Start Surabaya, Ikon Baru Industri Kreatif Surabaya fadjar February 10, 2015

Start Surabaya, Ikon Baru Industri Kreatif Surabaya

Langkah Awal Wujudkan Lembah Silikon

Soal industri kreatif, Surabaya masih kalah oleh Jakarta, Bandung, ataupun Jogjakarta. Pemkot Surabaya menyadari hal itu dan membuat sejumlah pilot project. Di antaranya, menggembleng anak-anak muda dalam industri kreatif, mengumpulkan mereka dalam satu kawasan, dan membuat silicon valley (lembah silikon) di Surabaya.

JUNEKA SUBAIHUL MUFID

RUANGAN itu tampak berbeda engan kantor-kantor di sampingnya. Dekorasinya didesain sangat nyeni. Seperti ruangan yang belum selesai finishing, tapi tertata artistik. Lantainya belum dikeramik. Di plafonnya terlihat jelas kabel listrik putih, sistem pipa hidran, dan saluran ventilasi pendingin udara.

Yang lebih nyentrik lagi, langit-langit ruangan itu dihiasi tiga miniatur pesawat terbang merah. Sisi unik ruangan tersebut juga didukung bentuk tudung lampu yang sekilas mirip dengan sarang lebah.

Ruangan yang terletak di lantai 7 Gedung Spazio, Surabaya Barat, itu menjadi kawah candradimuka untuk melatih talenta anak muda Surabaya. Mereka mendalami industri kreatif berbasis teknologi informasi dalam wadah bernama Start Surabaya. Itu adalah program terbaru Pemkot Surabaya yang bekerja sama dengan berbagai kalangan. Antara lain, industri, kampus, praktisi teknologi, media, dan komunitas.

Mereka menggembleng anak-anak muda usia 18ndash;25 tahun asal Surabaya untuk mengembangkan kemampuan dalam bidang industri kreatif. Antara lain, pengembangan aplikasi berbasis website maupun smartphone. Para peserta dijaring dari sekitar 500 pendaftar. Semula Start Surabaya memiliki 45 peserta. Tetapi, setelah sebulan berjalan, hanya 35 pemuda yang aktif. Mereka terkumpul dalam sebelas kelompok. Masing-masing terdiri atas tiga atau empat orang.

Semua kegiatan itu gratis. Peserta tidak dikenai biaya sedikit pun. Mentor yang didatangkan tidak dibayar. ”Saya datang ke sini dan berdiskusi dengan peserta. Ya, memang tidak dibayar,” kata Danton Prabawanto, salah seorang mentor Start Surabaya

Danton biasa dipanggil sebagai ketua RT oleh sejumlah peserta Start Surabaya. Pria yang menjadi direktur Beon Intermedia, perusahaan penyedia web hosting, itu sering datang ke Start Surabaya.

Dia juga lebih pas disebut sebagai seorang teman yang baik. Pengalaman Danton di dunia bisnis berbasis website tersebut ditularkan kepada para peserta. Mereka berdiskusi. Danton memberikan masukan. Kadang dia juga mengkritik ide dan pemikiran peserta.

Kemarin siang misalnya, Danton berdiskusi dengan Edwin Chandra Wijaya dan Lutfi Dwi Ariefiandi yang sedang menyiapkan aplikasi pencarian koskosan. Mereka menamainya Pikost. Selembar peta kos-kosan di sekitar kampus Universitas Ciputra (UC) dihamparkan. ”Kalau kertas hanya bisa selembar, aplikasi bisa memuat informasi yang lebih banyak daripada ini,” jelas Danton.

Edwin dan Lutfi sebenarnya berkolaborasi juga dengan seorang lagi, Ruben Tri Simamora. Mereka berasal dari kampus berbeda-beda. Edwin jebolan Jurusan Multimedia Universitas Surabaya, Lutfi dari UC, dan Ruben kuliah di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS). Latar belakang peserta yang beragam itu menjadi keuntungan tersendiri. ”Mereka bisa memperkaya data. Soal lokasi kos-kosan itu, misalnya. Yang sudah ada itu di UC,” imbuh dia.

Edwin menjelaskan, aplikasi Pikost tersebut masih dikembangkan. Mereka mengumpulkan data sebanyak-banyaknya agar aplikasi itu relatif lengkap. ”Misalnya nanti bisa melihat view dari jendela kamar kos juga,” kata Edwin yang baru lulus pada 2014 tersebut.

Lutfi menambahkan, aplikasi Pikost itu bukan yang pertama dipikirkan tim tersebut. Semula mereka ingin membuat museum, tapi ide itu dianggap kurang menarik. Lalu bergeser ke aplikasi jual beli rumah. Namun, ide tersebut juga berubah. Kemudian mereka memilih membuat aplikasi untuk mencari kos-kosan. ”Kalau membeli rumah, butuh pertimbangan yang cukup panjang. Beda dengan kos-kosan ini, akan lebih berguna,” imbuhnya.

Pada sesi diskusi itu, Danton lagi-lagi memberikan saran. Salah satunya, aplikasi tersebut dibuat gratis terlebih dahulu. ”Tapi, sejak saat ini harus mulai dipikirkan sisi pengembangan bisnisnya,” ujar dia.

Diskusi tim aplikasi Pikost itu terus berlanjut dan semakin menghangat. Sesekali terlihat wajah serius. Tapi, ada pula selingan senyuman kecil. Di meja lain, diskusi yang tak kalah seru juga berlangsung. Dua orang yang masih berstatus mahasiswa mem- bicarakan rencana bisnis mereka dalam membuat aplikasi untuk orang buta warna dan pendengaran lemah. Dzaky Zakiyal Fawwaz dan Hari Setiawan, dua mahasiswa ITS itu, tidak hanya duduk. Mereka beringsut ke jendela.

Di jendela, mereka menuangkan ide. Bahkan, business plan mereka pun ditulis di kaca jendela. Tabel-tabel urutan rencana bisnis dan konten aplikasi bernama Meable tersebut dijabarkan dengan detail. Mereka rupanya tidak ingin main-main dalam membuat aplikasi untuk mempermudah penderita buta warna mengoperasikan smartphone.

Survei ke sejumlah dokter dan penderita buta warna juga sudah dilakukan. ”Kami akan menggali data ke dokter spesialis mata,” ujar Dzaky, mahasiswa ITS angkatan 2014. Keseriusan seperti itu memang tidak setiap hari dijumpai. Kadang ada peserta yang berada di luar markas Start Surabaya untuk mencari data. Pengumpulan data itu merupakan usaha serius para peserta untuk bergabung dalam program triwulanan tersebut. Setelah tiga bulan, mereka harus bisa mengembangkan sendiri bisnis yang sedang dibuat.

Jiewa Kusumo, salah seorang mentor Start Surabaya, mengungkapkan, ide bisnis dari masing-masing peserta bisa saja berubah. Itu hal yang lumrah dalam dunia bisnis. ”Yang penting, mereka punya semangat dan tidak gampang menyerah,” ujar fotografer yang menekuni food photography itu.

Dia mencontohkan, pada saat pendalaman ide, para mentor biasanya memberikan kritik pedas. Kadang juga terasa kasar sampai mirip makian. ”Tapi,

bukankah lebih baik berdarah-darah di sini daripada nanti di luar,” katanya memodifikasi slogan yang kerap diteriakkan Marinir dalam latihannya. Yakni, lebih baik mandi keringat di latihan ketimbang mandi darah di pertempuran.

Di Start Surabaya, mentor dan peserta bisa berinteraksi dengan begitu cair. Syaratnya, si peserta harus aktif bertanya atau mengajak berdiskusi. Selain mentor datang hampir tiap hari, ada jadwal khusus untuk berdiskusi lebih formal. Mentor-mentor dari berbagai bidang diundang untuk memberikan banyak wawasan dan ide. Cara itu juga dipakai para peserta untuk belajar lebih banyak soal dunia kreatif.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menggadang-gadang Start Surabaya akan menjadi cikal bakal industri kreatif di Kota Pahlawan. Bibit-bibit baru akan tumbuh jadi talenta yang mumpuni di bidang bisnis berbau teknologi informasi itu. ”Semoga nanti ini menjadi Silicon Valley-nya Surabaya,” ujar dia.

Silicon Valley merupakan julukan daerah di California, Amerika Serikat, tempat banyak perusahaan di bidang komputer dan semikonduktor berdiri. Perusahaan-perusahaan yang sekarang menghuni Lembah Silikon, antara lain, Adobe Systems, Apple Computer, Cisco Systems, eBay, Google, Hewlett-Packard, Intel, dan Yahoo! Start Surabaya diharapkan bisa memulai langkah besar itu. (*/c7/ayi)

Sumber: Jawa Pos