Refleksi Perjuangan Kartini : Menyeimbangkan Budaya dan Kemajuan Bangsa fadjar April 19, 2016

Refleksi Perjuangan Kartini : Menyeimbangkan Budaya dan Kemajuan Bangsa

Listyo Yuwanto

Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Menillik kembali perjuangan RA Kartini tentang kemajuan kaum perempuan di masanya melalui surat-surat yang pernah ditulisnya, seringkali muncul pendapat mengenai kepasifan dan kepasrahan Kartini dalam perjuangannya. Namun di sisi lain dalam surat-suratnya tampak jelas inisiatif dan tujuan yang hendak diperjuangkan Kartini di masa itu. Kartini ialah penunjuk jalan tercapainya kemajuan perempuan di masa yang akan datang yang dimulai dari perjuangan Kartini dengan diri sendiri.

Di awal perjuangannya Kartini merupakan sosok keras yang menentang adat istiadat Jawa terutama tentang adat memingit anak perempuan hingga menikah dan tidak memberikan hak kesempatan maju bagi perempuan. Kartini berpendapat bahwa adat istiadat Jawa bahkan agama merupakan faktor pengungkung yang merugikan atau menjajah perempuan. Adat istiadat yang menghalangi cita-cita Kartini bersekolah dokter, sekolah guru, dan sekolah bidan. Masa itu Kartini bercermin total kepada bangsa barat terutama Belanda yang memberikan kesempatan kepada perempuan Belanda untuk bersekolah ataupun mencapai cita-citanya tanpa harus terkungkung dengan pernikahan. Berbeda dengan adat istiadat Jawa yang mengharuskan satu-satunya cita-cita perempuan adalah menikah dan menjadi ibu rumah tangga mengurus keluarga.

Kartini memperjuangkan cita-citanya dengan sangat keras, namun tidak sendirian karena banyak teman-teman Kartini yang mendukung cita-cita Kartini termasuk beberapa keluarganya, namun karena adat istiadat yang masih sangat kuat maka cita-cita Kartini tidak bisa langsung terwujud seperti keinginan Kartini. Kartini di awal perjuangannya berharap dapat merubah adat istiadat untuk kesempatan kemajuan bagi kaum perempuan secara cepat. Namun dengan keinginannya tersebut membuat Kartini merasa sendiri dalam perjuangannya. Kaum tua masa itu mendukung Kartini dengan memberikan pendapat bahwa bisa mengambil sisi positif dari bangsa barat tetapi jangan dicontoh persis karena kondisi budaya atau adat istiadat yang berbeda.

Dengan demikian Kartini mulai merubah sikap kerasnya terhadap adat istiadat namun bukan berarti Kartini menyerah. Kartini tetap teguh memperjuangkan cita-citanya untuk kemajuan perempuan sekaligus kemajuan bangsa Indonesia. Kartini akhirnya menikah mengikuti adat istiadat Jawa yang merupakan lingkungannya. Kartini sadar bahwa individu tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya. Kartini berpendapat sebagai bentuk kesadarannya harus terdapat kesiapan serta keseimbangan antara adat istiadat dan kemajuan perempuan. Kartini sadar sebagai pembuka jalan perjuangan kemajuan perempuan yang dimulai dari perjuangan diri sendiri. Cita-cita tersebut dapat tercapai di masanya atau di masa yang akan datang. Perjuangan Kartini sebagai pembuka dan akan ada yang meneruskan cita-cita Kartini yang juga merupakan cita-cita masyarakat waktu itu untuk terwujudnya cita-cita kemajuan perempuan dan kemajuan bangsa Indonesia.