Manfaatkan Sisa Momentum Perbaiki Fondasi Ekonomi fadjar June 16, 2015

Manfaatkan Sisa Momentum Perbaiki Fondasi Ekonomi

JAKARTA – Bobot dampak pelarian modal (capital outflow) terhadap perekonomian Indonesia akan bergantung kepada seberapa berani kabinet Presiden Joko Widodo mengambil tindakan tegas, seperti menghentikan kebergantungan pada impor pangan yang memboroskan devisa, mematikan petani nasional, dan merapuhkan ketahanan nasional.

Ancaman capital outflow saat ini yang berpotensi menekan kurs rupiah dan menggoyahkan fondasi ekonomi negara semestinya menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk merubah haluan negara. Presiden semestinya mau mendengarkan lebih banyak masukan dari masyarakat, dari petani, maupun akademisi sehingga bisa mengambil langkah mendasar.

Pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan Bank Indonesia (BI) sebagai penentu pergerakan kurs rupiah dan tingkat bunga selama ini kerap lamban bereaksi dengan tepat karena terlalu banyak kepentingan sesaat.

‘Tren tekanan depresiasi terhadap rupiah dan bursa saham Indonesia merupakan pesan yang mengingatkan kita bahwa dampak capital outflow bisa sampai beberapa tahun ke depan. Namun besar atau kecil dampat itu bergantung kepada seberapa berani kabinet Jokowi mengambil tindakan tegas tadi,’ papar Wibisono ketika dihubungi, Senin (15/6).

Negara, lanjut dia, setiap tahun dirugikan puluhan triliun rupiah akibat kolusi korupsi dan nepotistme (KKN) impor pangan. Hal itu bisa terjadi karena pemerintah membebaskan tarif impor, tapi negara lain mengenakan. ‘Itu karena kolutif yang merugikan negara puluhan triliun rupiah dari pembebasan tarif impor pangan. Kalau tiap tahun puluhan triliun rupiah, selama 10 tahun terakhir berapa?’

Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Mashuri, menambahkan yang paling mengkhawatirkan, impor pangan membahayakan ketahanan nasional. Impor pangan bisa berlangsung tanpa kendali akibat kartel. Ini kejahatan yang luar biasa karena membahayakan suatu bangsa dan negara.

‘Rakyat dan petani mempunyai harapan besar kepada menteri strategis antara lain menteri perdagangan, menteri keuangan, dan menteri pertanian,’ tegas Mashuri.

Ia berpendapat beberapa menteri kunci mempunyai peran penting. Misalnya, mendag bisa memperjuangan perdagangan yang adil terhadap petani Indonesia dan adil kepada industri nasional. Industri yang berbahan baku dalam negeri harus dilindungi. ‘Selama ini mendag sudah sangat cepat tanggap masalah internasional, kemendag menjadi kementerian yang paling strategis saat ini.’

Sebelumnya, pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Karyadi Mintaroem, mengemukakan aliran pelarian modal ibarat air yang akan mengalir ke tempat lebih rendah atau relatif tidak berisiko, yakni kembali masuk ke negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa, untuk diinvestasikan ke beragam instrumen investasi disana. Akibatnya, daerah yang tidak menarik lagi sebagai tempat investasi, seperti di Asia Tenggara, akan ditinggalkan sehingga bakal mengalami kekeringan likuiditas.

Bagi Indonesia, kata dia, fenomena itu sudah pasti akan lebih melemahkan kurs rupiah terhadap dollar AS. Padahal, jika mata uang RI itu terus dilemahkan, Indonesia kini tidak memiliki daya penangkal lagi untuk menahan penurunan nilai rupiah yang lebih dalam.

‘Bila modal asing terus keluar dari Indonesia maka pelemahan rupiah akan semakin sulit terbendung. Pasalnya, tanpa ditekan faktor eksternal pun, devisa negara terus terkuras akibat kebergantungan yang tinggi pada impor, terutama impor pangan,’ papar Karyadi.

Bakal Kelimpungan

Wibisono mengatakan pemerintah harus memperbaikan fondasi ekonomi secara sungguh-sungguh meski bank sentral AS menunda kenaikan suku bunga The Fed hingga akhir 2015 atau awal 2016. Pemerintah mesti memanfaatkan sebaik mungkin momentum saat ini sampai realisasi kenaikan bunga acuan The Fed.

‘Bukan berarti kita boleh santai, banyak pekerjaan yang harus dilakukan pemerintah terutama dalam memperbaiki daya saing. Akibat lemahnya daya saing ini kita sangat bergantung impor dan rupiah menjadi rentan sekali bila muncul tekanan,’ jelas dia.

Pada saatnya capital outflow terus berlanjut, menurut Wibisono, semua negara berkembang akan kelimpungan. Pada saat itulah, ia mengingatkan jangan sampai pemerintah terus menambah utang karena biaya dana akan membengkak akibat likuiditas mengering setelah dana tersedot kembali ke negara maju.

Mashuri menambahkan ancaman gonjang-ganjing ekonomi nasional akibat tekanan ekonomi global tidak akan separah saat ini andai pemerintah fokus pada maksimalisasi nilai utama negara, yakni alam yang subur dan jumlah penduduk yang banyak. Menurut dia, belum terlambat bagi pemerintahan hari ini untuk memperbaiki sektor pertanian dasar dan menyiapkan industri turunan produk pertanian perkebunan.

‘Makanya di kita ini impor pangan dibuka lebar-lebar, nol persen tarif. Padahal membunuh petani kita, membuat kita bergantung, menambah angka pengangguran. Impor pangan itu sumber dari segala sumber masalah, tapi malah dikasih karpet merah,’ tandas Mashuri. SB/YK/WP

Sumber : koran Jakarta