Oleh: Hazrul Iswadi
Salah satu prinsip yang terkenal dalam ilmu pengetahuan (atau lebih khususnya dalam sains) adalah prinsip gunting Ockham (Ockham’s razor principle). Prinsip ini menyatakan kita sebaiknya membuat asumsi tidak melebihi kebutuhan minimum. Jika terdapat lebih dari satu penjelasan untuk satu keadaan maka penjelasan yang paling sederhana yang biasanya yang paling baik, tapi tentunya semua penjelasan yang ada yang kemudian dibandingkan adalah penjelasan-penjelasan yang telah memenuhi kecukupan dalam mewakili eksperimen yang ada. Einstein pada tahun 1933 di buku berjudul On the Method of Theoretical Physics menyatakan: “it can scarcely be denied that the supreme goal of all theory is to make the irreducible basic elements as simple and as few as possible without having to surrender the adequate representation of a single datum of experience.”
Prinsip gunting Ockham ini tidak melulu diterapkan hanya dalam sains. Dalam bidang matematika, esensi prinsip gunting Ockham dapat dilihat pada sifat syarat cukup pada premis yang digunakan oleh matematikawan untuk membuktikan sebuah pernyataan. Dalam bahasa matematika terdapat pernyataan “Jika A maka B.” Pernyataan A yang seringkali disebut premis memuat pernyataan yang minimal atau memuat hal-hal yang sudah mencukupi untuk mendapatkan kesimpulan yang tertera di B. Tidak ada tempat untuk lebay dalam pernyataan matematika. Pemilihan simbol, kata, atau konsep yang akan dinyatakan dalam premis harus dipilih dan ditata sedemikian sehingga tidak ada ketidakkonsistenan, ambigu, dan perulangan.
Sebagai contoh mudah yaitu: sebuah keadaan di matematika menyatakan bahwa melalui dua titik pada bidang dapat kita buat sebuah garis lurus. Kita sebenarnya dapat menggambarkan bermacam kurva yang melalui dua titik yang ditentukan di atas dan kurva-kurva itu dapat dibuat sehingga sesuai dengan data yang diberikan. Tapi prinsip gunting Ochkam menuntun kita untuk memilih relasi garis lurus yang menyatakan model yang terbaik. Logika yang sama berlaku juga untuk n buah titik data dapat kita buat kurva dengan derajat n.
Prinsip gunting Ockham diperkenalkan pertama kali oleh ahli teologi dan filsafat abad ke-13 yaitu William of Ockham (1287 ndash; 1347). Prinsip ini menuntun saintis untuk mengembangkan model teoritis dari segenap model yang telah diusulkan. Salah satu kriteria suatu model bertahan dan kemudian berkembang dalam bidang sains adalah sifat tahan uji dari kekeliruan (atau falsifiability criterion). Ada banyak sekali alternatif penjelasan yang dapat diberikan untuk suatu kejadian di alam agar terhindar dari kekeliruan. Tapi penjelasan atau teori yang paling sederhana lebih disukai daripada yang lebih kompleks karena teori yang sederhana lebih dapat diuji dan diulang-ulang sehingga mudah untuk memeriksa apakah teori tersebut keliru atau tidak.
Prinsip gunting Ockham dapat diaplikasikan oleh mahasiswa dalam melakukan kegiatan penelitian dan proyek sains atau ilmu pengetahuan selama pendidikan akademisnya di perguruan tinggi. Pada tahap-tahap berfikir ilmiah yang sudah dikenal selama ini, mahasiswa harus melakukan satu tahap yaitu menetapkan hipotesis. Selama ini jarang dibahas bagaimana hipotesis diformulasikan. Tentu saja hipotesis dibuat atas pengamatan, perkiraan, perkembangan dari teori-teori sebelumnya dan hal-hal itu sangat terkait dengan bidang ilmu yang sedang diteliti. Tapi bagaimana hal-hal diatas dirumuskan sehingga menghasilkan penjelasan dan teori yang baik jarang untuk dilatih.
Dalam menyusun hipotesis, mahasiswa dapat menetapkan beberapa asumsi yang diperkirakan akan sesuai dengan data pengamatan yang ada. Tapi hipotesis yang baik adalah hipotesis yang memuat sejumlah asumsi yang minimum. Beberapa asumsi awal yang ditetapkan mungkin tidak diperlukan, tidak sejalan dengan teori lain yang sudah ada, atau mungkin tiak terdefinisi dengan jelas. Pengamatan yang lebih teliti untuk asumsi-asumsi yang minimum tersebut kadang tidak dapat dilakukan dalam satu kali perumusan. Untuk itu, terkadang diperlukan proses berfikir yang beriterasi untuk menetapkan asumsi yang minimum.
Salah satu mata kuliah di Jurusan Teknik Industri Ubaya adalah mata kuliah Pemodelan Sistem. Pada mata kuliah ini mahasiswa ditugaskan untuk membuat model (biasanya model matematika) dari sistem yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Untuk melakukan hal itu, mahasiswa harus mengerti dengan baik apa itu sistem, mengerti konsep dari sebuah sistem, mengetahui karakteristik sistem, mengetahui komponen model, dan mengerti bagaimana membuat model dari sistem yang diberikan. Tugas membuat model dari sistem yang diamati dalam kehidupan sehari-hari yang diberikan kemahasiswa pada mata kuliah di atas adalah sarana pembelajaran mahasiswa secara langsung untuk menerapkan secara utuh konsep-konsep di atas.
Hal yang paling krusial dalam proses pembelajaran mahasiswa dalam mata kuliah Pemodelan Sistem di atas adalah proses menetapkan asumsi untuk membentuk model dari sistem yang diamati. Mahasiswa seringkali memasukkan asumsi-asumsi yang berlebihan atau tidak perlu untuk dapat membuat persoalan menjadi sederhana atau mudah diamati. Tapi dilain pihak asumsi yang terlalu banyak tersebut mereduksi kompleksitas sehingga model yang dibuat hanya sesuai dengan sistem dengan atribut asumsi yang banyak tersebut. Walau model yang diperoleh masih dapat dikatakan sebagai representasi dari sistem yang diamati tapi tidak dapat dikategorikan sebagai model yang baik. Model tersebut tidak dapat digunakan untuk menjelaskan sistem lain yang hampir sama atau malah serupa yang berada di tempat lain. Mahasiswa harus menggunakan gunting Ockham untuk “menggunting” variabel atau asumsi yang tidak perlu agar model memiliki asumsi minimum. Penerapan prinsip gunting Ockham akan membantu untuk mendapatkan model yang baik karena model yang memenuhi prinsip gunting Ockham haruslah sesuai dengan data pengamatan yang dilakukan dan memuat asumsi yang minimal.
Hal yang sama dapat dilakukan oleh mahasiswa yang sedang melakukan penelitian pada tugas akhir atau melakukan kegiatan penelitian seperti PKM (Program Kreativitas Mahasiswa). Penerapan prinsip gunting Ockham akan membantu hasil kegiatan penelitian mahasiswa untuk menjadi karya ilmiah yang bermutu.