Listyo Yuwanto
Fakultas Psikologi Universitas Surabaya
Indonesia sebagai salah satu negara dengan wilayah yang tergolong memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Mulai dari bencana alam hingga bencana sosial berpotensi terjadi di Indonesia. Bencana alam yang berpotensi terjadi di Indonesia mulai dari banjir, angin puting beliung, tanah longsor, gunung meletus, tsunami, dan gempa bumi dapat terjadi di sepanjang kepulauan Indonesia mulai dari Sabang hingga Merauke. Demikian juga dengan bencana sosial, dengan kemajemukan bangsa Indonesia mulai dari suku, agama, sosial, ekonomi, dan politik juga berpotensi menimbulkan konflik apabila tidak dikelola dengan baik. Dengan tingkat kerawanan bencana yang tergolong tinggi di Indonesia maka penting kiranya wacana pendidikan kebencanaan dikemukakan untuk dilakukan.
Pendidikan kebencanaan mencakup banyak aspek yang penting seputar kebencanaan. Misalnya pengenalan tentang potensi bencana yang ada di sekitar, histori bencana yang pernah terjadi, bentuk antisipasi, meningkatkan kesadaran tanda-tanda bencana, dampak bencana bagi individu, keluarga, dan komunitas, cara penanganan dalam kondisi bencana, serta bagaimana cara menyelematkan diri dari bencana. Bencana dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa bisa diprediksi sebelumnya, baik itu bencana alam ataupun sosial. Melalui pendidikan bencana, tidak berarti resiko dampak bencana dapat ditekan sehingga sama sekali tidak menimbulkan dampak. Tujuan dan harapan yang ingin dicapai melalui pendidikan bencana adalah mencapai minimal resiko dampak bencana.
Coba kita perhatikan, berapa banyak dari kita atau pembaca yang pernah mendapatkan pendidikan kebencanaan? Berapa banyak dari pembaca yang mengenali potensi bencana yang dapat terjadi di sekitar kita? Berapa banyak pembaca yang mengenali tanda-tanda minor bencana? Apa yang akan pembaca lakukan apabila mendapatkan informasi dari media sosial akan terjadi bencana tsunami pasca gempa, gunung meletus, atau konflik misalnya? Apakah yang pembaca lakukan apabila terjadi bencana? Siapakah yang pembaca selamatkan pertama kali apabila terjadi bencana? Apakah pembaca juga pernah mendapatkan atau mengikuti simulasi bencana yang meliputi cara menyelematkan diri dan cara penanganan pertama pasca bencana?.
Mungkin pembaca pernah melihat di layar televisi tentang proses evakuasi warga saat bencana gempa bumi dan tsunami di Fukusima Jepang terjadi, saat pembaca melihat evakuasi warga saat gempa Bantul, saat pembaca melihat video rekaman tsunami Aceh, evakuasi erupsi Merapi dan Sinabung. Semuanya terjadi chaos (kepanikan luar biasa) pada masyarakat yang mengalami bencana tersebut. Namun terdapat perbedaan tingkat chaos, di Jepang dan beberapa tempat yang masyarakatnya terbiasa terkena bencana serupa tingkat chaosnya lebih rendah, berbeda dengan masyarakat yang belum pernah mengalami bencana. Tinggi rendahnya chaos memang ditentukan oleh keparahan bencana dan salah satunya juga pengetahuan masyarakat untuk mengantisipasi, menyelamatkan diri, dan penanganan bencana.
Bagi masyarakat yang sering mengalami bencana, melalui bencana itu secara langsung mendapatkan manfaat yaitu pembelejaran tentang bencana itu sendiri. Di masa depan apabila mengalami bencana serupa akan dapat menerapkan pengalaman pembelajaran sebelumnya. Bagi masyarakat yang belum pernah terkena bencana, melalui pembelajaran mengenai bencana, menjadi lebih tahu harus melakukan apa secara cepat, tanggap darurat. Terlebih apabila pernah melaukan simulasi bencana secara sungguh-sungguh, sehingga meskipun situasi simulasi dan senyatanya jelas berbeda, namun ada keyakinan diri mampu karena sudah mendapatkan pembekalan yang berguna. Selama ini simulasi bencana telah dilakukan organisasi-organisasi kemanusiaan, pemerintah melalui Badan Nasional Penanganan Bencana, tim relawan ataupun lembaga-lembaga lain yang memiliki concern terkait kebencanaan. Namun belum mencakup sebagian besar masyarakat Indonesia, sehingga masih ada yang belum dapat memanfaatkan pendidikan kebencaan tersebut. Di sisi lain, masih ada masyarakat kita yang belum merasa membutuhkan tentang pendidikan kebencanaan sehingga ketika terdapat kesempatan mengikuti pembelajaran kebencanaan namun tidak memanfaatkan kesempatan tersebut.
Antisipasi dan penanganan bencana menjadi tanggungjawab kita bersama, bukan hanya tanggungjawab pemerintah, lembaga kemanusiaan, badan penanganan bencana, relawan, dan profesional. Peningkatan tanggungjawab, partisipasi, kemampuan antisipasi dan penanganan bencana dapat dicapai salah satunya melalui pendidikan kebencanaan. Kita dapat belajar dan berkaca pada masyarakat India, China, Taiwan, atau Jepang yang memiliki resiko tinggi kerawanan bencana dan mau belajar tentang kebencanaan sehingga tetap dapat hidup harmonis dengan bencana yang terjadi.