Orang Tua Guru Pertama fadjar August 16, 2016

Orang Tua Guru Pertama

Memiliki anak dengan karakter baik adalah impian semua orang tua. Tapi, impian itu tidak bisa hanya dibangun sehari dua hari. Diperlukan waktu dan usaha tanpa henti untuk mewujudkannya.

SEBELUM membahas lebih lanjut, ada baiknya menyamakan dahulu persepsi tentang apa itu karakter. Presiden AS Ke-16 Abraham Lincoln pernah menyebut, ”Reputasi adalah sebuah bayang-bayang. Sedangkan karakter adalah pohonnya.”

Maksud pernyataan itu adalah karakter lebih dari sekadar reputasi atau nama baik. Karakter adalah diri kita yang sebenarnya. Segala hal yang kita munculkan, tak memandang orang melihat atau tidak. Memiliki karakter baik berarti melakukan hal yang benar karena memang meyakini bahwa adalah benar melakukan hal yang benar.

Sejumlah kamus mendefinisikan karakter sebagai sikap mental atau kualitas moral yang dimiliki setiap individu. Definisi lain menyebut sikap mental yang kompleks dan etika seseorang. Karakter itu dibangun sejak kecil.

Rumah dengan setiap individu di dalamnya menjadi sekolah pertama bagi anak sebelum mereka bersosialisasi di sekolah umum maupun masya rakat. ”Karena itu, orang tua adalah guru pertama bagi anak. Mereka harus bisa menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan karakter anak di keluarga,” ujar Nadia Sutanto SPsi MPsi, psikolog Universitas Surabaya.

Karakter tidak bisa hanya diajarkan lewat teori ataupun verbal. Harus ada pembiasaan dan teladan nyata. Contoh tindakan yang diajarkan berulang di lingkungan keluarga akan efektif dalam membentuk karakter. Tentu waktunya tidak sebentar. Setiap anak pun berbeda. Misal, si A membutuhkan waktu tiga bulan untuk mengetahui bahwa berbohong adalah hal yang salah, sedangkan si B bisa sampai tiga tahun.

”Sebelum memberi teladan pun, orang tua harus menjadi sosok yang berintegritas. Apa yang dia ajarkan juga harus dia lakukan,” tambah Nadia.

Asteria R. Saorinsong SPsi, psikolog dari Layanan Psikologi Bijaksana Surabaya, membenarkan bahwa cara terbaik membangun karakter anak adalah dengan tindakan nyata dan lingkungan yang kondusif. ”Pola pikir anak itu sangat sederhana dan realistis. Mereka akan lebih mudah belajar dengan meniru sekitarnya,” ujar Asteria.

Selain karena pola pikir yang sederhana, kemampuan belajar anak sedang berada pada fase perkembangan yang cepat. Pada usia 0 hingga 5 tahun, perkembangan otak yang cepat membuat anak menyerap banyak hal dari sekitarnya. ”Maka, di usia itu, pembiasaan dan penanaman karakter dari lingkungan harus dilakukan dengan tepat,” jelas Asteria.

Pada usia balita, beberapa anak mulai sekolah. Namun, Asteria tetap menegaskan bahwa pembentuk karakter anak yang utama tetap dari rumah. ”Kalau lingkungan dan orang tua sejak awal memberi contoh yang kurang pantas, anak bisa jadi menirunya dan terbawa terus sampai besar nanti,” ujar Asteria.

Selain keluarga, lingkungan menjadi penentu karakter seorang anak. Lingkungan itu bisa keluarga besar, tempat tinggal, atau bahkan media yang dikonsumsi. Apa yang sering anak lihat dari lingkungannya, itu pulalah yang akan dia yakini dan praktikkan di kehidupan. (len/c6/ayi)

Sumber: Jawa Pos, 12 Agustus 2016