Mahasiswi Ubaya Manfaatkan Bambu Jadi Tas Fashionable fadjar September 11, 2014

Mahasiswi Ubaya Manfaatkan Bambu Jadi Tas Fashionable

Mahasiswi Ubaya Manfaatkan Bambu Jadi Tas Fashionable

KBRN, Surabaya: Selama ini tas berbahan bambu kebanyakan digunakan ibu – ibu untuk tempat belanjaan di pasar trasidional. Keterbatasan fungsi ini yang membuat Wenda memiliki ide untuk mengaplikasikan bahan bambu menjadi tas yang lebih fashionable. Mahasiswi Jurusan Desain Manajemen Produk Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya ini, memberi nama karyanya dengan sebutan DIOBO (Cardio Bamboo).

Cardio berasal dari istilah cardio mind yang berarti mengutamakan bahan-bahan ramah lingkungan. Tidak seperti proses pengawetan bambu yang pada umumnya menggunakan bahan kimia, cardio bamboo memanfaatkan rebusan daun papaya dan sirih untuk mengawetkan bambu sebelum didesain menjadi sebuah produk.

‘Sebenarnya ada juga yang mengawetkan bambu menggunakan rendaman air garam kemudian dijemur dan diasap. Namun tak lama kemudian bambu itu akan dimakan kumbang bubuk,’ ujar gadis kelahiran Kediri ini, Rabu (10/9/2014).

Selama eksperimennya, Wenda telah mencoba campuran antara tembakau dan cengkeh, maupun kapur dan garam. Namun, usaha tersebut masih dirasa kurang membuahkan hasil efektif dan maksimal. ‘Sampai akhirnya saya terus cari alternatif pengawetan alami yang lain, dan ketemulah resep ini,’ tambahnya.

Wenda menggunakan bambu jenis Apus. Keunggulannya ada di seratnya yang lembut, lentur, dan jarak antar ruas yang panjang. Proses pembuatannya pun tak terlalu rumit, asal sabar, rapi, dan teliti. Pertama, bambu yang sudah ditipiskan hingga berupa lembaran-lembaran direndam dengan rebusan daun papaya dan sirih semalaman. Kemudian, lembaran-lembaran bambu dijahit dan direkatkan dengan karton duplex untuk disatukan. Baru setelahnya, lembaran tersebut akan dijahit dengan kulit dan aksesoris lain agar membentuk sebuah tas. Untuk finishing, semprotkan saja pilok bening untuk memberi kesan tekstur yang halus dan mengkilap.

Cardio bamboo terdiri dari tiga macam produk yakni dompet, clutch, dan handbag. Harganya pun beragam dan dibanderol antara 400.000 hingga 700.000 rupiah. Uniknya, aksesoris yang ada pada setiap produk tersebut memiliki fungsi modular. ‘Artinya aksesoris tersebut bisa dilepas dan digunakan untuk fungsi lain. Misalnya, salah satu aksesoris yang menempel di dompet bisa dilepas dan digunakan sebagai gelang. Begitu juga aksesoris pada handbag bisa dilepas dan digunakan sebagai sabuk,’ papar sulung dari tiga bersaudara ini.

Dosen pembimbing dua Kumara Sadana M. A mengatakan keunggulan produk Wenda karena bamboo ini diaplikasikan ke bentuk tas, maka lebih ringan jika dibandingkan dengan bahan kulit. Selain itu inovasi pengawetan bamboo alternative ini membuat umur bamboo lebih lama sampai sampai saat sidang skripsi beberapa dosen penguji menginginkan untuk membeli produk tersebut. (Anik H/AKS)

Sumber: https://rri.co.id

Mahasiswi Ubaya Ciptakan Tas dari Bambu

Surabaya (Antara Jatim) – Mahasiswi Universitas Surabaya (Ubaya) Wenda menciptakan tas dengan dominasi lapisan dari bambu, karena itu mahasiswi Jurusan Desain Manajemen Produk pada Fakultas Industri Kreatif Ubaya itu menamai karyanya dengan sebutan ‘DIOBO’ atau Cardio Bamboo.

‘Tas dari bambu selama ini berbentuk anyaman atau kerajinan, sehingga tidak menarik, karena itu saya mencoba mengangkat pamor bambu menjadi bahan yang menarik dengan membuat tas yang 50 persen bahannya dari bambu,’ kata mahasiswi kelahiran Kediri itu di kampus setempat, Rabu.

Dalam karya yang merupakan tugas akhir (TA) dengan nilai A (85) itu, Wenda yang segera diwisuda itu melakukan dua hal untuk bambu yakni membuat bambu menjadi ‘fashionable’ dan merekayasa bambu menjadi bahan yang awet dari serangan kumbang bubuk, rayap, dan sejenisnya.

‘Untuk fashionable atau menjadi bahan yang memiliki estetika tinggi dan disukai anak-anak muda, maka bambu saya padukan dengan bahan kulit dan kain menjadi handbag (tas), clutch (tas kempit), dan wallet (dompet), tapi bahan dari bambu-nya tetap 50 persen,’ katanya.

Caranya, bambu yang telah disayat tipis diawetkan dengan bahan-bahan alami, lalu dijahit dengan paduan bahan kulit yang dilapisi kain di bagian dalam, sehingga tas kulit yang ada menjadi lebih ringan, tapi tas tetap modis, meski 50 persen terbuat dari bahan bambu.

‘Untuk membuat bambu bisa awet, saya melakukan beberapa kali uji coba hingga sekitar enam bulan dan akhirnya saya pilih cara pengawetan dengan bahan alami yakni bambu yang sudah disayat tipis direndam dengan air rebusan daun pepaya dan sirsat. Buktinya, tas buatan saya sudah enam bulan tidak digerogoti kumbang bubuk,’ katanya.

Mahasiswi angkatan 2010 yang berencana mematenkan tas bambu buatannya itu mengatakan kendala dalam pembuatan tas bambu itu terkait proses pengawetan dan penjahitan yang tidak mudah, sehingga dirinya terkadang membutuhkan waktu seminggu untuk satu produk.

‘Tapi, saya berencana memproduksi dalam jumlah banyak dan akan saya tawarkan secara online. Namanya Diobo yang berasal dari kata cardio dan bamboo. Cardio adalah tren fashion tahun 2014 dan kata bamboo untuk menunjukkan bahan andalannya dari bambu,’ katanya. (*)

Sumber: https://www.antarajatim.com

Bahan Direndam dengan Daun Pepaya dan Sirsat

SURYA Online, SURABAYA ndash; Tas berbahan bambu cukup banyak di pasaran. Bentuknya yang monoton dan klasik membuat tas ini hanya dipakai ibu-ibu berbelanja ke pasar tradisional.

Melihat hal ini, Wenda Anika, mahasiswa Jurusan Desain Manajemen Produk, Fakultas Industri Kreatif, Universitas Surabaya membuat tas bambu menjadi lebih fashionable.

Sepertinya namanya, Diobo (Cardio Bamboo), tas bercorak kuning ini memakai bahan-bahan ramah lingkungan.

Wenda memakai daun pepaya dan sirsat untuk mengawetkan bambunya. Kedua jenis daun ini kaya kandungan senyawa acetogenin antara lain simisin, bulatacin dan squamasin.

”Sebenarnya yang mengancam bambu bukan rayap tetapi kumbang bubuk. Keduanya sama-sama hewan pengerat yang bisa merusak kayu,” terang Wenda saat ditemui di Perpustakaan Ubaya Tenggilis, Rabu (10/9/2014).

Senyawa acetogenin ini didapat dengan cara merebus kedua daun ini dalam air mendidih. Air rebusan inilah yang dipakai merendam bambu yang siap dipakai selama satu hingga dua hari. Lalu dikeringkan dalam sinar matahari dan selanjutnya bisa dipakai.

Diakui Wenda, sebelum menggunakan daun pepaya dan sirsat dia telah beberapa kali mencoba bahan lain.

”Awalnya saya memakai garam dan kapur, tetapi sisa-sisa garam dan kapurnya malah menempel di bambu sehingga sangat jelek,”kata gadis kelahiran 22 April 1992.

Dia lalu mencoba memakai tembakau dan cengkeh yang ternyata juga mengandung senyawa acetogenin. Tetapi, baunya terlalu menyengat menyerupai rokok sehingga Wenda mencari cara lainnya.

”Kalau daun pepaya dan sirsat ini selain pengawet alami juga tidak berbau jadi tepat untuk fashion,”terang mahasiswa asal Kediri.

Setelah menemukan pengawet yang tepat, Wenda lalu mencari jenis bambu. Dan pilihannya jatuh pada bambu apus yang memiliki serat lembut, lentur dan jarak antar ruas yang panjang.

Lembaran-lembaran bambu tipis ini dipadukan dengan kulit sapi asli dan aksesoris. Sebagai tahap finishing dia menyemprotkan pilok bening untuk memberi kesan tekstur halus dan mengkolap. Produk cardio bambu ini ada tiga yakni dompet, clutch dan handbag.

Uniknya, dari tiga jenis ini memiliki aksesoris yang bisa dilepas dan dipakai untuk fungsi lain.
Misalnya tali yang ada di bagian depan clutch bisa dilepas dan dipakai untuk gelang.

Begitu juga dengan aksesoris handbag yang bisa dilepas dan dipakai untuk ikat pinggang. ”Warnanya yang senada dengan tas membuat gelang dan ikat pinggang ini sangat matching saat dipakai,”kata sulung dari tiga bersaudara.

Cardio bamboo ini tak hanya menjadi tugas akhir kuliahnya. Wenda berencana mengembangkan produknya hingga bisa diproduksi massal. ”Mungkin tahap awal saya akan mempromosikan di online shop dulu,”tekat gadis berambut panjang ini.

Karena bahan-bahan yang dipakai cukup mahal, sehingga Wenda membanderal ketiga macam produk ini antara Rp 400.000 hingga Rp 700.000. ”Yang mahal kulit nya karena asli dan mencarinya juga tidak mudah,”tandasnya.

Dosen Pembimbing Kumara Sadana mengatakan keunggulan produk ini selain fashionable juga lebih ringan jika dibandingkan dengan bahan kulit seluruhnya. Selain itu inovasi pengawetan bambunya juga membuat produk ini lebih tahan lama dibandingkan bahan lainnya.

”Sampai-sampai saat sidang skripsi banyak dosen penguji yang ingin membelinya,”katanya.
Penulis: Musahadah
Editor: Parmin

Sumber: https://surabaya.tribunnews.com