Mahasiswa Ubaya Temukan Bioinsektisida dari Jamur fadjar September 8, 2016

Mahasiswa Ubaya Temukan Bioinsektisida dari Jamur

Surabaya (Antara Jatim) – Mahasiswa Jurusan Teknobiologi Universitas Surabaya, Derdy Janli berhasil menemukan alternatif pengganti insektisida kimia dengan bioinsektisida dari organisme entomopatogen atau jamur.

‘Jamur atau fungi entomopatogen mampu menginfeksi serangga dengan cara masuk ke tubuh serangga melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya,’ kata Derdy Janli saat publikasi di Teaching Laboratorium Gedung TG lantai 4 Kampus Tenggilis Ubaya.

Bioinsektisida ini, kata Derdy mampu menjadi alternatif pengganti insektisida sintetik yang biasa dipakai petani untuk mematikan hama tanaman (serangga).

Derdy menjelaskan, ia awalnya menemukan literature yang menyebutkan bahwa insektisida sintetik (kimia) dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif, seperti kerusakan pada konservasi lingkungan dengan terbunuhnya organisme yang bukan sasaran, resistensi dan resurgensi hama, dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia, serta petani yang terpapar insektisida pada saat aplikasi, dan konsumen oleh residu yang terdapat pada hasil panen.

“Dari situ muncul keinginan untuk meneliti apakah ada alternatif untuk menanggulangi masalah serangga sebagai hama pertanian atau perkebunan selain menggunakan insektisida sintetik,” ungkapnya.

Derdy Janli kemudian menemukan salah satu alternatif pengendalian hama insektisida sintetik dengan bioinsektisida dari jamur/fungi tipe entomopatogen. Jamur entomopatogen mampu menginfeksi serangga dengan cara masuk ke tubuh serangga melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya.

Kemudian inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga akan berkembang sehingga menyerang seluruh jaringan tubuh sehingga menyebabkan serangga mati.

Putra pasangan Nanang Ramli dan Tan Hui Wien melakukan percobaan dengan mengambil sampel tanah yang ada di Kota Batu sebanyak 300-400 gram kemudian diletakkan 10 ulat hongkong lalu dibiarkan selama 1-2 minggu.

‘Hasilnya ulat mati dalam kondisi yang berbeda-beda. Ada yang mengering, ada yang tubuhnya dipenuhi jamur berwarna putih. Jamur yang ada pada kulit ulat yang mati kemudian diambil dan ditanam pada media agar selama 4 hari. Hasilnya muncul jamur yang berwarna ungu dan putih,’ katanya.

Jamur yang berwarna putih itulah, lanjut dia yang disebut jamur entomopatogen. Kemudian jamur ini diambil racunnya dengan dilarutkan ke media cair dengan formulasi khusus sehingga didapat toksin yang berasal dari jamur entomopatogen. Cairan tersebut kemudian disemprotkan kembali kepada ulat hongkong dan hasilnya ulat tersebut mati.

“Toksin yang saya temukan ini merupakan senyawa racun yang digunakan jamur untuk membunuh serangga dalam proses menginfeksi serangga, sehingga menggunakan toksin dari jamur ini merupakan alternatif yang sangat potensial dalam membasmi serangga”, ungkap pria kelahiran Januari 1994 ini.

Sementara itu, Ida Bagus Made Artadana, S.Si., M.Sc. Dosen Pembimbing Derli mengungkapkan penelitian ini memiliki peluang untuk dijadikan produk missal, selain itu untuk pengembangan kedepan Derdy atau peneliti lanjutan perlu melakukan uji pada insekta yang spesifik lainnya.

Editor: Tunggul Susilo

Sumber: www.antarajatim.com

Kembangkan Bioinsektisida dari Jamur

SURABAYA ndash; Hama dan serangga kerap menjadi momok di dunia pertanian dan perkebunan. Di sisi lain, pemakaian cairan insektisida kimia dikhawatirkan menimbulkan berbagai kerugian.

Untuk menjawab kebutuhan tersebut, Derdy Janli melakukan penelitian untuk mencari bahan pembunuh hama yang ramah lingkungan. Mahasiswa semester akhir jurusan biologi Fakultas Teknobiologi Universitas Surabaya (Ubaya) itu mengem bangkan jamur entomopatogen untuk memerangi hama. ‘Entomopatogen adalah jamur yang tumbuh dan membunuh serangga,’ tuturnya kemarin (6/9).

Setahun lalu Derdy mengambil sampel tanah dari Kota Batu, Malang. Sebanyak 400 gram tanah dimasukkan ke media penelitian. Kemudian, dia juga mengubur 10 ulat Hongkong hidup di dalam tanah tersebut dan dibiarkan selama 1ndash;2 minggu.

Hasilnya, ulat-ulat tersebut mati dengan bentuk berbeda. Ada yang menghitam, ada pula yang ditumbuhi jamur berwarna putih seperti kapur. Nah, jamur berwarna putih itu diambil, dikembangkan lebih banyak pada media tanam khusus jamur.

Jamur itulah yang merupakan entomopatogen. Tidak berhenti sampai di situ. Derdy meneruskan penelitian dengan membuat formulasi cairan toksin dari jamur entomopatogen. (ant/c15/nda)

Sumber: Jawa Pos, 7 Agustus 2016