Mahasiswi Ubaya Ciptakan Sepatu Anak Cacat
Surabaya (AntaraJatim) – Mahasiswi Universitas Surabaya Cindy Eleonora Gani menciptakan sepatu bagi anak cacat yang menderita CTEV (Congenital Talipes Equino Varus) atau kelainan tulang (kaki bengkok) yang diberi nama ‘Snique’.
‘Idenya berawal dari penjual koran yang kakinya bengkok, lalu saya usulkan saat ada tugas PDP-3 (proyek desain produk ke-3) untuk anak berkebutuhan khusus (ABK),’ katanya di kampus setempat, Rabu.
Mahasiswi Jurusan Desain Manajemen Produk pada Fakultas Industri Kreatif Ubaya itu menjelaskan sepatu khusus penyandang CTEV itu ada dua bagian yakni bagian dalam (inner part) dan bagian luar (outer part).
Bagian dalam sepatu terbuat dari sepon, karet elastis, dan pelat alumunium yang dilapisi rotan dan kertas yang keras (untuk penguat kaki), sehingga terasa lebih ringan dibandingkan dengan sepatu anak cacat serupa yang terbuat dari besi yang berat.
‘Untuk bagian luar merupakan kaos kaki dan sepatu luar. Sepatu luar itu berbentuk sederhana tapi lebih keras dari sepatu anak normal. Meski keras, sepatu luar yang terbuat dari kulit, felcro, dan tali sepatu itu mudah dalam pemakaian, karena longgar dan ada resleting samping,’ katanya.
Tentang model sepatu, putri bungsu dari pasangan Sutikno Gani dan Ratna Yunita itu mengaku model yang digunakan merupakan hasil penelusuran internet dan konsultasi dengan dosen pembimbing dalam bidang studi PDP.
‘Nama Snique sendiri berasal dari banyaknya komentar kerabat bahwa sepatu buatan saya itu unik dan berbeda dibandingkan dengan sepatu yang biasa dibuat untuk penyandang cacat, lalu saya kombinasikan dengan nama salah satu merek sepatu populer di dunia yakni Sneakers,’ katanya.
Dari segi pemilihan warna sendiri, Cindy sengaja memilih warna cerah karena produk tersebut memang ia spesifikasikan untuk anak-anak hingga remaja CTEV yang berada di rentang usia 6-18 Tahun. ‘Sepatu anak cacat biasanya berwarna hitam,’ katanya.
Selain bentuk yang ‘fashionable’, dirinya hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp300 ribu untuk pembuatan sepatu Snique, namun harga jual untuk pasaran berkisar Rp350-450 ribu tergantung tingkat kerumitan desainnya. (*)
Sumber: https://www.antarajatim.com
Snique, Sepatu Khusus Penderita Kaki Bengkok
SURYA Online, SURABAYA – Anak-anak penyandang CTEV (congenital talipea Equino Varus) atau kaki bengkok umumnya kesulitan mendapat sepatu yang pas. Bentuk kaki yang bengkok sulit untuk bisa masuk ke sepatu biasa. Cindy Eleonora Gani mahasiswa Universitas Surabaya menemukan solusinya dengan menciptakan sepatu khusus penderita CTEV.
Bentuk sepatu ciptaan Cindy cukup unik dan fashionable serta menyesuaikan dengan sepatu-sepatu kegemaran anak-anak saat ini. Cindy sengaja memilih warna ungu cerah karena produk tersebut dikhususkan anak-anak hingga remaja usia antara enam tahun hingga 18 tahun. Sepatu diberi nama Snique ini terdiri dari dua bagian.
Pertama, bagian dalam sepatu yang terdiri dari spons, karet elastis, plat alumunium dilapisi karet maket serta rotan untuk menahan di kedua sampingnya.
‘Bagian dalam sepatu ini fungsinya untuk meluruskan kaki,’terang mahasiswi Jurusan Desaon Manajemen Produk, Fakultas Industri Kreatif, Ubaya.
Setelah bagian dalam dipakai, selanjutnya kaki dimasukkan dalam sepatu luar yang ada solnya.
Cindy sengaja mendesain sepatunya agar mudah dimasuki. Caranya dengan memberikan resleting di samping kiri dan kanan sepatu.
Sepatu sol ini dibuat lebih keras dibandingkan sepatu anak normal. Material yang dipakai di antaranya kulit, velcro (kretekan) serta tali. Tingginya dibuat hingga mata kaki untuk menopang kakinya.
Meski cukup keras, bungsu dari dua bersaudara ini menjamin tidak akan terasa sakit di telapak maupun punggung kakinya karena ada lapisan karet pada ujung kaki dan spons di bagian dalam sepatu solnya.
‘Sebelum memakai kami anjurkan pakai kaos kaki dulu sehingga lebih nyaman,’kata gadis kelahiran 23 Juli 1993.
Untuk proses pembuatannya, Cindy bekerjasama dengan salah satu pengrajin sepatu di kawasan Gebang Kidul, Surabaya.
Dan untuk memastikan hasilnya optimal, dia juga mengobservasi anak-anak penyandang CTEV.
Setelah jadi, sepatu buatan Cindy ini dicobakan pada anak penderita CTEV. Ternyata mereka menyukai karena modelnya menarik dan fashionable.
Apakah sepatu ini bisa dipakai terapi penderita CTEV untuk bisa normal, Cindy belum meneliti sejauh itu.
‘Ini memang masih perlu disempurnakan. Mungkin bisa bekerjasama dengan ahli kesehatan untuk memastikan ada pengaruh tidaknya pemakaian sepatu untuk menjadikannya normal,’kata putri pasangan Sutikno Gani- Ratna Yunita.
Ide awal pembuatan sepatu unik ini berawal dari tugas mata kuliah proyek desain produk 3 yang mengambil tema produk bagi penyandang cacat.
Dia pun mencari-cari ide dari beberapa referensi, tetapi belum nyantol. Ketika pulang kuliah, di jalan dia melihat ada penjual koran di Jalan Jemursari yang menderita kaki bengkok.
Dia lalu browsing di internet mencari tahu nama kelainan tersebut. Setelah dapat, dia konsultasi ke dosen hingga akhirnya memutuskan untuk membuat sepatu bagi penyandang kaki bengkok.
Diakui cindy, sebenarnya sepatu untuk penderita CTEV di pasaran sudah ada, tetapi modelnya kuno dengan pelat besi ditanam di sepatu luar. Warnanya pun hitam sehingga kurang menarik, terutama untuk anak-anak. ‘Ini lebih nyaman dan praktis penggunaannya,’katanya.
Untuk pembuatan sepasang sepatu, Cindy hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp 300.000. Jika dipasarkan, sepatu ini bisa dijual seharga Rp 350.000 hingga Rp 450.000. ‘Doakan semoga bisa diproduksi masal,’kata alumni SMK St Louis 1 Surabaya.
Kumara Sadana Putra, dosen Desain Manajemen Produk mengatakan sepatu Cindy ini sangat unik. ‘Ada beberapa yang harus diperbaiki seperti sol yang seharusnya bisa dicopot agat dapat menyesuaikan usia penderita CTEV jika bertambah dewasa. Kemudian rotan penguat juga harus disesuaikan agar mudah dicari untuk pembuatan berikutnya,’katanya.
Sumber: https://surabaya.tribunnews.com
Snique Tampil Trendi Untuk Anak-anak Penyandang CTEV
suarasurabaya.net| Cindy Eleonora Gani mahasiswi Jurusan Desain Manajemen Produk Fakultas Industri Kreatif Ubaya menuangkan ide kreatifnya dalam bentuk sepatu yang didesain khusus untuk penderita cacat kaki.
Secara khusus, sepatu yang dinamai: Snique diperuntukkan anak-anak penyandang cacat CTEV (Congenital Talipes Equino Varus) atau kaki bengkok ke dalam akibat kelainan sejak dalam kandungan.
Nama Snique sendiri dipilih karena sepatu karyanya itu dinilai unik dan berbeda dibandingkan sepatu lainnya yang biasa dibuat untuk penyandang cacat. Lalu dikombinasikan merk sepatu berjenis Sneakers. Maka jadilah: Snique.
Soal pilihan warna, dikatakan Cindy sengaja dipilih warna-warna yang ceria karena sepatu tersebut dikhususkan bagi anak-anak hingga remaja penyandang CTEV usia 6 tahun hingga 18 tahun.
Awalnya memang aku dapat tugas kuliah untuk membuat produk bagi penyandang cacat, kebetulan waktu pulang dari kampus aku melihat pengemis di jalan yang kakinya bengkok ke dalam. Karena tertarik kemudian aku browsing apa nama kelainannya dan didiskusikan dengan dosen hingga akhirnya aku memustuskan untuk membuat sepatu bagi penyandang cacat seperti pengemis yang aku lihat, tapi kali ini aku buatkan khusus untuk anak-anak,� cerita bungsu pasangan Sutikno Gani dan Ratna Yunita.
Bekerjasama dengan pengerajin sepatu di kawasan Gebang Kidul Surabaya, Cindy merancang sendiri sepatu-sepatu Snique karyanya agar dapat dipergunakan secara maksimal oleh anak-anak penyandang CTEV.
Yang membedakan Snique dengan sepatu penyandang cacat lainnya, adalah Snique terdiri dari 2 bagian penting dalam penggunaannya. Bagian pertama adalah semacam penguat kaki terbuat dari rotan dan aluminium berfungsi sebagai penopang dan memperkuat dasar kaki penyandang CTEV yang melengkung ke dalam.
‘Yang kedua adalah bagian sepatu yang didesain dengan sol sedemikian rupa secara khusus, agar dapat difungsikan secara optimal bagi anak-anak yang menggunakannya agar dapat leluasa berjalan,’ kata Cindy.
Ditemui terpisah, Kumara Sadana Putra, S.Ds.,M.A. satu diantara dosen yang melakukan penilaian terhadap karya Cindy menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki demi kenyamanan pemakainya.
Sepatu ini unik, hanya saja ada beberapa yang harus diperbaiki seperti sol yang seharusnya bisa dicopot agar dapat menyesuaikan usia penderita CTEV jika bertambah dewasa, kemudian untuk rotan penguat harus disesuaikan juga bahan rotannya agar mudah dicari untuk tiap pembuatan,’ tukas Kumara Sadana Putra pada suarasurabaya.net, Rabu (5/2/2014).(tok/rst)
Sumber: suarasurabaya.net