Dokter Magdalena Sri Handayani: Sempat Didatangi CIA karena Berani Mengurai Bahan Peledak fadjar September 7, 2016

Dokter Magdalena Sri Handayani: Sempat Didatangi CIA karena Berani Mengurai Bahan Peledak

SURYA.co.id | SURABAYA – Menganalisa kimia, fisika, dan biologi menjadi panggilan hati pensiunan Polisi Wanita, dr Magdalena Sri Handayani Msi DFM Apt (61).

Hal inilah membuat wanita yang kini menjadi dosen di Fakultas Farmasi Universitas Surabaya (Ubaya) ini menerima posisi sebagai polisi wanita pada bagian laboratorium forensik Kepolisian Daerah Jawa Timur.

Jabatan ini ia terima setelah ia menuntaskan pendidikan di fakultas Farmasi Universitas Airlangga (Unair) dan mengikuti wajib militer di tahun 1982.

“Bekerja di laboratorium forensik ini suatu tantangan. Hasil pemeriksaan menjadikan saya sebagai saksi ahli. Dasar ilmu fisika, kimia biologi di farmasi juga terpakai,” ternag alumnus SMA K Santo Paulus Jember kepada SURYA.co.id, Kamis (1/9/2016).

Beragam kasus ia tangani hingga menjadi kepala Labfor Polda Jatim. Ia pun masih mengingat pengalaman mengurai bubuk dari Timor Leste ybag diduga bahan peledak. Dengan keterbatasan sarana prasarana, dan meminta pendapat berbagai pakar.

Ia berhasil mengurai kandungan bubuk yang ternyata merupakan bahan peledak berdaya ledak tinggi.

“Pihak CIA (Central Intelligence Agency) bahkan sampai mendatangi saya. Karena mereka heran ada yang berani mengurai bahan peledak di Surabaya yang menurut mereka kota kecil,” tutur wanita yang sempat bekerja di labfor Mabes Polri selama 4,5 tahun ini.

Baginya, tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas lebih penting dibandingkan mempertimbangkan risiko keselamatan. Apalagi menurutnya risiko pekerjaan sebagai Polri memang sudah diketahui sejak awal.

“Di forensik itu panggilan, bukan semata cari duit. Asyik sebenarnya di forensik,”lanjut ibu dua anak ini.

Memakai batik ungu dan rambut diikat sederhana, ia menceritakan tantangan lain dalam bekerja di labfor menurutnya adalah keterbatasan sampel yabg diperiksa.

Berbeda dengan di Industri yang bisa diambil kapanpun dan sebanyak apapun. Sampel dalam labfor terbatas pada temuan TKP.

Istri Bambang Haribowo SE Ak ini juga merasa beruntung memiliki pasangan hidup yang mengerti pekerjaannya. Bahkan tak jarang ia harus meninggalkan rumah saat ada olah TKP pada dini hari.

“Keluarga dan suami sangat tahu aktivitas saya. Mereka sering membantu menjaga anak-anak saat saya sewaktu-waktu harus ke lapangan,” kenangnya.

Kebiasaan kerja yang harus tiba di lokasi kejadian sewaktu-waktu membuatnya masih sering terjaga di malam hari, meskipun ia sudah pensiun sejak dua tahun lalu. Resiko pekerjaan tak hanya pada kesalahan kerja, namun efek dari bekerja dengan berbagai bahan kimia juga membuatnya menjaga kesehatannya.

“Efek bahan kimia yabg dihirup selama olah TKP dan analisa ini bahaya. Makanya dulu di kantor selalu diberi susu. Sampai sekarang jadi terbiasa minum susu, kalau makanan bergizi dan olahraga itu pasti,” lanjutnya.

Sumber: https://surabaya.tribunnews.com