Pakar Hukum Ketenagakerjaan : Butuh Pengawasan dan Proaktif Masyarakat fadjar June 24, 2016

Pakar Hukum Ketenagakerjaan : Butuh Pengawasan dan Proaktif Masyarakat

SURYA.co.id | SURABAYA – Pengesahan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (Permenaker 6/2016), masih menyisakan pertanyaan untuk pegawai outsourcing.

Menurut Suhariwanto SH MHum, Pakar Hukum Ketenagakerjaan Universitas Surabaya (Ubaya), pegawai outsourcing juga berhak mendapat Tunjangan Hari Raya (THR).

‘Setiap perusahaan yang memiliki hubungan kerja, wajib memberikan THR Keagamaan pada pegawai. Begitu pula untuk outsourcing. Pihak yang memiliki hubungan kerja dengan mereka yang wajib memberikan THR,’ kata pria yang akrab disapa Hari itu.

Jika perusahaan terkait bekerjasama dengan pihak lain untuk menyediakan pekerja outsourcing, maka pihak yang diajak bekerjasama juga berkewajiban memberikan THR pada pegawai outsourcing.

‘Jika hal itu tidak dilakukan, maka jelas harus ada sanksi hukum yang mengikat. Karena semua telah dijabarkan di Peraturan Menteri no 13 Tahun 2003,’ lanjut dosen Fakultas Hukum Ubaya itu.

THR sekurang-kurangnya diberikan 7 hari sebelum hari raya. Jika tidak, maka harus ada tindakan hukum juga. Disitulah fungsi pengawasan Dinas Tenaga Kerja diperlukan.

‘Karena petugas Disnaker terbatas, maka masyarakat harus proaktif melaporkan dan membela hak-hak tenaga kerja pada dinas terkait,’ imbuhnya.

Untuk perusahaan yang menyatakan tidak mampu membayar THR, Hari mengatakan, perusahaan itu harus memiliki laporan audit keuangan untuk mengetahui dimana letak ketidaksanggupannya.

‘Sekali lagi, Disnaker harus melakukan pengawasan mengenai laporan-laporan seperti itu. Ditelusuri lagi ketidakmampuannya seperti apa,’ katanya.

Sanksi untuk perusahaan yang tidak mengeluarkan THR, baik untuk pegawai tetap maupun pekerja outsourcing adalah sanksi teguran, sanksi hukum pidana, hingga penutupan perusahaan.

Sumber: https://surabaya.tribunnews.com