Optimalisasi Family Functioning Sebagai Pencegah Persebaran Virus Terorisme fadjar January 25, 2016

Optimalisasi Family Functioning Sebagai Pencegah Persebaran Virus Terorisme

Listyo Yuwanto

Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Doktrin atau idiologi terorisme terakhir ini semakin menyebar dan berkembang. Ditandai dengan adanya berbagai aksi terorisme yang terjadi di beberapa negara yang pelakunya rata-rata berusia muda atau remaja. Doktrin atau idiologi terorisme seringkali disebut dengan virus ataupun sel terorisme karena dapat ditularkan sehingga mampu merubah prinsip hidup individu dan jumlah yang memiliki idiologi teroris makin banyak yang artinya siapapun berpotensi terkena virus tersebut terutama di kalangan remaja yang masih mengalami krisis identitas.

Remaja merupakan masa yang dicirikan dengan adanya krisis identitas diri yang sederhana dapat digambarkan sebagai individu yang belum mantap baik dalam hal relasi sosial, aktivitas pengisi waktu luang, idiologi, ataupun religi. Pemahaman agama dan religi yang masih belum kuat, ditunjang dengan derasnya arus informasi global apabila tidak selektif dalam menerima informasi akan mudah terprovokasi gerakan radikal atau terorisme. Remaja masih belum mampu membedakan doktrin agama dan teroris, terlebih di dalam ajaran agama terdapat doktrin yang bisa disalahtafsirkan menjadi doktrin radikal atau terorisme. Beberapa bukti menunjukkan individu yang terlibat dalam gerakan radikal atau terorisme mengalami salah penafsiran terhadap suatu doktrin. Sebagai contoh seseorang bersedia mengorbankan dirinya dalam suatu skenario bom bunuh diri dengan tujuan dapat bertemu dengan bidadari yang telah dijanjikan di surga.

Dalam era globalisasi arus informasi mengalir deras dan informasi yang berkaitan dengan nilai materialistik lebih banyak daripada moralitas sehingga penghargaan terhadap sesama manusia menurun. Terdapat beberapa cara doktrin terorisme atau gerakan radikal berkembang, salah satunya melalui Internet. Beberapa temuan menunjukkan sel terorisme tersebar melalui surat elektronik (email) yang dikirimkan kepada remaja untuk bergabung dengan atau diidentifikasi kemungkinan dapat bergabung. Melalui pesan tersebut apabila direspon maka individu akan dianalisis kelemahan, kebanggaan, dan keyakinannya, dengan kata lain identitas dirinya dianalisis. Apabila individu masih mengalami krisis identitas maka mulailah ditawari hal-hal yang memikat, mulai menanamkan doktrin-doktrin tertentu yang dikemas melalui wordingatau background informationsedemikian rupa sehingga membuat remaja memutuskan untuk bergabung dengan gerakan radikal atau terorisme. Inilah awal dari dampak virus atau sel terorisme dalam diri individu, biasanya mulai ditandai dengan adanya perubahan perilaku, mulai memberikan julukan atau sebutan diri yang sebelumnya tidak ada atau berbeda dengan sebutan diri awal, ataupun mulai melakukan isolasi diri.

Disinilah letak pentingnya keberfungsian keluarga (family functioning) untuk mencegah berkembangnya virus atau sel terorisme. Family functioningmenggambarkan interaksi anggota keluarga yang meliputi komunikasi, afeksi, kontrol perilaku, peran, dan pemecahan masalah. Keluarga harus mengoptimalkan keberfungsian keluarga. Komunikasi yang baik antara keluarga dan remaja merupakan suatu kualitas relasi dalam keluarga yang harus dibangun. Melalui kualitas komunikasi yang baik, terjalin kedekatan antara keluarga dan remaja, sehingga pemantauan akses informasi dapat dilakukan dengan baik. Pemantauan akses informasi yang dilakukan remaja merupakan salah satu bentuk fungsi kontrol perilaku. Melalui pemantauan akses informasi keluarga dapat mengarahkan atau meluruskan pemahaman terhadap suatu prinsip doktrin ataupun ajaran tertentu. Caranya dengan menanyakan kepada remaja tentang apa yang dibaca, bagaimana pendapatnya tentang apa yang telah dibaca. Kontrol pergaulan masih perlu dilakukan keluarga terhadap remaja. Namun kontrol pergaulan bukan dalam bentuk larangan atau perintah seperti ketika masa anak-anak karena remaja mulai mengeksplorasi pergaulan sesuai dengan dirinya. Kontrol pergaulan di sini berfokus pada pengetahuan dengan siapa remaja bergaul, aktivitas apa saja yang umumnya dilakukan, dan dampak pergaulan tersebut bagi remaja. Apabila dampak pergaulan tersebut negatif maka keluarga harus segera berupaya untuk membantu menyelesaikan masalah remaja sehingga segera mendapatkan penanganan dan tidak berdampak pada perilaku yang lebih radikal. Melalui pemantauan akses informasi dan pergaulan keluarga berupaya mengoptimalkan fungsi komunikasi, afeksi, kontrol perilaku, peran, dan pemecahan masalah.

Optimalisasi ini diharapkan dapat membentuk remaja yang memiliki kemantapan identitas diri dengan mengatasi krisis identitas yang terjadi. Dengan demikian remaja dapat memiliki tujuan hidup, makna, dan arah yang positif, serta mengalami pertumbuhan pribadi melalui potensi-potensi diri yang positif yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.