Kusworo Rahardyan, Konsultan Universitas Surabaya yang Ungkap Situs Purbakala fadjar April 7, 2014

Kusworo Rahardyan, Konsultan Universitas Surabaya yang Ungkap Situs Purbakala

Temukan Jalur Penanggungan Archaeological Trail Sendiri

Bersama dataran tinggi Dieng, Gunung Penanggungan adalah pusat spiritual Jawa. Banyak situs yang sudah ditemukan dan masih banyak yang belum ditemukan. Hingga kini, salah seorang yang getol mencari dan menemukan adalah peneliti dari Universitas Surabaya (Ubaya), Kusworo Rahardyan. Bersama timnya, dia telah memetakan 116 situs.

KARDONO SETYORAKHMADI

PENANGGUNGAN, agaknya, punya daya tarik tersendiri bagi Kusworo Rahardyan. Waktu bekerja sebagai konsultan di Ubaya Training Center (UTC) yang berlokasi di gunung dengan empat bukit tersebut pada 2012, Kusworo sudah merasakan daya tarik magis.

Pekerjaannya sebagai konsultan untuk development outdoor training and experimental education memang membuatnya sehari-hari harus berinteraksi dengan gunung yang membatasi Pasuruan dan Mojokerto itu. Maklum, kantor UTC terletak di kaki gunung tersebut.

Tapi, ketika membaca sejumlah literatur, tidak banyak tambahan pengetahuan yang diperolehnya. ‘Hanya disebutkan bahwa Gunung Penanggungan adalah sebuah tempat penuh situs purbakala. Totalnya mencapai 81 buah,’ ucap pria yang berulang tahun setiap 8 November tersebut.

Padahal, bagi mata Kusworo yang melihatnya tiap hari, situs di Penanggungan begitu kaya. Bagi dia, arsitektur candi dan situs di tempat tersebut mempunyai perbedaan yang signifikan dengan situs dan candi di tempat lain.

SitusPenanggungandibangundilereng. Beberapa malah menempel di tebing. ‘Lokasinyasajasulitdiakses.Ini yang menjadi pertanyaan, bagaimana orang zaman
dulu membangunnya,’ ucapnya. Kasarannya, untuk mencapai dengan jalan kaki saja sudah sulit, bagaimana orang membawa batu-batu besar untuk disusun menjadi sebuah bangunan.

Inilah yang membuat unik situs Gunung Penanggungan. Bahkan, ada yang menyebut Gunung Penanggungan merupakan kawasan purbakala terkaya di Indonesia. Sejak abad ke-10 (Mataram Kuno) hingga abad ke-15 (Majapahit), Gunung tersebut merupakan pusat spiritual

Ada situs Gapura Jedong yang berasal dari tahun 926 M, pemandian Jolotundo yang dibangun pada abad berikutnya, kemudian Candi Kendalisodo, Candi Merak, Candi Yudha, dan Candi Pandawa.

Dengan sederet peninggalan dan nilai strategisnya bagi spiritualitas Jawa kuno, seharusnya Penanggungan adalah kawasan cagar budaya yang terkenal. Tak perlu seperti reputasi Macu Picchu di Peru, Amerika Selatan, tapi setidaknya di Indonesia Penanggungan sudah terkenal.

Tapi, faktanya, bahkan banyak orang Jawa Timur sendiri yang tidak tahu arti penting Penanggungan untuk kawasan purbakala.

Itulah yang membuat Kusworo gemas. Karena itu, dia pun berniat melakukan eksplorasi di sana. Pada akhir 2012, dia bertemu budayawan asal Inggris yang mempunyai nama Indonesia Hadi Sidomulyo.

Kekuatan tim tersebut kemudian bertambah setelah sejumlah ahli masuk di dalamnya. Diantaranya arkeolog bidang epigrafi (tulisan kuno) Universitas Negeri Malang, Ismail Luthfi; pendaki gunung kenamaan Malang, Dian Dwi Cahyo Hadi; dan pasutri Arif Yudokuntoro. Yang membuat lega Kusworo, Ubaya memback up penuh langkahnya. Mulai rektor hingga Direktur UCT Theo Pilus mendukung dan menyediakan keperluan administratifnya. Selain itu, ada bantuan penuh dari 48 juru pelihara dari UPT Trowulan. ‘Mereka ini boleh dibilang sebagai tuan rumah,’ ucapnya.

Maka, selama dua tahun terakhir, Penanggungan bak menjadi istri kedua bagi Kusworo. Waktu dan pikirannya banyak dicurahkan ke Penanggungan. Kusworo dan timnya tidak hanya berkeliling dan menggali. Pria 45 tahun tersebut juga melakukan semacam rekonstruksi.

Bersama timnya, Kusworo langsung mendata setiap situs yang ditemukan. Dia menamai dan menandai, plus membuat jalur. Dia mencoba membayangkan bagaimana orang zaman dulu terhubung satu sama lain di situs-situs yang berserakan di Penanggungan tersebut. ‘Kami menggunakan imajinasi. Misalnya, pemandian di sisi A, kemudian tempat pemujaan di sisi B, maka harusnya ada semacam pesantren di sisi C,’ katanya. Cara itu cukup berhasil. Dalam dua tahun, Kusworo menemukan 35 situs tambahan.

Bukan hanya itu, Kusworo juga berhasil membuat semacam peta napak tilas perjalanan dari satu situs ke situs lain. Bersama teman-temannya, dia menamainya Jalur Penanggulangan Archaeological Trail (Napak Tilas Arkeologis Penanggungan). Sebuah jalur yang benar-benar baru dari temuan arkeolog sebelumnya. ‘Sebab, memang belum pernah ada tim arkeolog yang serius meneliti dan mengeksplorasi Penanggungan,’ imbuhnya.

Sejumlah hal unik pernah terjadi. Yang paling diingat Kusworo adalah penemuan situs Parahklopo. Kawasan tersebut sudah diubek-ubek Kusworo dan timnya selama dua minggu. Tapi, hasilnya nihil. Padahal, setiap jengkal tanah sudah dipelototi. Hingga, ketika tenggat pencarian di kawasan tersebut nyaris berakhir, sorenya tiba-tiba saja, ketika lewat, tim melihat bangunan seperti candi dengan ukuran cukup besar. ‘Padahal, kami sangat yakin, lokasi tersebut sudah kami teliti dengan baik dan tidak ada apa-apa,’ tambahnya.

Selain itu, Kusworo kemudian juga berkoordinasi dengan masyarakat setempat untuk melakukan konservasi. Bukan hanya itu, tim UCT tersebut juga membuat semacam cetak biru sebuah kawasan konservasi yang sekaligus menjadi objek wisata. Itu kini bahkan telah dimulai. Yakni, wisata gantole dan balon udara mulai diuji coba di sana. Dan tentu saja, situs tersebut berupaya disulap menjadi objek wisata arkeologis.

Konsep itu sudah disusun sebagai cetak biru, bahkan sudah dipresentasikan ke Gubernur Jatim Soekarwo pada Februari lalu. Sambutan pemprov cukup positif. Ada apresiasi dari orang nomor satu di jajaran pemerintahan Jatim tersebut.

Soekarwo mengatakan, apa yang dilakukan UTC itu tergolong luar biasa. ‘Hanya, untuk menjadikan situs Penanggungan sebagai sebuah kawasan terpadu wisata dan arkeologis, perlu ada penelitian lebih lanjut,’ katanya. Menurut dia, yang ada di Penanggungan itu cukup menjanjikan dan harus segera dibuatkan cetak biru pengembangan kawasan tersebut.

Apa pun, Kusworo masih mempunyai sebuah obsesi. Yakni, dirinya ingin bisa memetakan dan menggambarkan secara akurat bentuk kehidupan di Penanggungan. ‘Dari skala dan luasnya, bisa jadi ini semacam Makkah atau Jerusalem. Mungkin juga situs suci mana pun untuk para spiritualis zaman dulu. Bisa jadi, di sinilah justru jantung kekuatan Majapahit,’ kata Kusworo. (*/c17/dos)

Sumber: Jawa Pos, 7 April 2014