Lahan Pembelajaran Mahasiswa di Lokasi Bencana Gunung Kelud fadjar March 26, 2014

Lahan Pembelajaran Mahasiswa di Lokasi Bencana Gunung Kelud

Listyo Yuwanto

Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Pasti terdapat hikmah dibalik kesusahan. Seringkali kita mendengarkan pepatah tersebut, yang memiliki makna kita harus melihat sisi positif dari sesuatu yang negatif. Menurut pandangan Psikologi Positif, manusia harus selalu berusaha menyeimbangkan keadaan dari sisi positif dan negatif. Hal ini dapat diterapkan pada bencana Gunung Kelud yang baru saja terjadi. Saat mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Surabaya melakukan kegiatan Program Psychology for Disaster mulai tanggal 14 Februari 2014 hingga 22 Maret 2014, bagi masyarakat yang terdampak erupsi Gunung Kelud, awalnya banyak mengalami kesulitan karena dilakukan secara mandiri dan masih awam dengan lokasi bencana, namun lokasi bencana Gunung Kelud tersebut dapat menjadi lahan pembelajaran di luar kelas (learning beyond the classroom) seperti yang dicanangkan Universitas Surabaya. Melalui program ini, mahasiswa mencari dan mendapatkan lahan pembelajaran di lokasi bencana Gunung Kelud di Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Wates, Pare, dan Kabupaten Kediri. Lokasi bencana Gunung Kelud memberikan beberapa macam lahan pembelajaran bagi mahasiswa Fakultas Psikologi sebagai berikut.

Belajar membangun jajaring. Salah satu kesulitan awal yang dialami mahasiswa dalam melakukan kegiatan menerapkan psikologi bencana bagi korban erupsi Gunung Kelud adalah keasingan area. Mahasiswa tidak mengetahui jalur dan kondisi di sekitar Gunung Kelud. Namun dengan bekal niat membantu maka mahasiswa harus membangun jejaring dengan semua komponen yang berada di area lokasi bencana. Mahasiswa mulai membangun jejaring dengan alumni Fakultas Psikologi Ubaya yang berasal dari kota Kediri ataupun Blitar. Dengan bantuan alumni, mahasiswa mengetahui jalur dan area yang biasanya menjadi lokasi pengungsian. Tiba di area pengungsian, mahasiswa harus membangun jejaring dengan posko-posko pengungsi sehingga program pemberian bantuan logistik dapat dilakukan. Melalui program pemberian bantuan logistik ini, jejaring dengan beberapa pemberi bantuan seperti Puskesmas, PMI, dan beberapa organisasi kemanusiaan termasuk dengan koordinator penduduk dilakukan. Dengan demikian terbentuknya jejaring membantu dalam kelancaran program dan membantu terciptanya kepercayaan masyarakat korban Gunung Kelud kepada mahasiswa Fakultas Psikologi Ubaya selaku pemberi bantuan.

Belajar bersyukur. Bencana dapat terjadi kapan saja dan menimpa siapa saja. Dengan menerapkan psikologi bencana, mahasiswa dapat belajar tentang konsep syukur. Mensyukuri yang dapat dinikmati saat ini karena masih banyak orang lain yang kondisinya lebih memprihatinkan daripada yang dialami mahasiswa. Banyak mahasiswa mengatakan bahwa tugas kuliah merupakan bencana bagi mereka karena jumlahnya banyak dan berat, namun saat berada di lokasi bencana banyak mahasiswa mengatakan bahwa tugas kuliah belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan beban hidup yang harus ditanggung korban bencana Gunung Kelud.

Belajar mengenal karakter orang. Masih terdapat orang-orang yang mensyukuri bencana yang dialami. Orang-orang seperti ini menyatakan bahwa bencana ini merupakan Takdir Tuhan dan menunjukkan waktunya Gunung Kelud bekerja. Maksudnya sudah sejak jaman dahulu Gunung Kelud memiliki fase untuk meletus dan tidak meletus. Saat tidak meletus Gunung Kelud memberikan keindahan dan kesejukan alam sekitarnya. Saat meletus Gunung Kelud membangun kesuburan baru bagi tanah pertanian dan perkebunan untuk masa depan, apabila tidak demikian maka kesuburan tanah akan makin berkurang dan berdampak pada kehidupan ekonomi penduduk kaki Gunung Kelud. Namun tidak semua korban bencana Gunung Kelud mampu menerima dengan lapang dada dan ikhlas kondisi yang dialami. Mereka yang belum mampu menerima kehilangan material yang selama ini menjadi pondasi kehidupan nampak menjadi seperti orang yang sangat kehilangan. Kecenderungan menyalahkan pihak eksternal akan terjadinya bencana sangat terlihat. Banyak dari mereka yang seperti ini pada akhirnya berfokus pada diri mereka sendiri, bagaimana segera kembali ke kondisi sebelum bencana sehingga dapat dirasakan sebagai pemaksaan dalam meminta bantuan.

Belajar mengenal kondisi pendidikan di desa. Beragam bentuk pendidikan yang diadakan di desa dengan berbagai keterbatasan dan kelebihannya. Mulai dari sekolah negeri dan sekolah non formal terdapat di desa sekitar Gunung Kelud. Mahasiswa menjadi mengetahui bagaimana kondisi keseimbangan pendidikan di desa dan kota yang masih belum terwujud. Terdapat juga orang-orang desa yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan di desa. Mereka berupaya membangun suasana pembelajaran di desa dengan dibantu mahasiswa asli desa tersebut yang beruntung dapat mengenyam pendidikan tinggi dan bersedia mengajar. Salah satu sisi positif yang dapat dipelajari mahasiswa dengan pendidikan di desa adalah kreativitas pengajar dan anak-anak didik dalam memanfaatkan bahan atau situasi yang ada di desa untuk belajar. Keterbatasan laboratorium untuk percobaan misalnya, mendorong guru dan anak-anak didik untuk melakukan percobaan di alam secara alamiah, menggunakan media alam sebagai bahan belajar, dan beberapa contoh lain yang tidak dapat dilakukan siswa didik di kota.

Belajar mengenai psikologi bencana. Sesuai dengan bidang ilmu psikologi, maka terpenting bagi mahasiswa adalah belajar mengenai Psikologi Bencana. Mahasiswa menjadi mengetahui bahwa bencana dalam perspektif ilmu psikologi memiliki beberapa tahapan dan disertai kekhasan. Mahasiswa mengetahui secara langsung bagaimana gambaran faktual setiap tahapan bencana yang dialami korban erupsi Gunung Kelud. Selain itu mahasiswa menjadi dapat mempraktekkan bagaimana penanganan psikologis pada saat bencana dan pasca bencana mulai dari bantuan logistik hingga trauma healing.