Notaris dan Penyidik Perlu Persamakan Persepsi untuk Hindari Jeratan Hukum fadjar January 20, 2016

Notaris dan Penyidik Perlu Persamakan Persepsi untuk Hindari Jeratan Hukum

SURYA.co.id | SURABAYA ndash; Belakangan banyak bermunculan akta yang bersengketa dan bermasalah. Hal ini menjadikan sejumlah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus menjalani pemeriksaan bahkan hukuman akibat akta yang telah dibuatnya.

Bahkan hingga kini masih banyak PPAT yang akan menjalani pemeriksaan setelah berbagai berkasnya diselidiki.

Fakta ini diungkapkan Ketua Umum Ikatan PPAT Syafran Sofyan, Selasa (19/1/2016).

Syafran menyatakan hal ini dalam Seminar Persamaan Diantara Aparat Penegak Hukum dan Institusi Terkait Tentang Tugas dan Tanggungjawab PPAT Guna Mencegah Kriminalisasi Terhadap PPAT.

Seminar digelar Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Ubaya di lantai V Gedung Perpustakaan Kampus Tenggilis.

Ia pun menjelaskan, sering ditemukan akta yang dibuat, dipermasalahkan oleh penghadap atau pihak yang merasa dirugikan akibat diterbitkannya akta tersebut.

Hal ini terjadi adanya unsur kesengajaan (dolus) atau kelalaian (culpa), sehingga PPAT dipanggil dan diperiksa oleh penyidik kepolisian.

Dimungkinkan juga PPAT tersebut turut serta atau membantu melakukan tindak pidana dengan cara membuat keterangan palsu dalam akta yang dibuat terhadapnya.

“Akta PPAT tidak menjamin pihak-pihak atau penghadap berkata benar. Tapi yang dijamin oleh akta PPAT adalah pihak-pihak benar berkata seperti yang termuat di dalam akta,” urai Syafran soal potensi terjeratnya PPAT dalam kasus hukum.

Syafran menilai perlunya persamaan persepsi PPAT-Notaris dengan penegak hukum terkait dugaan pelanggaran hukum tindak pidana.

Belum adanya kesamaan persepsi memunculkan cap PPAT bersekongkol, bahkan masuk jaringan mafia tanah atau hukum terkait tanah.

“PPAT yang ditahan terus bertambah, PPAT yang menunggu panggilan (aparat hukum) banyak. Di sini (seminar) supaya ada sinergitas, persamaan persepsi antara penegak hokum, pemda, pajak dan lainnya,” ujarnya.

Menurutnya, perbedaan persepsi kerapkali terjadi sehubungan profesi PPAT. Aparat penegak hukum mencari alat bukti, sedangkan PPAT mengeluarkan alat bukti.

Sedangkan, antara aparat hukum, Pemda, pajak dan lainnya memiliki cantolan hukum berbeda.

“PPAT seolah sebagai pihak penerima kuasa, order dan sebagainya. Banyak PPAT terkena pasal penerima dana titipan transfer, dana pajak dan lainnya yang diduga itu berasaldari hasil tindak pidana. Belum lagi karena standarisasi di BPN (Badan Pertanahan Nasional/Agraria) yang berbeda yang bisa membuat PPAT dijerat proses hukum,” paparnya

Sesuai Putusan MA No. 702K/Sip/1973, lanjutnya, PPAT fungsinya sebatas mencatatkan atau menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap PPAT.

Tidak ada kewajiban bagi PPAT untuk menyelidiki secara materil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan PPAT.

“Seorang pejabat umum (PPAT) oleh undang-undang diberikan imunitas berupa kewajiban dan hak ingkar atau hak mengundurkan diri (verschoningrecht) dalam pelaksanaan kewajiban member keterangan sebagai saksi di pengadilan. Hal ini berkaitan dengan rahasia jabatan,” ungkapnya, lagi.

Kasubdit II Tipid Harda Bangtah Polda Jatim AKBP Heru Prasetyo menegaskan Polri memiliki kewenangan mengatasi malapraktik PPAT.

Menurutnya, Polda menangani persoalan kriminalisasi yang berkaitan dengan tugas dan tanggungjawab PPAT di Jatim.

“Sebagai pejabat umum, PPAT dituntut bertanggungjawab terhadap akta yang telat dibuatnya. Jika akta yang dibuat notaris mengandung cacat hukum dan ini terjadi karena kesalahan PPAT, baik karena kesengajaan maupun lalai maka akan menimbulkan pertanggungjawaban,” tegas Heru.

Sumber: https://surabaya.tribunnews.com