Lebaran dan Perilaku Konsumtif Masyarakat fadjar July 14, 2015

Lebaran dan Perilaku Konsumtif Masyarakat

Listyo Yuwanto

Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Pusat-pusat perbelanjaan seperti pasar tradisonal dan modern mulai ramai dan menjadi sangat ramai, itulah salah satu fenomena khas yang terjadi di pertengahan bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri atau yang dikenal dengan lebaran. Ramainya pusat perbelanjaan sudah nampak mulai dari area depan pusat perbelanjaan, tempat parkir kendaraan penuh, dan bahkan aktivitas berbelanja yang berdesakan. Terdapat kesamaan aktivitas masyarakat di tempat-tempat perbelanjaan tersebut, yaitu memenuhi kebutuhan Idul Fitri atau lebaran. Kebutuhan utama bagi masyarakat saat Idul Fitri adalah pakaian baru. Idul Fitri telah identik dengan menggunakan pakaian baru, bahkan sampai ada istilah kalau tidak menggunakan pakaian baru maka belum merasakan namanya Idul Fitri. Apakah benar saat merayakan Idul Fitri harus menggunakan pakaian baru? Tentunya hal tersebut tidak benar. Entah darimana dimulainya tradisi Idul Fitri dengan pakaian baru, namun perilaku Idul Fitri harus menggunakan pakaian baru jelas menunjukkan perilaku konsumtif.

Masyarakat Indonesia memang sudah dikenal sebagai masyarakat konsumtif. Saat barang-barang yang dimiliki masih berfungsi, tetapi ketika produk terbaru keluar maka terdapat kecenderungan untuk membeli produk baru. Dasarnya adalah mengikuti perkembangan terbaru atau trend dan memiliki kekuatan finansial untuk membelinya tanpa terlalu mempertimbangkan fungsi dasarnya. Kecenderungan perilaku konsumtif ini juga dilakukan oleh orang-orang yang kekuatan finansialnya tidak memadai. Bahkan demi mendapatkan produk terbaru, mereka sampai berhutang. Karakteristik tersebut jelas menggambarkan bagaimana konsumtifnya masyarakat kita.

Dengan karakteristik tersebut, sangat mudah bagi produsen untuk menawarkan produk terbaru. Ditambah lagi dengan iming-iming diskon dan momentum hari besar keagamaan seperti Idul Fitri menjadi pendorong yang kuat bagi masyarakat untuk berperilaku konsumtif. Sebelum bulan Ramadhan tiba, iklan tentang produk baru untuk Ramadhan dan Idul Fitri telah diluncurkan sehingga banyak orang berpikir inilah waktunya untuk berbelanja. Melalui iklan yang gencar, Idul Fitri diidentikkan dengan kepemilikan dan penggunaan produk baru. Mulai dari kendaraan, perlengkapan rumah tangga, pakaian, dan produk elektronik. Masyarakat yang konsumtif tidak lagi berpikir panjang tentang harga karena barang yang akan dibeli telah didiskon. Namun apakah masyarakat pernah berpikir bahwa produsen juga mencari keuntungan dari perilaku konsumtif masyarakat, misalnya saja mempertimbangkan harga awal sebelum didiskon dan harga akhir setelah didiskon. Bagi mereka yang cermat berbelanja, tentu akan membandingkan dulu harga normal sebelum didiskon, apakah harga awalnya termasuk wajar atau tidak. Beberapa bukti menunjukkan bahwa harga barang sebelum didiskon telah dinaikkan terlebih dahulu sehingga harga akhirnya sama seperti harga asli. Kebutuhan untuk berlebaran dengan barang baru membuat masyarakat tidak cermat dan menjadi lebih konsumtif. Pola berpikir ini telah mewarnai sebagaian besar masyarakat Indonesia dan diturunkan dari generasi ke generasi sehingga terus terjaga hingga saat ini.

Ditambah lagi pola perbandingan sosial masyarakat kita juga tergolong tinggi. Saat tetangga membeli barang baru untuk berlebaran, maka itu menjadi stimulasi untuk membeli barang baru. Saat mudik ke kampung halaman, tentunya biasanya membawa kendaraan atau barang baru sebagai oleh-oleh keluarga. Hal tersebut dijadikan ukuran kesuksesan bekerja atau merantau di kota, sehingga menjadi keharusan membawa atau memakai barang baru saat mudik.

Masyakarat juga tidak terlalu sadar, bahwa setelah lebaran masih ada kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Bagi mereka yang cermat, akan menyisakan rejeki tunjangan hari raya yang diperoleh untuk menabung atau dana cadangan kebutuhan mendesak. Namun apakah semua masyarakat kita berpikir seperti itu. Di tahun ini, lebaran juga disertai dengan tahun ajaran baru pendidikan. Tentunya pengeluaran masyarakat untuk menyekolahkan anak dan memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan pendidikan juga tinggi. Hal ini perlu dicermati dan disiapkan masyarakat, jangan sampai mengutamakan membeli barang-barang baru untuk dipakai saat Idul Fitri tetapi kebutuhan utama pendidikan anak terbengkalai.

Pesan yang hendak disampaikan melalui tulisan ini adalah, Idul Fitri tidak identik dengan menggunakan produk baru. Terpenting bagaimana kita memenuhi kewajiban membayar zakat dengan rejeki yang telah didapatkan dan meningkatkan ibadah yang telah digembleng selama bulan Ramadhan. Boleh berbelanja tetapi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.