pada banyak bidang ekonomi, ilmu politik dan hukum dan telah ditarik secara luas oleh para peneliti di organisasi industri, keuangan dan pengembangan dunia.

‘Kami bisa melakukan banyak lebih baik dalam mengurangi resiko krisis. Seperti dengan memiliki peraturan sistem untuk mengawasi apa yang terjadi di pasar keuangan,’ katanya.

Menurutnya, teori desain mekanisme telah ada selama bertahun-tahun dengan aplikasi yang sukses di bidang telekomunikasi, aplikasi yang lebih baik pasti akan datang.

Sementara itu, Plt Rektor Ubaya Nemuel Daniel Pah mengungkapkan, Ubaya juga berkomitmen di bidang kemanusiaan dan perdamaian dunia sesuai dengan program yang sedang dilakukan para peraih nobel tersebut. Selain itu, reputasi akademik yang diakui secara internasional.

“Universitas Surabaya dipilih oleh International Peace Foundation (IPF) sebagai salah satu dan kali pertama kampus di Kota Surabaya yang menjadi tuan rumah karena termasuk universitas yang kredibel dan telah sangat berhasil dalam membina kemitraan dengan berbagai pihak nasional dan internasional,” jelasnya.

“Bridges ndash; Dialogues Towards a Culture of Peace” ke-6 difasilitasi IPF mengangkat tema “Membangun budaya perdamaian dan pembangunan di dunia global” untuk menjembatani perspektif Indonesia dan luar negeri. IPF memilih beberapa kota dengan Universitas terbaik sebagai penyelenggara acara ini yaitu Surabaya, Jakarta, Jogjakarta, Denpasar dan Bandung. (*)

Editor: Edy M Yakub

COPYRIGHT copy;ANTARA 2017